73. I'm Broken Without You

Start from the beginning
                                    

Aarav menundukkan kepala, menatap kedua kaki nya yang di terjang ombak pantai, sungguh selama 29 tahun ia hidup baru pertama kali ini dia merasakan hilang tujuan bahkan rasanya untuk bertahan hidup saja sulit.

Aarav mengingat masa saat ia kehilangan Aurora dahulu, rasanya tidak sesakit ini bahkan kehilangan Kanaya beribu ribu kali lipat rasa sakitnya, bahkan untuk menangis saja Aarav sudah tidak sanggup.

Aarav menatap jam tangan yang melingkar di tangannya, lagi lagi hal itu mengingatkan nya pada Kanaya, karena sang pemberi jam tersebut adalah Kanaya.

Tujuannya melihat waktu kini sia sia karena yang ada di pikirannya hanya Kanaya dan Kanaya.

Aarav memejamkan matanya sejenak menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, saat membuka mata hal pertama yang ia lihat adalah pandangannya yang kabur karena air mata di pelupuk matanya.

Aarav kembali menangis, entahlah sudah berapa kali ia menangis hari ini, ia tidak peduli.

Bahkan saat Aarav membutuhkan sandaran, seseorang yang seharusnya menjadi sandarannya justru membuat Aarav kehilangan sandaran.

"ARGHH!!!" Aarav berteriak lantang, tubuhnya luruh jatuh terduduk beralaskan pasir pantai. Ia menangis, menumpahkan segala kesedihan dan rasa kehilangan yang membuat separuh jiwa nya juga ikut hilang.

Aarav memukul dadanya, rasanya sakit sekali saat harus merelakan seseorang yang sangat ia cintai pergi untuk selama-lamanya, ia tidak rela, ia tidak bisa merelakan Kanaya pergi.

Tidak akan.

Semua kenangan manis mulai dari awal pertemuan mereka saat Aarav mengantarkan oleh oleh ke rumah Kanaya, saat Kanaya masih menjadi mahasiswi nya, dijodohkan hingga pernikahan mereka terputar sendiri di benak Aarav.

Wajah cantik dan menggemaskan Kanaya, senyum Kanaya, sikap manja Kanaya, cara perempuan itu tertawa, dan semua tingkah laku Kanaya terus menerus berputar di kepala Aarav membuat lelaki itu semakin menangis sejadi jadinya.

Aarav mendongak mencoba menghentikan air matanya yang dengan kurang ajar tidak mau berhenti.

"Kamu liat mas Naya?" Tanya Aarav dengan suara bergetar hebat.

Bahkan kedua tangannya sudah mencengkram erat pasir pantai.

"Ini bahagia yang kamu mau?" Lanjut Aarav sambil mengusap kasar air matanya dengan punggung tangan.

"Ini akhir yang kamu bilang bakal jadi sejarah?" Aarav kembali bertanya, lagi lagi dibarengi dengan air matanya.

Sungguh rasa sakit yang Aarav rasakan saat ini bukanlah rasa sakit biasa, ini benar benar sakit, sakit sekali.

Tidak ada darah ataupun luka yang ada di tubuhnya namun rasa sakit yang ia rasakan justru teramat sangat.

Definisi sakit tak berdarah yang sesungguhnya.

Aarav yang dulu sangat tegar kini menjadi rapuh separuh rapuhnya dan terpuruk di titik terendahnya.

Tangan Aarav terangkat guna meremas dada nya yang berdenyut nyeri.

"KANAYA!!" Lelaki itu berteriak dengan sangat lantang.

Mencoba mengurangi rasa sakit di dadanya dengan berteriak, namun bukannya mereda rasa sakit itu justru semakin membunuh nya.

Aarav beralih menatap ke arah laut, tatapannya kosong tidak menyiratkan ketegasan seperti biasanya, yang ada hanyalah tatapan sendu dan sayu.

Lelaki itu tidak terlihat seperti Aarav, dia.... berubah.

Pemandangan sunset pantai yang seharusnya indah kini terasa hampa di kedua mata Aarav.

Warna semburat keemasan langit sore di tambah deburan ombak putih dan pasir pantai berwarna coklat yang seharunya memberikan kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian.

𝙱𝙾𝙳𝙰𝙲𝙸𝙾𝚄𝚂Where stories live. Discover now