09 | Husky and Swan in Wolf House

13.6K 1.1K 44
                                    

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

'Raga, buka pintunya! Aku di depan rumah kamu'

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

'Raga, buka pintunya! Aku di depan rumah kamu'

Jam menunjukkan pukul tujuh malam saat Raga mendapat telepon dari Olivia.

"Oke, tunggu bentar..." ujar Raga dan mematikan sambungan telepon tersebut secara sepihak. Matanya menatap tubuh Alta yang berada dalam rengkuhannya dengan sebuah plester penurun panas menempel di dahi.

Anak itu masih tertidur sejak sore tadi.

Alta kini tidak lagi memakai seragam sekolahnya yang terkena keringat. Raga sudah mengganti pakaian Alta dengan sweater dan celana berwarna navy miliknya. Terlihat sedikit kebesaran karena ukuran tubuh Alta yang lebih kecil dari Raga. Seragam sekolah Alta sendiri sudah ia cuci dan masih dalam pengeringan.

Raga begitu perhatian bukan?

Dengan hati-hati Raga menaruh kepala Alta di atas bantal. Takut membangunkan Alta. Raga juga menarik selimut tebal guna menyelimuti tubuh Alta yang masih sedikit demam. Ia mematung sejenak menatap wajah damai Alta saat tidur. Kemudian mengecup pipi Alta singkat. Setelah itu Raga bangkit berdiri untuk keluar menemui Olivia, kekasihnya.

Raga berjalan dengan santai menuju pintu utama. Ia memasukkan beberapa pin sebelum membuka pintu.

Ceklek...

"Sayang..."

Olivia, gadis itu berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sebuah tank top hitam yang dilapisi blazer kotak-kotak dan juga sebuah hotpants biru sebagai bawahan. Pakaian yang terlalu terbuka untuk dikenakan di luar seperti ini. Tapi Raga tak mempermasalahkan hal itu, toh ia sudah biasa melihat Olivia memakainya.

Gadis cantik dengan rambut panjang itu memajukan tubuhnya hingga berjarak beberapa senti dari Raga. Kaki yang dibalut sneakers putih milik Olivia sedikit berjinjit agar ia bisa mencapai wajah Raga. Dan...

Cupp...

Sebuah ciuman Olivia daratkan ke bibir Raga. Rutinitas yang wajib mereka lakukan setiap bertemu, itu ide Olivia. Kecuali di sekolah tentunya. Cukup lama bibirnya dan bibir Raga Bersatu. Merasa tak mendapat balasan, Olivia melepaskan ciumannya.

"Why?"

"Enggak... Kenapa malam-malam kesini?" Raga balik bertanya.

Olivia memajukan bibirnya seperti orang merajuk. "Di sekolah tadi... Kenapa ga peduli waktu aku panggil? Kamu ke mana sambil bawa tasnya Alta?"

[BL] 1; Another Pain | ✓Where stories live. Discover now