Bagian 18

236 24 0
                                    

Happy Reading^^

.

.

Alisa baru saja bangun dari tidurnya. Kemarin saat pulang, ia tidak menemui keluarga nya terlebih dahulu, melainkan langsung memasuki kamarnya. Ia tak ingin orang tuanya khawatir, apalagi penampilan gadis itu sangat berantakan. Beruntung nya suasana rumah kemarin sedang sepi.

Keadaan Alisa begitu kacau. Matanya sembab karna semalaman ia menangis dalam diam. Semua manusia juga pasti merasakan lebih sakit menangis tanpa suara daripada menangis histeris. Begitupun dengan Alisa.

Ada bekas luka di bibirnya, namun sudah sedikit membaik. Tubuh gadis itu sedikit lemas karna dari kemarin ia tak makan. Semalam Tia mengantarkan makanan, namun Alisa berbohong, ia bilang dirinya sudah makan tadi di cafe selepas pulang sekolah.

Tubuh Alisa luruh di lantai. Ia sudah ternodai. Ali memang brengsek. Lagi-lagi Alisa menangis. Wajahnya ditutupi kedua telapak tangannya.

"Hiks, kak Ali jahat." Lirih Alisa.

"Alisa benci kak Ali!"

"Kenapa Alisa harus ketemu kak Ali sih?"

"Kenapa kak Ali ngelakuin ini sama Alisa? Kenapa?"

Gadis itu terus berbicara sendiri dihadapan cermin. Tangannya bergerak memegang luka di bibirnya.

"Kak Ali udah bikin Alisa luka."

"HAAAAAAAAAAA."

Alisa berteriak kencang. Gadis itu menjambak rambutnya sendiri. Ia benar-benar dibuat frustasi. Lama-lama ia bisa gila karna laki-laki itu. Apalagi mental diusianya masih sangat rentan akan terjadinya hal buruk. Ali memang keterlaluan.

Kamar Alisa memang kedap suara. Walaupun ia berteriak, tak akan ada yang mendengarnya.

"Hiks, mamahh."


***

"Gimana pak? Ada kabar tentang pasien saya? Ini udah 2 Minggu lebih loh pak, kenapa belum ada kabar sama sekali?" Ujar Alfan. Ia benar-benar mengkhawatirkan pasiennya itu. Apalagi dari pihak keluarga juga sudah datang.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dokter. Tapi sepertinya penculik itu tidak meninggalkan tanda-tanda apapun. Ini benar-benar membuat kami kesulitan. Kami masih butuh waktu dok, tolong mengerti."

Brakk

Alfan menggebrak meja dengan keras hingga membuat beberapa petugas polisi disana menatap nya.

"Tolong jangan buat keributan, ini kantor polisi, bukan rumahmu!" Tegur salah satu polisi.

Alfan menghela nafas.

"Ini soal nyawa seseorang pak. Saya mohon, mohon sekali untuk berusaha lebih keras lagi. Bagaimana kalau dia di apa-apakan oleh penculik itu karna kelalaian kalian? Apa kalian bisa tanggung jawab? Hah?" Nafas Alfan menggebu-gebu. Ia benar-benar dibuat emosi oleh polisi ini. Pihak keluarga nya sedang khawatir, tapi mereka malah banyak bersantai.

Departure✓Место, где живут истории. Откройте их для себя