12 | Kakak Kelas

13.2K 1.1K 86
                                    

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Aula luas San Juan masih dipenuhi siswa-siswi yang berbaris teratur sesuai kelas mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aula luas San Juan masih dipenuhi siswa-siswi yang berbaris teratur sesuai kelas mereka. Di depan podium seorang guru tengah menyampaikan pengumuman yang menjadi tujuan mereka semua dikumpulkan di sini.

'...APA KALIAN SEMUA SUDAH MENGERTI PERIHAL UJIAN BULANAN YANG AKAN DILAKUKAN HARI RABU, KAMIS, DAN JUMAT?' tanya sang guru setelah menjelaskan panjang lebar tentang teknisi ujian bulanan.

"YA, PAK!" semua siswa berseru serentak.

'BAIK, KALAU KALIAN SUDAH MENGERTI SILAKAN MENINGGALKAN AULA DENGAN TERATUR! APEL PAGI INI SAYA SUDAHI, TERIMA KASIH!'

Sang guru meninggalkan podium, diikuti guru-guru lain yang ikut datang. Setelah semua guru pergi barulah anak-anak meninggalkan aula. Mereka bergantian keluar dari aula melalui dua pintu yang tersedia. Meski berdesakan, mereka tetap teratur untuk berjalan keluar.

"RAGA! GA!" teriakan itu memanggil nama Raga.

Raga dan Alta yang baru saja keluar dari aula sekolah terpaksa menghentikan langkah mereka. Keduanya menatap sesosok anak laki-laki yang berlari kearah mereka. Anak itu berhenti tepat di depan Raga. Alta tidak mengenalnya, tapi tentu Raga kenal.

Anak yang diyakini masih seangkatan dengan mereka itu menatap Alta sekilas. Lalu kembali menatap Raga. "Pelatih nyuruh semua anak Taekwondo kumpul sekarang"

"Ada apa? Harus sekarang juga?" tanya Raga.

Teman satu club-nya itu mengangguk. "Katanya pelatih mau pilih anak yang bakal dikirim tanding ke Kejuaraan Nasional tingkat SMA. Lo jadi kandidat utamanya"

Mendengar itu bukannya senang Raga malah memasang wajah masam. Kejuaraan Nasional? Kalau ia ikut artinya meninggalkan sekolah selama beberapa hari.

"Bilang sama pelatih, gue ga minat ikut" ujar Raga sambil merangkul pundak Alta yang sedari tadi diam menyimak. Ia berniat pergi, tapi teman satu ­club-nya menahannya.

"Kenapa? Seenggaknya kalo lo ga mau ikut, kasih alasannya langsung ke pelatih. Masa gue yang ngomong?"

"Lo ke sana aja dulu. Gue bisa balik ke kelas sendiri" Alta tiba-tiba berceletuk.

Raga berdecak singkat. Ia menatap Alta dan melepas rangkulannya. "Oke. Lo langsung balik ke kelas. Jangan kemana-mana! Gue pergi dulu" ujar Raga dan menepuk pipi Alta singkat sambil tersenyum.

[BL] 1; Another Pain | ✓Where stories live. Discover now