GAREIN - 27

26.7K 4.5K 1K
                                    

Pagi hari ini cukup cerah, cukup membuat suasana hati Reina sedikit bergembira. Ia masih tidak menyangka dengan perkataan Dokter kemarin yang memeriksanya. Semalaman ia memikirkan tentang anak kembarnya sekaligus omongan Mila yang tidak mengenakkan kemarin malam.

Reina mengelus perut besarnya di depan kaca rias. Pagi ini, ia sudah siap untuk memeriksakan kandungannya yang ke 8 bulan lebih. Ia telat pergi ke Dokter karena suasana hatinya yang tidak bisa diatur. Ia lebih sering tidak mood untuk saat-saat seperti ini.

Reina mengeluarkan ponselnya yang berdering dalam sling bag-nya. Reina membaca tulisan di layar ponselnya itu dan tertera nama Raisa. Reina tak mengangkatnya, ia kembali memasukkan ponselnya dalam sling bag dan berjalan menghampiri Raisa.

Reina langsung saja keluar dari rumahnya dan tak lupa menguncinya. Ibu hamil itu sudah izin dengan Mamanya lewat ponsel, karena Jasmine  sedang berada di luar kota untuk mengurus pekerjaannya.

Tanpa basa-basi Reina langsung saja memasuki mobil Raisa di kursi penumpang depan.

"Kok telpon gue nggak lo angkat?" tanya Raisa sembari menancapkan gas mobilnya.

"Gue udah tau lo di depan, ngapain terus gue angkat?" balas Reina.

Raisa mengangguk. "Seseneng lo aja deh."

"Eh, btw maaf ya, kemarin gue gak bisa jemput lo, nggak ngabarin lo juga," ujar Raisa penuh penyesalan. Ia takut Reina  terjadi apa-apa dengan sahabatnya.

"Santai aja. Gue tau, lo pasti sibuk, kan. Nggak mungkin juga lo selalu ada sama gue 24 jam. Makasih ya, udah mau nemenin gue selama ini. Udah sabar sama gue, udah sabar ngesupport gue walaupun gue gak pernah dengerin lo," jelas Reina penuh ketulusan. Ia tak tahu apa jadinya jika tak ada Raisa di sisinya.

Raisa menyunggingkan senyumnya sedikit. "Sama-sama. Lo harus sabar ya, lo harus semangat. Di dunia ini gak ada yang namanya abadi. Yang hidup, pasti bakal mati."

***

Sudah beberapa puluh menit yang lalu Reina dan Raisa mengantri untuk pemeriksaan kandungan.

Kini, waktunya si Reina cantik itu untuk periksa. Ia dan sang sahabat memasuki ruang periksa Dokter Sina, sang Dokter Kandungan.

"Pagi, Ibu Reina," sapanya hangat.

"Pagi, Dok," balas Reina dengan senyum hangatnya.

Reina dan Raisa duduk di kursi yang sudah disiapkan di depan meja Dokter Sina.

"Gimana Ibu, perasaannya? Udah mau melahirkan, nih," tanya Dokter Sina diakhiri kekehan.

Reina tersenyum tipis. "Seneng. Makin nggak sabar buat lahiran."

"Sebelumnya, saya turut berbelasungkawa atas meninggalnya Pak Galang. Saya harap, Ibu tetap kuat untuk anak-anak Ibu nantinya," ujar Dokter Sina.

Reina mengangguk pelan. "Makasih, Dok." Dokter Sina mengangguk.

"Oh iya, sesuai perkiraan Ibu akan melahirkan kurang lebih 3 minggu kemudian. Perkiraan ini bisa maju bisa mundur, jadi Ibu harus siap-siap, ya. Jangan sampai banyak pikiran, jangan sampai stress pokoknya ya, Bu," jelas sang Dokter Kandungan.

Reina mengangguk kecil.

Dokter itu menginterupsi Reina agar berbaring di brankar untuk mengecek bayinya yang berada di dalam perut. Dokter itu menyalakan mesin USG dan mengoleskan gel secara merata di perut besar Reina.

"Perutnya besar banget ya, Bu. Suka minum es, ya?" tanya Dokter Sina.

"Waktu trimester pertama aja sih, Dok. Makin tua  kandungannya makin jarang, sih," jawab Reina.

GAREIN [END]Where stories live. Discover now