"Kuy! Lo lupa hari ini lo udah janji mau nemenin gue pergi buat cari sepatu?"
Daniel yang paham dengan maksud kedatangan sahabatnya tersebut hanya mengangguk.

"Tunggu gue ganti baju dulu."

Mengerti itu Dodit pun langsung melenggang dari kamar cowok itu. Ia turun menuju ruang keluarga untuk kembali menyantap pisang goreng yang disajikan oleh art Daniel sembari menunggu cowok itu selesai.

"Wajah baru stok lama."

'"Buka topengnya, sesuatu yang menghancurkan kepercayaan."

Daniel masih tak paham dengan semua pesan ini. Ia mencoba mencerna tiap kata dalam rangkaian pesan yang layaknya sebuah teka-teki yang menuntut sebuah jawaban. Namun ia mengedikkan bahunya, yang harus ia lakukan saat ini adalah menepati janjinya dengan Dodit yang beberapa hari lalu terus merengek padanya agar ditemani pergi untuk membeli sepatu.

***

Dibawah langit yang mendung itu, Rindu berjalan menapaki trotoar. Hari ini hari kesialan baginya. Mobilnya mogok saat perjalanan menuju sekolah dan berakhir berjalan kaki seperti saat ini. Tak hanya itu, buku tugas yang ia kerjakan semalam tertinggal di rumah alhasil ia pun mendapat wejangan dari bu Weni. Tadinya ia berniat untuk pulang menggunakan ojol tapi paket internetnya habis. Ia sempat menunggu taksi namun langit semakin meredup membuatnya bergegas meninggalkan sekolah.
Rindu berdecak pelan tangannya tak lepas memegangi tali ranselnya. Deru motor yang bising membuatnya menoleh ke belakang.

"Ikut gue," ujar Daniel setelah membuka kaca helmnya.

"Ogah."

"Lo nggak capek jalan kaki? Nggak usah gengsi, entar lo kehujanan."

Rindu terdiam bola matanya menatap langit diatas sana. Gumpalan awan hitam pekat menutupi matahari mungkin tak lama lagi turun hujan. Ia tak apa jika basah karna hujan namun tidak dengan bukunya.

"Kemana?"

"Buruan naik."

Dengan berpegangan bahu Daniel, Rindu berhasil naik ke jok belakang motor Daniel. Motor pun melaju setelahnya. Ia memejamkan matanya saat angin menyapu wajahnya rambutnya yang digerai pun tertiup angin. Perlahan rintik hujan mulai Turun setetes dan disusul bulir-bulir air berikutnya.

"Pegangan."

Rindu membuka matanya setelah mendengar seruan dari Daniel.

"Apa?!"

Bukanya menjawab Daniel malah menambah kecepatan laju sepeda motornya. Ia memang sengaja, sebab gadis di belakangnya ini sangat susah jika disuruh pegangan alih-alih menuruti yang terjadi adalah debat. Daniel menghentikan laju motornya tepat didepan sebuah cafe bernuansa alam. Ia sengaja mampir ke cafe ini karena jika ia menerobos hujan bisa-bisa Rindu demam disisi lain ia tahu gadis yang duduk di belakangnya itu paati belum mengisi perutnya sejak pagi. Karena ia selalu mengawasi Rindu diam-diam.

"Kok berhenti?"

"Kalo nerobos hujan yang ada kita basah, turun."

Rindu langsung turun disusul dengan Daniel merekapun masuk ke dalam cafe tersebut. Rindu memilih spot di dekat jendela kaca karna ia bisa melihat hujan meskipun terhalang oleh kaca. Waiters dengan mengenakan seragam hitam putih menghampiri meja mereka.

"Permisi mas sama mbaknya mau pesen apa?"

Daniel langsung melirik Rindu bermaksud menanyakan hal yang sama dengan waiters tadi melalui tatapan mata. Seolah mereka tengah melakukan telepati.

"Teh tarik satu gulanya dikit."

"Masnya?"

"Americano hazelnut."

Pesawat Kertas Where stories live. Discover now