GAREIN - 16

31.1K 4.8K 605
                                    

Malam yang sunyi dengan angin semilir itu kerap menemani Raisa dan Deo.

Kini, mereka tengah duduk bersampingan di Taman Kota. Terlihat lumayan ramai dengan beberapa pengunjung dan pedagang kaki lima.

"Saya mau tanya boleh?" ujar Deo.

Raisa mengangguk. "Boleh."

"Kamu pernah punya pacar?" tanya Deo.

"Pernah," singkat Raisa.

"Kenapa?" sambung Raisa.

"Gak papa," jawab Deo.

Raisa terkekeh melihat Deo. "Bilang aja Bapak kepo, kan, sama saya."

"Jangan terlalu percaya diri, gak bagus buat kesehatan mental," balas Deo.

"Bapak nyuruh saya ke sini cuma buat nanya saya pernah punya pacar apa enggak?" tanya Raisa. Ia mengucapkannya tanpa jeda.

"Enggak. Saya cuma gabut, makanya ngajak kamu ke sini," elak Deo. Ia terlalu gengsi untuk menyatakan bahwa ia sedikit kepo tentang Raisa.

Raisa hanya manggut-manggut agar atasannya ini tak perlu lagi mengelak.

"Bapak sendiri, punya pacar gak? Kan udah lama jadi duda," tanya Raisa.

"Belum pernah sama sekali semenjak saya berpisah dengan mantan istri saya," jawab Deo.

"Oh ... Kalo Reina, gimana? Bukannya Bapak suka ya, sama dia?" tanya Raisa lagi.

"Awalnya, saya kira Reina itu belum punya suami. Tapi setelah saya tau dia punya suami, ya saya berusaha ngilangin rasa itu.  Mudah bagi saya, karena rasa kecewa saya terhadap wanita lebih besar daripada rasa suka saya pada Reina."

Raisa tertegun mendengar pernyataan dari Deo. Ia bisa menebaknya bahwa Deo ini masih trauma dengan seorang wanita.

"Apa Bapak gak mau buka hati lagi?" tanya Raisa pelan.

"Mau, tapi gak sekarang. Saya masih butuh penyembuhan."

"Kalo saya yang jadi penyembuhnya, gimana?"

***

"Pagi-pagi makan es krim enak, ya?" sindir Galang pada Reina. Bumil yang satu ini emang tidak tahu diri.

Reina duduk menonton televisi dengan es krim di tangannya itu sangat merasa tidak terganggu dengan sindiran Galang.

"Terusin begitu, terusin," sindir Galang lagi. Ia terus memperhatikan Reina dari belakang.

"Kenapa, sih, Yang? Es krim tuh bagus buat perkembangan bayi. Kamu tuh, harus sering-sering ngobrol sama Dokter Rio deh, biar kamu tau ilmu tentang kehamilan," cetus Reina yang sembari terus menikmati es krimnya.

"Nanti kedinginan Garein Mininya, Reina," balas Galang.

"Alesan. Bilang aja kamu yang suka peluk-peluk aku. Memanfaatkan Garein Mini di segala situasi kamu, tuh."

"Kenapa Reina tau, sih?" batin Galang kesal.

"Enggak, tuh. Emang bener kok, kalo kebanyakan makan es krim, nanti bayinya kedinginan," elak Galang tak mau kalah.

"Ya udah, sini angetin!" pekik Reina kesal.

"Ribet deh, kamu," dengus Reina.

Galang mendekat ke arah Reina, ia duduk tepat di samping Reina.

Tangannya tergerak untuk mengelus perut buncit Reina. "Garein Mini sabar ya, Buna lagi mode marah-marah. Kamu jangan sampe tekanan batin di dalem sana," pesan Galang pada anaknya di dalam perut sana.

Reina geram mendengarkan ucapan Galang.

