[23] Kak Raisa

5 3 0
                                    

Untuk Wulan....

Dalam mengambil sebuah keputusan, selalu ada hal yang kita korbankan. Entah itu meninggalkan sesuatu, atau malah mengorbankan perasaan sendiri. Di dalam hidup, kita bisa memilih. Memilih untuk berbahagia, atau terjebak dalam duka yang sebenarnya kita ciptakan sendiri.

Jangan menggantungkan bahagia kita pada seseorang. Manusia bisa membuat kecewa, pun membuat kita semakin jauh dari kata bahagia itu sendiri. Sekalipun kamu tidak memilih untuk berada dalam keadaan ini, tapi kamu cuma punya dua pilihan, memulai semuanya dengan hal baru, atau terjebak ilusi kesedihan yang sengaja kamu ciptakan sendiri. Tapi aku percaya, kamu adalah seseorang yang tahu bagaimana caranya menjaga batas-batas tertentu dalam diri kamu. Sama halnya seperti kamu memutuskan untuk berubah.

Kalau kamu lelah, Baca Buku Ini Saat Engkau Lelah. Kalau kamu ingin berubah, Baca Buku Ini Saat Engkau Ingin Berubah. Jika kamu ingin tahu makna kehidupan, belajarlah dari Filosofi Teras. Dan barengi dengan melakukan challenge 40 hari ini.

Salam hangat,
Raditia F.

💌💌💌

"Abis Ashar, Tia sama Tata pulang ya, Lan."

"Oke." Aku mengangguk, lalu kembali sibuk menulis tugas resume. Akhirnya aku mempunyai ide untuk menitipkan setiap tugas pada Tata karena aku tak mau ketinggalan banyak dan nilaiku menjadi turun. Setiap pagi aku akan menunggu Tata di simpang jalan ke kost dan memberikannya.

"Tata kenal sama cowok kemarin, ya?" tanyaku menatap Tata yang sedang menonton film di ponselnya.

"Yang mana?" Dia menyahut tanpa menoleh.

"Yang kemarin kita ketemu depan rektor, itu."

"Oh. Iya, tapi siapa ya namanya, Tata lupa."

"Kenal di mana?" tanyaku berminat.

Tata mem-pause filmnya, lalu menatapku. "Pas Wulan ke aula. Tata kan makan dulu sama Tia di belakang gedung K. Nah, pas mau sampai gerbang dia itu nanya-nanyain ke yang lain, Tata tu yang mana. Dan dia minta nomer Tata, bilang kalau Wulan abis nangis di depan aula. Tata mau nyusulin tapi nggak boleh. Makanya baru datang besoknya."

Aku mengerjap-ngerjap, sulit dipercaya bila Radit melakukan itu. Berarti dia mendengar dari awal perdebatanku dengan Tisa. Kenapa Radit bisa sebaik itu padaku?

"Siapa sih dia? Beneran pacar Wulan, ya?"

"Hah?" Aku tersentak dari lamunan. "Eh, bukan, kok."

"Tapi dia bilang pacarnya Wulan kok di video," bantah Tia.

"Eh? Masa, sih? Wulan nggak tahu dia bilang itu." Aku mengalihkan pandangan untuk fokus lagi pada resume. Merasa sedikit terintimidasi dengan pertanyaan itu.

"Ih, beneran." Tata duduk di kasur, menatapku agar dipercaya.

"Ya, tapi kenyataannya enggak, kok. Wulan aja baru kenal sama dia." Aku kembali mengelak. Sepertinya berhasil mengalihkan perhatian mereka.

"Kenal di mana?" Mutia membuka bungkus keripik baladonya. Kubiarkan saja mereka makan, lagi pula aku sama sekali tak tergoda untuk membatalkan puasa meski mereka makan ayam sekalipun.

"Di Hawaya," sahutku malu-malu.

"HAH?" Keduanya sama-sama kaget, dan membuatku terlonjak karena suaranya mengusik telinga sampai ke jantungku.

40 HARI TANPA KAMU [Dilanjutkan di Fizzo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang