Bagian 22

135 21 0
                                    


Happy Reading^^

.

.


"Assalamualaikum." Ucap bunda di telfon.

"Waalaikum salam." Balas Nesa.

Sudah 2 Minggu lamanya orang tua Nesa di Malaysia. Dan besok hari pertama Nesa kembali sekolah. Namun sepertinya orang tuanya belum ada niatan untuk kembali. Nesa benar-benar kesepian selama ini. Meskipun ada Randi, Alfan serta Olivia yang bermain, tapi tetap saja ada yang kurang.

"Kapan pulang bun?" Tanya Nesa. Gadis itu sudah merindukan mereka. Ia menahan isakan nya agar tidak di dengar Nadia.

"Bunda juga gatau nak. Ayah kamu disini banyak banget kerjaannya. Bunda juga udah suruh dia pulang, tapi katanya kontraknya belum selesai. Maafin bunda ya Nak. Mungkin sekitar 1 Minggu lagi bunda sama ayah pulang. Kamu mau dibawain apa sama bunda dari Malaysia?"

Nesa menggeleng pelan.

"Nesa gak mau apapun Bun. Nesa cuma mau bunda sama ayah pulang. Cepet pulang ya, jangan lama-lama disana. Inget, nesa itu anak kalian, Nesa juga kesepian tanpa kalian." Satu tetes air mata berhasil turun dari mata gadis itu.

Padahal ia hang ditinggalkan ke Malaysia, dan pasti bisa bertemu kembali. Tapi tetap saja ia tak bisa menahan rindunya itu.

"Iya sayang, Bunda paham kok. Udah jangan nangis, jelek tau. Orang tua mana sih yang gak rindu jauh dari anak nya? Semua orang tua pasti begitu Nes. Bunda juga kangen sama kamu. Tapi bunda juga gabisa ngapa-ngapain selain nunggu kerjaan ayah kamu selesai. Kamu sabar dulu ya."

"Nesa sabar kok." Tangannya bergerak naik mengusap air mata yang sempat melewati pipinya itu.

"Besok mulai sekolah ya?" Tanya bunda dengan nada lembut.

"Iya Bun,"

"Yaudah, semangat anak bunda. Jangan nakal ya. Buat ayah sama bunda bangga sama kamu. Ayah sama bunda sayang banget sama kamu. Sehat-sehat disana ya."

Isakan Nesa semakin kencang. Mungkin bunda juga bisa mendengar nya. Sekuat tenaga, gadis itu mencoba menghentikan isakannya itu dengan menggigit tangannya hingga darah segar keluar.

"Jangan nangis dong. Kalo kamu sedih, disini bunda juga gak tenang sayang. Nesa anak kuat kan? Hm? Tinggal satu Minggu lagi. Doain aja ya sayang, semoga ayah kamu segera selesai kerjaannya. Biar kita langsung terbang deh ke Jakarta."

"I-iya bunda. Nesa tunggu kedatangan kalian." Sahut Nesa dengan suara parau nya.

"Bunda tutup dulu telfonnya ya. Sebentar lagi ayah kamu pulang, bunda mau masak dulu."

"Iya Bun."

Nesa menutup telponnya sepihak. Ia melemparkan handphone nya ke sembarang arah. Pandangannya mengarah ke langit-langit kamar. Air matanya kembali turun mengenai telinga.

Lampu kamar ia sengaja matikan. Ia ingin menikmati kegelapan. Perlahan, matanya tertutup. Mimpi indah pun menghampirinya.

***


Gelapnya malam kini tergantikan dengan terang nya matahari pagi. Nesa, gadis itu masih bergulung dengan selimutnya. Wajahnya begitu tenang. Namun sedetik kemudian, alarm berbunyi begitu keras hingga tak sengaja Nesa lempar hingga alarm itu hancur.

"Ehh," Nesa terbangun. Ia melihat jam weker nya sudah hancur di lantai. Gadis itu menepuk jidatnya.

"Huft, hancur kan? Salah siapa? Hah?" Monolog Nesa.

Ia kemudian bangkit. Membereskan tempat tidurnya. Karna memang Nesa selalu dibiasakan untuk membereskan kamar nya sendiri tanpa bantuan pembantu. Jadi hal itu sudah terbiasa bagi Nesa.

Kakinya melangkah memasuki kamar mandi. Menyalakan shower hingga mengeluarkan air hangat dan mengguyur tubuh Nesa. Gadis itu menikmati nya.

Sedangkan Randi. Laki-laki itu sedang memasukan semua keperluannya. Sekarang pelajaran barunya akan dimulai, jadi ia pun perlu buku baru untuk mencatat semua materi. Ia sudah siap sejak 10 menit lalu. Randi memang laki-laki idaman. Sebelum adzan subuh saja sudah bangun.

Laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Disana sudah ada keluarganya, kecuali dirinya.

"Pagi eperibadi." Sapa Randi.

"Pagi," balas Tia.

"Alisa nanti berangkat bareng Abang ya." Gadis itu membuka suara.

Yap, kini Alisa masuk SMA. Dan Tia mendaftarkan nya di sekolah yang sama dengan Randi. Agar Randi juga bisa menjaga Alisa.

"Ya harus dong..."

"Pah," Randi menoleh kearah Adi.

Laki-laki paruh baya itu menoleh. Adi hanya berdehem sebagai balasan.

"Abang boleh ya bawa mobil ke sekolah. Soalnya kalo di motor bertiga gak bakalan muat." Randi sedikit takut untuk berbicara hal itu, tapi inj harus ia lakukan. Bagaimana pun, Nesa adalah kekasihnya. Ia juga punya tanggung jawab untuk menjaganya. Karna itu juga janjinya kepada bunda.

"Bertiga?" Adi mengerutkan dahi.

Randi mengangguk, "Sama Nesa."

"Boleh kok sayang. Lagian kasian Nesa, masa iya mau berangkat sama sepedanya." Sahut Tia antusias.

"Ya papah si gak masalah. Asal hati-hati aja bawanya."

Randi tersenyum. "Iya pah, Randi janji. Bakalan hati-hati kok."

Semuanya kini terdiam. Menikmati sarapan nasi goreng buatan Tia yang nikmatnya tiada Tara.

Nesa kini juga sudah siap dengan seragam barunya. Karna yang kemarin sudah sedikit ketat, hingga membuatnya merasa tak nyaman. Gadis itu memakaikan jam tangan di tangan kirinya. Setelah dirasa sempurna, ia segera bergegas turun kebawah dan sarapan susu dan roti yang dibuat oleh bi Ratna.

"Pelan-pelan non makan nya." Peringat Bi Ratna.

"Udah hampir jam 7 bi, nesa harus segera berangkat." Tangan kanan nya mengambil segelas susu dan meminumnya sampai habis.

Nesa kemudian bangkit. Ia menghampiri Art nya dan menyalaminya. Gadis itu selalu diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua, dan kebiasaan itu berhasil menempel di diri Nesa.

Kakinya melangkah keluar dari rumah. Di halaman, ia melihat Randi dan mobilnya terparkir. Laki-laki itu tersenyum kearah Nesa.

"Nesa, ayok bareng." Ucap Randi.

Namun Nesa menggeleng, "Gapapa ran, gue mau pake sepeda kok."

"Berangkat bareng mereka aja nak, udah siang. Kalo pake sepeda, takutnya kesiangan." Ucap Tia di depan rumahnya.

Nesa hanya menghela nafas. Ia kemudian menyetujui ajakan mereka.

"Alisa mau duduk dibelakang aja kak." Ucap Alisa.

"Ehh, biar kakak aja Lis. Kamu di depan sama Abang kamu."

"Ga perlu kak, Alisa emang suka duduk di belakang."

Tanpa berkata lagi, mereka bertiga kini memasuki mobil. Randi dengan perlahan menginjak pedal gas nya dengan kecepatan normal.

***

Mereka kini sudah sampai di halaman sekolah. Randi membawa mobilnya ke tempat parkir yang berada di dalam sekolah.

Halaman sekolah dipenuhi oleh murid baru. Begitu juga dengan Alisa.

Gadis itu celingukan melihat tempatnya yang lumayan elit. Gedung nya itu memang hanya 3 tingkat, tapi fasilitas nya begitu lengkap. Itu sebabnya Alisa juga dimasukkan kesana.

"Bang, kelas 10 ada dimana?" Tanya Alisa penasaran.

"Nanti Abang tunjukkin."

TBC....

Departure✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang