00 | Prolog

45.2K 2.4K 66
                                    

"Lo itu milik gue! Dan selamanya akan jadi milik gue!"

Plak!

"Stress lo!"

Tawa hambar mengudara dari pemuda bersurai hitam itu. Tatapan mata sinis mengarah pada pemuda lain dihadapannya. Ia mengepalkan tangannya, merasakan rasa panas setelah telapaknya menampar wajah datar di depannya.

Si pemuda bersurai cokelat gelap itu memegangi pipinya yang terasa perih. Tentu tamparan tadi tidak main-main mengenainya. Akan berbeda kalau perempuan yang menamparnya.

Pemuda yang lebih pendek berbalik pergi, meninggalkan si pemuda rambut cokelat itu dalam kesendirian.

"GUE GA NGASIH LO PILIHAN! DAN LO JUGA GA BISA LARI DARI GUE!" teriak pemuda tinggi itu sambil memandang punggung yang semakin menjauh darinya.

Langkah kaki berbalut sneakers putih itu terhenti. Tenggorokannya tercekat dengan amarah yang semakin membesar. Sebisa mungkin ia tak berbalik dan menonjok wajah temannya di belakang. Mungkin mereka bukan lagi teman mulai hari ini.

Ia kemudian berlari secepat mungkin agar tidak mendengar ucapan-ucapan yang membuatnya semakin kesal dan marah.

...

"Eh, kita temenan udah berapa lama?"

Pemuda dengan tahi lalat di bawah mata itu menatap laki-laki di sampingnya. Dengan tatapan teduh ia menunggu jawaban dari pemuda bersurai hitam tersebut.

Wajah itu sedikit mengernyit. Bola mata sekelam malamnya menatap jari-jari tangan yang sedang menghitung. Meski ada banyak bekas memar mengiasi wajah si rambut hitam, dimata pemuda dengan tahi lalat ini wajah itu masih tetap menarik.

"Berapa ya?" gumam rambut hitam. "Kita temenan dari SD kelas 4, kalo dihitung sampai sekarang jadi... uhm... sekitar tujuh tahun mungkin?" jawabnya tak yakin.

Bola mata gelap itu menatap lawan bicaranya.

"Lama juga ya. Waktu yang cukup lama buat merubah sebuah perasaan" ujar si pemilik rambut cokelat kemerahan.

"Maksudnya?"

Hening tercipta, membuat suasana sepi dan sedikit tak nyaman untuk pemuda bersurai hitam.

"Gue suka sama lo"

Tubuhnya membeku. Ia tak mungkin salah dengar dalam keadaan sepi seperti yang terjadi sekarang. Ditatapnya wajah dengan mata setajam elang yang terlihat hangat itu. Ia tertawa canggung.

"Ha ha... Gue tau lo bercanda. Kan?" wajah didepannya terlihat serius. Entah refleks atau apa ia sedikit menggeser tubuhnya, menjauh.

Rasanya semakin tidak nyaman. Meski begitu ia mencoba tetap bersikap baik-baik saja.

"Gue serius!" ucapan itu meluncur dengan suara bass yang membuatnya merinding.

Ia tak lagi bisa menampilkan raut wajah baik-baik saja. Syok, tentu saja. Orang yang sudah ia kenal selama tujuh tahun tiba-tiba berkata suka kepadanya. Kalau saja ia perempuan, atau orang yang mengatakan itu padanya adalah seorang perempuan, mungkin pikirannya tidak akan serumit ini.

"Lo gila, ya? Kita sama-sama cowok!"

"Gue tau itu. Tapi perasaan gue ga bisa bohong"

Ia bangkit berdiri di depan pemuda bersurai cokelat kemerahan. Ia tertawa karena tak habis pikir dengan ucapan orang di depannya.

"Ngga... ngga... lo pasti bingung bedain mana perasaan kepada sahabat sama perasaan ke-" ia tak bisa melanjutkan.

Pemuda dengan rambut cokelat kemerahan menjulurkan tangannya mencoba menggapai tangan pemuda rambut hitam. Sayangnya tangan tersebut sudah lebih dulu ditarik oleh empu-nya.

Ia tau, perasaan ini sudah salah dari awal. Seharusnya ia bisa menerima apapun tanggapan yang akan diberikan ketika mengungkapkan semua perasaannya. Tapi mengapa rasanya tetap sakit saat menerima penolakan ini.

 Tapi mengapa rasanya tetap sakit saat menerima penolakan ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

_____________

Panggil saya Py, salam kenal!
( ╹▽╹ )

Bila kalian menemukan cerita ini, tinggalkan jejak sebagai tanda~

[BL] 1; Another Pain | ✓Where stories live. Discover now