GAREIN - 28

26.3K 5.2K 1.7K
                                    

Pria bertubuh lemas itu berjalan gontai menuju tempat yang lebih ramai. Agaknya sedikit susah karena ia sudah berjalan sejauh mungkin tapi belum menemukan titik temu. Yang ia lihat hanyalah hutan yang dipenuhi pohon-pohon besar dan ranting-ranting yang berjatuhan dan kering. Kepalanya pusing, sekilas tentang kejadiannya itu berputar di otaknya. Entah kejadian yang sudah berapa lama ia lalui. Bahkan, saat ini ia tidak tahu hari apa dan tanggal berapa. Kemungkinan, di sini ia sudah cukup lama. Kejadian tsunami itu mengingatkannya pada Naina, gadis kecil yang ditinggal oleh kedua orangtuanya akibat bencana alam itu.

Pria bercelana hitam panjang dengan kemeja biru dongker yang lusuh itu memegangi kepalanya. Sesekali ia meringis karena tubuhnya yang sangat sakit. Ia rasa, tubuhnya bolak-balik terpental karena arus ombak tsunami.

Pria jangkung itu kembali berjalan menelisik hutan itu. Ia berjalan teratih-atih karena ia sama sekali tak mempunyai tenaga.

Tiba-tiba, jantung sang pria jangkung itu berdetak hebat. Rasanya seperti ada aluran sinyal dari dalam hatinya.

Kepalanya kembali berpikir. Tanpa izin, air matanya itu tiba-tiba luruh di kedua pipinya.

"Reina."

***

Ibu hamil itu berjalan menuju ruang keluarga. Ia menyapa Ibunya yang sedang asyik menonton berita di televisi.

Wanita berbadan dua itu duduk tepat di samping malaikat tak bersayapnya.

"Ma, sarapan, yuk. Temenin Reina," pinta Bumil itu seraya merangkul lengan kiri sang ibu.

"Ayok," jawab Jasmine sambil mengangguk.

Dua wanita cantik itu berjalan menuju dapur. Mereka berjalan bergandengan sampai di meja makan.

Jasmine duduk berhadapan dengan Reina. Wanita paruh baya beranak satu itu mengambilkan lauk pauk dan sayur-sayuran untuk anaknya.

"Makan, ya. Biar anak kamu sehat," titah Jasmine yang tersenyum.

Reina mengangguk patuh.

Keduanya mulai melahap makanannya tanpa bersuara.

Reina menelan makanannya dengan bersedih. Ia teringat dengan soto biawak yang ia masakkan untuk Galang. Anggaplah dia ini adalah istri durhaka karena telah mengidam yang tidak-tidak. Reina berjanji dalam hati, jika suaminya masih hidup, ia tak akan memasakkan suaminya yang aneh-aneh lagi.

Reina mengelus perut buncitnya. Ia bersyukur, karena selama Galang tidak ada, anak-anaknya itu tak menginginkan apapun alias ia tidak mengidam. Bayi kembar itu sangat perhatian kepada Bunanya.

Reina menyentuh rantai kalung yang terpasang cantik di lehernya. Suaminya terasa dekat dengannya semenjak ia memasang kalung itu kemarin hari.

Jasmine tersenyum miris melihat anaknya. Ia tahu jika anaknya itu masih sangat sedih atas kepergian mertua sekaligus suaminya. Tapi apa boleh buat, ia harus membuat Reina agar selalu ikhlas dengan kepergian orang-orang tersayangnya.

Jasmine mengelus punggung tangan Reina. "Sabar ya, Sayang. Pelan-pelan aja kalo masih susah." Reina mengangguk. Ia paham sekali apa yang dimaksud oleh Mamanya.

Keduanya kembali memakan sarapannya.

***

"Bu, ini bener kita mau ke rumahnya, Mbak Reina?" tanya Mila dengan raut wajah yang cemas.

"Iya ih, tanya mulu," dengus Monica---Bu RT a.k.a Ibunya Mila.

"Iya, kita kan, belum takziah setelah ada kabar Dokter Galang itu meninggal," timpal Bu Rika, selaku ustadzah di Komplek Sarina.

GAREIN [END]Where stories live. Discover now