GAREIN - 20

29.7K 4.4K 808
                                    

Reina mengambil rantai kalung Galang yang terputus. Ia menatapnya dengan haru. Apakah Galang-nya tidak apa-apa di sana?

Ia memegang kepalanya yang terasa pening. Matanya memburam dan ia tak kuat menopang badannya.

"Mama ...!" teriak Reina. Ia memegangi kepalanya dan perutnya. Perlahan ia merendahkan badannya dan duduk di lantai. Tak kuat ia menahan kepalanya yang terasa sangat pusing. Perlahan, matanya tertutup.

"Reina!" Jasmine berlari ke arah anaknya yang sudah terkapar di lantai.

Wanita paruh baya itu menatap anaknya khawatir. Ia menepuk-nepuk pelan pipi Reina.  

Jasmine mengambil ponselnya di kamar, lalu menelepon Raisa. Ia tak tahu harus mengabari siapa saat ini.

"Iya, Tante, kenapa?"

"Kamu bisa tolongin Tante, gak? Reina pingsan."

"Hah? Kok, bisa? Raisa ke sana sekarang, Tante."

Jasmine mematikan sambungan telepon.

Jasmine kembali ke anaknya. Ia membawa minyak angin untuk membangunkan Reina.

"Kamu kenapa, Na?" desis Jasmine. Ia takut terjadi apa-apa kepada anaknya. Ia memangku kepala Reina di pahanya seraya terus mengoleskan minyak angin di lubang hidung anaknya.

Tak lama sahabat anaknya itu datang.

"Reina kenapa, Tante?" tanya Raisa khawatir. Ia melihat wajah sahabatnya itu pucat pasi.

Raisa mengamati benda yang Reina pegang rapat. Ia mengambilnya dari tangan Reina. Ia belum pernah melihat kalung itu sebelumnya.

"Ayo bantu, Tante, Raisa. Kita angkat Reina ke kamar." Raisa mengangguk.

***

Matahari yang terik, dengan panas yang menyengat menemani Galang hari ini.

Dokter muda nan tampan itu duduk di batu besar tepat di bibir pantai. Ia menikmati semilir angin ditemani suara ombak yang bergemuruh. Hatinya merasa tak tenang, memikirkan pasiennya dan keluarganya yang jauh di sana. Ia berharap, semuanya akan cepat pulih kembali.

"Dokter Galang!" sapa gadis kecil dari arah belakang. Ia berjalan teratih-atih menghampiri Galang.

Sang pemilik nama pun menoleh dan langsung turun dari batuan besar yang ia duduki. Ia menghampiri Naina.

"Kamu ngapain di sini? Kaki kamu kan masih sakit," ujar Galang.

Naina menggeleng pelan. "Aku bosen di tenda. Kita main aja, yuk!" ajak Naina penuh semangat. Ia menggenggam tangan Galang penuh harap. Berharap sang Dokter tampan ini mau bermain dengannya.

Galang menyamakan tinggi badannya dengan Naina. "Mau main apa?" tanyanya.

"Kejar-kejaran," jawab Naina tersenyum.

"Kaki kamu, kan masih sakit, larinya pelan-pelan aja, ya?" titah Galang. Naina pun mengangguk senang.

Naina berlari kecil seraya memegangi kakinya yang sakit.

"Ayo, Dokter, kejar aku!" teriak Naina senang. Ia tertawa riang meski kakinya masih terasa sakit.

Galang berlari pelan-pelan mengejar Naina. Ia sengaja memperlambat larinya agar Naina senang. Pasti gadis kecil cantik itu merasa dirinya menang dan pandai berlari.

"Naina, lari ...!" teriak Galang. Ia sedikit tertawa.

"Dokter Galang, pergi ...!" balas Naina. Ia terkikik kala menoleh ke belakang memperlihatkan Galang yang susah menggapainya.

"Yes, aku menang!" batin Naina senang.

