Jean berdiri dan melangkah mendekat pada sahabatnya, "lo nggak papa kan?" Gadis berhati es itu memeluk Shiren erat. Air mata yang terus mengalir di pipi Shiren menandakan bahwa sahabatnya tidak baik-baik saja.

"Andai dari dulu gue dengerin omongan lo, kalau Bara ga sebaik yang gue kira. Mungkin gue ga akan kayak gini sekarang," Ucap Shiren dalam pelukan Jean, "dia nelanjangin gue,Jean. Dia.. Dia-"

"Udah cukup. Ga perlu lo ceritain," Jean mengelus lembut punggung Shiren berusaha menenangkan.

"Ren, are you okay?" Tristan terbangun dan langsung menegakkan tubuh kala melihat Shiren yang sudah meringkuk di pelukan Jean.

Shiren mengurai pelukannya dengan Jean lantas menatap Tristan, "i'm okay." Ujarnya lirih.

Cowok itu menghela nafas lega sembari berusaha mengumpulkan nyawa. Tangannya menggapai bel dan menekannya untuk memanggil perawat. Lalu Tristan mendekat ke arah shiren dan menaikkan sedikit nakasnya agar Shiren dapat duduk bersandar, "istirahat, lo masih butuh perawatan."

"Thanks, " Ucap Shiren sembari menyandarkan punggung nya.

"Ada yang lo takutin dari kejadian semalem?" Ucap Tristan Hati-hati. Cowok itu hendak mengetahui apakah Shiren trauma dengan kejadian yang menimpanya.

Netra Shiren menatap hampa, se hampa jiwanya. Dua detik kemudian gadis itu mengangguk lemas, "ya. Gue ga akan ke sekolah lagi. Gue ga mau ketemu Bara." Ujarnya dengan air yang menggenang di pelupuk mata.

Tristan tersenyum tipis, "lo nggak perlu takut, Bara udah ditahan polisi."

Gadis itu menoleh cepat ke arah Tristan, "ditahan polisi?" Ulangnya. Kenapa semua lelaki yang dekat dengannya harus mendekam di balik jeruji besi?

Cowok itu mengangguk tipis, "Raka ga akan ngebiarin orang yang nyakitin lo, hidup dengan bebas," Ucap Tristan, "lo tau, Raka cuma ingin liat lo bahagia, sekalipun nyawa dia taruhannya."

Shiren diam, sedetik kemudian seorang perawat masuk dari balik pintu dengan catatan dan bolpoin di tangannya, "permisi, boleh keluar dulu? Saya mau periksa nona Shiren."

Jean dan Tristan kontan mengangguk lalu berbalik membangunkan inti Ramos yang setia ngebo dari siang sampai sekarang jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.

"Woy bangun!" Jean menggerakkan tubuh Jovan dengan kakinya,"nih tidur apa mati sih!"

Bagas yang mendengar sentakan Jean langsung terbangun dan segera duduk, sedangkan Gerald dan Dicky masih asik tertidur pulas hingga membuat Tristan terpaksa untuk menarik tangan kedua cowok itu sekaligus, "bangun woy! Shiren mau di periksa, dia udah siuman."

"Apa? Gue sama Jean ciuman? Mau banget gue, " Racau Gerald membuat kedua bola mata Jean membulat penuh.

Jean menghembuskan nafas kasar dan beralih menatap suster, "sus, ada cairan suntik mati gak?"

"WOY JANGAN! JANGAN!" Gerald, Jovan, dan Dicky langsung terbangun sambil mengangkat kedua tangan, "iye, iye kita keluar. Sabar ye mbak."

Jovan berdiri, " Yakali di suntik mati. Gue masih belum ngerasain ML ini."

Jean melirik Jovan malas, "idih! Kek ga pernah aja lo!"

RAKA - The Ruler Of Ramos ✓Where stories live. Discover now