GAREIN - 11

33.1K 5.2K 765
                                    

Galang sudah ingin memuntahkan seluruh isi di perutnya. Ia tak tahan lagi.

Dokter muda itu berlari kencang menuju kamar mandi. Ia muntah sebanyak-banyaknya di closet. Seluruh makanan yang ia makan dari pagi sampai daging biawak barusan ini, ia keluarkan semua. Wajahnya memerah menahan sakit di perutnya. Ia terduduk lemas di lantai kamar mandi.

Reina menatap Galang khawatir. Ia merasa bersalah karena telah menyuruh Galang menghabiskan sepanci sedang soto biawak yang ia buat.

Wanita itu menatap suaminya lekat. Ia menempelkan punggung tangannya di dahi dan leher Galang secara bergantian. Wajah lesu dengan keringat yang bercucuran di wajah Galang membuat Reina semakin takut. Ia bingung harus melakukan apa.

"Galang."

"Galang, kamu gak papa?" tanya Reina penuh kekhawatiran.

Galang tak menjawab. Ia sama sekali tak bertenaga.

"Ayo, ke kamar!" ajak Reina. Kemudian ia beranjak untuk mengalungkan tangan Galang ke lehernya dan tangannya yang menahan pinggang Galang.

"Pegangan aku, ya!" perintah Reina. Ia berjalan memapah Galang perlahan-lahan.

Reina sebenarnya tak kuat menahan tubuh Galang yang terbilang besar ini. Apalagi ia juga membawa anaknya di dalam perut. Bebannya menjadi dua kali lipat sekarang.

Galang menoleh ke arah Reina. Ia kasihan ketika melihat Reina yang berusaha memapah tubuhnya. Ia ingin sekali menyeka keringat di pelipis Reina, tapi tubuhnya sama sekali tak kuat. Ia benar-benar lemas sekarang. Mungkin ia tak cocok memakan daging biawak. Apalagi ini pertama kalinya ia memakan daging biawak dengan porsi yang cukup banyak.

Reina menidurkan Galang di kamar tamu dekat ruang keluarga. Kamarnya di atas. Tidak mungkin ia membawa Galang ke atas sana. Bisa-bisa ia lahiran sekarang juga.

Ibu hamil itu membenarkan posisi kepala Galang dan mengangkat kedua kaki Galang ke atas kasur.

Mata Reina sudah berkaca-kaca, bibirnya melengkung menahan tangisnya. Ia bingung ingin melakukan apa sekarang kepada suaminya. Menghubungi Mamanya atau Bunda mertuanya itu tidak mungkin karena sudah malam.

Galang memegang tangan Reina. Ia mengarahkan tangan Reina pada kancing bajunya. "Buka," pinta Galang. Reina pun mengangguk.

Ia membuka kancing baju Galang sampai bawah. Terlihat jelas keringat yang mengalir di perut Galang yang rata.

Galang mengatur nafasnya. Ia menggenggam tangan Reina dan  membawanya ke atas perutnya.

"Aku gak papa kok, kamu jangan khawatir berlebihan," ucap Galang dengan lemas.

Reina tak bisa membendung lagi tangisnya. Air matanya pun turun deras mengalir di permukaan pipinya. Ia menangis terisak-isak. Ia kesal dengan dirinya sendiri, kenapa ia selalu menginginkan hal-hal yang tidak wajar. Tapi ia tak bisa menahannya, karena Garein Mini yang memintanya.

"Aku gak papa, Sayang. Jangan nangis, ya. Nanti Garein Mininya sedih." Reina mengangguk sambil mengusap air matanya kasar.

"Udah, sini tidur. Besok aku sembuh," titah Galang. Ia menepuk pelan kasur di sampingnya.

"Bentar. Aku ambil minum dulu," ucap Reina. Ia berjalan pelan menuju dapur.

Reina mengambil dua gelas besar air mineral. Kemudian kembali ke kamar tamu yang ia akan singgahi bersama Galang malam ini.

"Minum dulu," ucap Reina. Ia sedikit mengangkat kepala Galang agar airnya tidak tumpah.

Reina mengelap bibir Galang dengan jari jempolnya, kemudian merebahkan tubuhnya di samping Galang. Ia tak memakai selimut karena badan Galang panas dan dipenuhi keringat.

Reina tak tega melihat Galang. Ini semua karena ulahnya.

Tangan Reina beranjak tuk mengelus perut Galang. Ia mengelusnya pelan-pelan.

"Cepet sembuh, ya."

***

Reina terbangun dari tidurnya kala mendengar ringisan dari mulut Galang.

"Lang, kamu kenapa?" tanya Reina. Ia memegang tengkuk Galang. Panasnya semakin tinggi.

"Lang, ke rumah sakit aja, ya. Aku takut, kalo kamu sakit gini," ucap Reina.

Galang tersenyum tipis. "Nggak papa, Rein. Kamu kompres aku aja. Nanti juga sembuh," lirih Galang. Entah ke berapa kalinya iya mengucap kata 'Gak papa' pada Reina.

Reina merasa bodoh kala tak bisa merawat suaminya dengan baik.

Reina mengangguk kepada Galang. Kemudian ia pergi menuju dapur guna mengambil air dan kain untuk mengompres Galang.

Tak lama Reina kembali, lalu menempelkan kain kompresan yang sudah basah itu ke dahi Galang.

"Minum obat, ya. Obat apa yang bagus buat ngilangin muntah-muntah?" tanya Reina.

"Ambil aja di kotak obat. Di sana ada obat buat ngilangin mual. Namanya mualisasi," jelas Galang. Reina pun mengangguk, kemudian bergegas menuju kotak obat itu berada.

Reina menangkap objek yang sedang ia cari. Ia langsung mengambil obat yang berbungkus warna kuning itu.

Reina mampir ke dapur dulu guna mengambil segelas air putih. Kemudian ia kembali ke kamar.

"Minum dulu obatnya," ucap Reina.

"Eh, tapi kan, belom makan ...," sambung Reina.

"Gak papa, ini obatnya boleh diminum sebelum makan, kok," jawab Galang dengan suara seraknya.

Reina mengangguk. Ia membuka bungkus obatnya, lalu ia taruh di mulut Galang. Ia juga membantu Galang meminum airnya.

Reina bernapas lega. Ia menuntun Galang agar berbaring lagi.

Reina mengecup dahi Galang. "Maafin aku, ya," ucapnya tulus.

Galang mengangguk pelan seraya tersenyum tipis.

"Aku bikinin bubur, ya?" tawar Reina.

Galang menggeleng. "Nggak usah."

"Kenapa? Kamu takut aku bikinin bubur biawak?" Galang menggeleng cepat.

"Kamu trauma ya, sama masakan aku?"

.
.
.
.
.

[JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!]

***
TBC!

GAREIN [END]Where stories live. Discover now