Bagian 21

127 22 0
                                    

Happy Reading

"Gue udah capek banget sama Ali. Kelakuannya makin kesini makin keterlaluan gak sih." Erwin memijat pangkal hidungnya.

Ia sedang berkumpul bersama keenam temannya, Ali tidak ikut serta. Laki-laki itu pasti sedang melakukan kegiatan nya seperti biasa.

"Tapi kita bisa apa? Kita orang gak punya. Gue juga perlu sekolah, beruntung bisa dapet beasiswa jalur Ali. Kalo enggak? Kayaknya gue gak bakalan bisa gapai cita-cita gue buat jadi dokter biar bisa ngobatin orang-orang yang gak mampu." Timpal Amar.

Semuanya terdiam. Mereka tak punya kuasa apapun. Jika mereka melawan, maka mereka tak bisa jadi kebanggaan keluarga nya masing-masing. Karna seluruh biaya mereka ditanggung oleh Ali. Mereka orang yang kurang mampu. Sedangkan orang tua mereka memiliki impian tinggi untuk anak-anak mereka.

"Gue udah coba peringatin dia kemarin, tapi dia tetep kekeh sama pendiriannya. Dia emang gak waras." Sahut Kenzo.

"Yang gue takutin itu, ketika karma datang, kita malah kena imbasnya." Beni ikut bersuara.

"Gak! Gak mungkin! Apa yang kita lakuin? Kita kan gak ngelakuin apa-apa. Kita diem, sedangkan yang berulah itu Ali. You understand?" Wendi bangkit dari tempat duduknya. Ia pergi meninggalkan keenam temannya. Ia sudah lelah, tubuhnya perlu istirahat.

"Udahlah, biarin aja dulu. Tinggal satu tahun lagi, kita terlepas dari Ali. Jadi, mau berbuat apapun dia, kita ga perlu tahu. Kita akan jalani hidup masing-masing setelah lulus." Paisal tersenyum. Ia juga sebenarnya lelah untuk jadi pembantu Ali, namun ia tak berdaya.

Sekolah Jayapura adalah sekolah favorit di Jakarta. Pelajarannya cukup bagus. Banyak orang yang minat masuk kesana, namun biayanya itu membuat merinding.

Seperti ketujuh orang itu, setiap dari mereka punya impian masing-masing. Mereka harus mewujudkan nya agar hidupnya bisa menjamin dimasa depan. Hingga suatu hari, mereka tak sengaja bertemu dengan Ali.

Mereka awalnya tak tahu siapa Ali, namun dari salah satu siswa disana mengatakan bahwa Ali itu anak pemilik sekolah SMA Jayapura.

🌸🌸🌸

"Lis, ikut jalan-jalan gak?" Tanya Randi. Ia memasuki kamar Alisa. Laki-laki itu sudah siap dan memakai celana training dan kaos hitam. Kakinya dibalut sepatu olahraga, dan kepalanya dipakaikan topi. Sangat simple, namun bisa membuat aura dari laki-laki itu keluar. Alisa saja sampai terpesona melihatnya, apalagi Nesa.

"Wihh, gantengnya abangku." Alisa menyatukan kedua tangannya dan menggenggam nya.

"Baru nyadar? Padahal udah dari calon sperma loh gantengnya." Tangan Randi terangkat, ia melepaskan topinya. Lalu menyisirkan rambutnya ke belakang dengan tangan kanannya.

"Beuhhh,"

"Mau ikut gak?"

Alisa bangkit, "Ikut dong, wajib malah."

"Tapi bareng Nesa juga."

"Gapapa, biar rame. Ntar kalo di jalan Abang pasti disangka pacarnya dua, akur lagi hahahaha."

Tawa gadis itu benar-benar lepas tanpa beban. Setelah Randi menghampiri nya di waktu itu, Alisa kini bisa melupakan semuanya. Ia harus kembali ceria. Apa gunanya dengan murung, ia tidak bisa untung dengan seperti itu.

Departure✓Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu