17 | Ungkapan Yang Mengecewakan

9.7K 912 85
                                    

⚠️ WARNING ⚠️

Cerita ini mengandung unsur kekerasan, LGBT, seksualitas, kata-kata kasar yang tidak layak untuk ditiru. Pembaca diharap bijak.

[pythagoras]

.

.

.

.

Setelah hari-hari yang cukup mengerikkan dan melelahkan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah hari-hari yang cukup mengerikkan dan melelahkan. Akhirnya, Alta bisa sedikit menghirup udara ketenangan di dalam kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang berbalut sprei warna biru itu cukup membuat Alta tenang.

Tak ada Papa di rumah dan tak bertemu Raga. Kesempatan yang mungkin tidak dapat ia rasakan selama hari-hari yang lalu. Alta memiringkan tubuhnya, menatap dinding kamarnya. Tangannya merabah beberapa plester penutup luka dilehernya. Plester-plester itu bukan benar-benar untuk menutupi luka. Melainkan bekas yang dibuat oleh Raga.

Alta tak pernah tau apa kesalahannya sampai Raga melakukan hal sejauh ini padanya. Raga bilang semua salah keluarganya. Apa yang sudah keluarganya perbuat? Apa mungkin sang Papa? Ia bahkan tak yakin sang Papa mengenal Raga.

Hidupnya sudah terlalu buruk. Mental dan tubuhnya sudah hancur sejak lama. Alta seharusnya menerima penghargaan karena mampu bertahan selama ini.

Orang diluar sana adakah yang sanggup bila berada diposisi Alta sekarang? Alta itu laki-laki normal. Tapi dilecehkan Papa-nya sendiri, kakak kelasnya, bahkan teman sekelasnya. Orang lain mungkin akan bunuh diri setelah semua ini. Alta juga ingin melakukannya.

Tapi ia tak sanggup.

Alta ingin bebas tapi Alta takut mati.

Kryuukk...

"Uh, laper..." gumam Alta.

Alta beranjak dari ranjang keluar kamar. Hendak mencari makanan di dapur. Saat melewati ruang tengah, Alta melihat sang Mama dengan pakaian rapi seperti mau pergi. Di samping sang Mama ada adiknya yang berumur 9 tahun dengan pakaian yang sama rapinya.

"Mama mau kemana?" tanya Alta saat berjalan mendekat.

Wanita cantik yang tampak elegan itu menatap Alta. Tak ada senyuman, hanya tatapan biasa.

"Mama mau ketemu teman Mama. Kamu jaga rumah" ujar sang Mama.

"Daffa juga ikut?" tunjuk Alta pada sang adik. Sang Mama mengangguk. Itu artinya, ia akan sendirian di rumah.

"Kalau tak ada yang diperlukan, Mama pergi sekarang"

Wanita berbalut dress hitam dibawah lutut ditambah sebuah blazer abu-abu itu menarik anak bungsunya keluar. Meninggalkan Alta sendirian. Tak lama setelah Mama dan adiknya keluar, Alta bisa mendengar suara deru mobil meninggalkan rumah.

[BL] 1; Another Pain | ✓Where stories live. Discover now