GAREIN - 38

25.5K 4K 933
                                    

"Rein, aku berangkat dulu, ya," pamit Galang yang sudah siap di depan pintu rumahnya.

"Sebentar!" teriak Reina dari dalam rumah.

Reina bergegas menghampiri suaminya seraya menggendong Adeeza. Sedangkan anak laki-lakinya itu masih tertidur lelap di kamar.

Reina mencium punggung tangan Galang, lalu mencium singkat pipi kanan Galang. "Hati-hati, ya, semangat kerjanya!" ucap Reina dengan senyuman manisnya.

Galang membalas senyuman Reina. Bapak anak dua itu mengelus pelan surai hitam milik istrinya, lalu mengecup pelan kening sang istri.

Galang menatap Adeeza di gendongan Reina, ia mencium kedua pipi gembul anak perempuannya itu.

"Kamu hati-hati ya, di rumah. Kalo ada apa-apa langsung telfon aku," titah Galang.

Reina mengangguk mengerti. "Iya."

Galang melenggang pergi, ia memasuki mobilnya, lalu menancapkan gas dan pergi dari  hadapan Reina.

Reina tersenyum melihat Adeeza. Tangannya terulur untuk mencubit pelan pipi gembul Adeeza.

Ibu dan sang anak perempuannya itu kembali masuk ke dalam rumah.

***

Galang keluar dari ruang periksanya. Sudah sekitar 2 jam yang lalu ia memeriksa pasien-pasiennya. Kini, waktunya ia untuk beristirahat sejenak.

Galang melangkahkan kakinya menuju kantin.

"Pak Galang!" teriak seseorang dari arah belakang.

Galang menoleh ke belakang. Melihat seorang pria yang memakai seragam petugas rumah sakit.

"Iya, ada apa?" tanya Galang.

"Saya Nizar, Pak. Kepala gudang obat. Saya mau bilang ke Bapak, selaku pemilik Garein Hospital. Jadi begini, Pak, stok obat di gudang menipis, Pak. Perusahaan yang biasanya kita pesan obat tiba-tiba sudah tidak mengirim obat lagi semenjak seminggu yang lalu, mohon bantuannya, Pak. Tim kami sudah berusaha menghubungi pihak sananya, tapi tak kunjung ditanggapi," ucap Nizar sopan.

Galang menghela napasnya pelan. "Baik, segera saya hubungi kamu kalau saya sudah berhasil menghubungi perusahaan obatnya."

"Oh iya, nama perusahaannya apa? Bukannya kita ngambil obat dari dua perusahaan, ya?" lanjut Galang.

"Adinata Farma, Pak. Distributor obat-obatan khusus untuk penyakit dalam. Kalau Ariputra Farma, distributor obat-obatan khusus semua penyakit. Salah satunya penyakit yang ringan-ringan, Pak" jelas Nizar.

Galang mengangguk paham. Ia melanjutkan langkahnya sembari menggumamkan nama perusahaan itu. "Adinata Farma."

***

Seorang pria dengan hidung mancung itu berjalan semakin dekat ke arah makam yang bertanah kering.

Pria itu berjongkok, mengelus pelan nisan putih yang sudah sedikit kotor karena tanah.

"Hai, Arina. Aku balik lagi," ucap pria berjas hitam itu.

"Kamu lagi apa di sana? Di sana pasti lebih tenang, kan, daripada di sini?" tanyanya pada nisan yang bertuliskan Arina Felisia binti Firman Hadi.

Pria itu tersenyum tipis.

"Kamu tau, aku ketemu sama kamu lagi di sini. Tapi, kamu di jiwa yang berbeda."

"Nggak papa, kan, kalo aku suka sama dia?" tanyanya pada makam itu.

Pria itu mengecup singkat pucuk nisan putih itu.

"Aku rindu kamu, dan aku cuma bisa ngilangin rasa rindu itu kalo aku liat dia."

"Jangan cemburu, walaupun aku suka sama dia, tapi kamu tetep jadi yang pertama, Rin."

GAREIN [END]Where stories live. Discover now