Galang berhenti berlari, ia duduk di hamparan pasir putih sembari melihat Naina yang berlari kecil.

Gadis itu menoleh ke belakang, ia sadar jika Dokter tampan itu tak lagi mengejarnya. Naina berjalan menuju ke arah Galang.

"Dokter kok, berhenti, sih?" tanya Naina. Ia duduk di samping Galang.

"Gak papa. Dokter keinget sama istri Dokter," jawab Galang.

Naina melihat wajah Galang yang sedih. Ia berucap, "Yang sedih bukan Dokter aja, kok. Naina juga sedih ditinggal Bunda sama Ayah, Naina. Bahkan mereka gak bisa balik lagi."

***

"Udah ya, Na, lo jangan nangis terus. Galang pasti gak papa, kok. Dia, kan lagi kerja. Pasti sibuk, kan? Di sana juga daerah terpencil, pasti susah nyari sinyalnya. Lo jangan nethink mulu dong."

Reina memeluk Mamanya erat. "Gimana gak nethink sih, Sa. Orang ini udah 2 hari gak ada kabar. Ya wajar dong, gue khawatir sama suami gue," jawan Reina sembari terisak-isak. Ia kembali mengatur napasnya.

"Makanya, selagi ada tuh, lo jangan jadi istri yang durjana. Belajar jadi istri solehot," cetus Raisa. Ia khawatir sekaligus kesal kepada Reina.

"Solehot yang hot gitu, maksud lo?"

"Serah, ah! Tante, anaknya nyebelin banget, tolong dong, masukin lagi ke rahim, Tante," rengek Raisa pada Jasmine. Ia sudah tak sanggup lagi menangani Reina.

Reina menghadap ke Jasmine. Seketika ia teringat dengan kalung Galang yang putus tadi.

"Mama, keliatan kalung gak? Kalung yang tadi aku pegang," tanya Reina.

"Gue taruh di laci kaca rias lo. Biar gak ilang," jelas Raisa.

Jasmine menyisir rambut Reina ke belakang menggunakan jemarinya. "Itu kalungnya Galang bukan, sih, Na?" tanya Jasmine pelan. Ia takut anaknya menangis lagi.

"Iya, Ma. Makanya aku takut banget ada apa-apa sama, Galang," balas Reina.

Raisa menghela nafasnya pelan. "Lo jangan takut, Galang pasti gak papa. Lo berdoa aja yang banyak."

***

Galang dan Naina sudah balik ke tenda. Dokter itu menyuruh gadis kecil cantik untuk tidur. Kakinya belum sembuh, ia harus banyak istirahat.

"Dokter Galang mau ke mana?" tanya Dokter Zafi.

"Nyari sinyal, Dok. Saya perlu hubungin istri saya," jawab Galang.

"Saya ikut, ya. Saya juga mau hubungin istri saya," ujar Dokter Zafi. Galang mengangguk sebagai jawaban.

Mereka berdua berjalan bersamaan sembari mengangkat ponsel yang di genggaman tinggi-tinggi.

Mereka sudah sampai di dataran yang lumayan tinggi. Hanya terlihat pepohonan dan rumah-rumah kecil yang roboh. Sama sekali tak ada kehidupan.

Tut ... Tut ....

"Halo?"

Ponsel Galang tersambung ke Reina. Dengan cepat ia menjawab ucapan Reina.

"Rein, Reina? Kamu denger?"

"Reina, halo?"

"Galang?!"

"Reina, halo. Kamu denger?"

"Sayang?!"

Tut.

Sambungan terputus. Sinyalnya sama sekali tak bagus. Suara Reina terputus-putus.

Galang terus berjalan mundur untuk menemukan sinyal lagi. Hingga tak sadar ia salah melangkah, dan, "TOLONG ...!"

.
.
.
.
.

[JANGAN LUPA VOTE & KOMEN!]

TBC!

GAREIN [END]Where stories live. Discover now