Ia menggeplak lengan Galang cepat. "Kamu kira aku ngapain Garein Mini, sampe-sampe mereka kena tekanan batin?" tanya Reina penuh amarah. Ia kesal dengan candaan Galang. Sudah tahu dia ini sedang sensitif, tapi kenapa Galang malah menggodanya.

"Iya-iya, maaf. Udah jangan marah-marah lagi, nanti kamu capek." Galang memeluk Reina dari samping. Ia menaruh kepala Reina di dadanya dan mengelus surai hitam Reina yang tergerai.

Reina semakin mengeratkan pelukannya di perut Galang.

Ia menaruh tangan kanan besar milik Galang di atas perutnya, dan meletakkan tangan kanannya sendiri di atas tangan kanan Galang. "Kamu pasti ada, kan, waktu aku ngelahirin?" tanya Reina lirih. Ia menatap Galang dari bawah.

Galang tersenyum. Ia menggenggam tangan Reina di atas perut buncit Reina. "Pasti dong. Aku, kan gak kemana-mana."

"Aku takut melahirkan, Lang," lirih Reina. Ia menatap Galang dengan kedua bola mata yang siap meluncurkan air matanya.

"Gak boleh nangis, udah mau punya anak, Reina harus jadi orang yang lebih dewasa lagi. Reina pengen Garein Mini lahir ke dunia, kan?" Reina mengangguk.

"Berarti Reina harus berjuang, biar Garein Mininya bisa lahir ke dunia. Bisa liat Buna sama Babanya," ucap Galang tersenyum. Ia mengusap air mata Reina yang sudah terjun sempurna di pipinya.

"Aku janji, Rein. Aku pasti ada saat kamu lahiran." Reina mengangguk. Ia membenamkan wajahnya di dada bidang Galang. Ia mengucap syukur dalam hati, ia sangat bahagia mendapatkan suami seperti Galang. Ia berdoa dalam hati, agar sang pencipta tak mengambil suaminya dari dirinya.

Ponsel Galang berdering. Ia langsung mengambilnya dari saku celana.

Tertera nama Aji di layar ponselnya. Aji, sang perawat dan asisten barunya.

"Halo, Ji. Ada apa?"

" .... "

"Oke, oke. 20 menit lagi saya sampai."

Tut.

"Kenapa?" tanya Reina.

"Ada pasien yang harus di operasi segera. Aku harus ke Rumah Sakit sekarang," jawab Galang.

"Aku ikut, ya?" pinta Reina dengan mengeluarkan puppy eyes-nya.

Percayalah, Galang akan lemah iman jika melihat Reina berpose imut.

"Ya udah, ayo!"

Galang dan Reina langsung bergegas keluar rumahnya. Mereka masuk ke dalam mobil dan melenggang pergi.

Beberapa menit kemudian.

Galang menggandeng tangan Reina memasuki Garein Hospital. Rumah Sakit mereka berdua.

Mereka berdua berjalan cepat tapi berhati-hati. Galang masih memikirkan Reina yang membawa anaknya. Ia tak bisa grusak-grusuk.

"Reina duduk dulu di sini, ya, aku mau ngoperasi orang dulu," titah Galang. Reina mengangguk.

Galang mengganti pakaiannya menjadi pakaian khusus operasi. Ia menyerahkan ponselnya kepada Reina. "Kamu main game aja kalo bosen. Tapi jangan lama-lama." Reina mengangguk patuh.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!" kata Galang.

Aji, sangat asisten baru itu memasuki ruangan Galang.

"Pagi, Dokter. Pasien sudah siap di Ruang Operasi," ucap Aji.

Galang mengangguk. "Ayo, kita ke sana!" balas Galang. Sebelum itu, ia menghampiri Reina dulu yang sedang duduk di sofa hitamnya sembari memainkan game.

"Kamu hati-hati, ya," pesan Galang.

"Kamu yang hati-hati, jangan sampe gara-gara kepikiran aku, kamu motongnya lambung bukan usus."

.
.
.
.
.

[JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!]

***
TBC!

GAREIN [END]Where stories live. Discover now