Sedari tadi hanya bunyi dentingan sendok yang terdengar. Yudha sibuk memainkan ponselnya. Sedangkan aku adalah tipe orang yang tidak akan bicara jika tidak ada yang memulai pembicaraan. Akhirnya sampai nasi akan habis pun, tidak ada percakapan di antara kami.

"Yudha chattan sama siapa? Sejak datang ke sini main handphone terus," batinku sembari menatap Yudha yang tampak sibuk mengetik sesuatu di handphonenya.

Aku menghabiskan nasi yang tinggal sesendok. Aku menghela napas pelan.

"Al, maaf, dari tadi ada temen perempuan yang sekelas denganku minta tolong untuk jemput dia di kampus. Katanya kampus sudah sepi sekarang. Kamu nggak apa-apa kalau pulangnya sendirian?" tanya Yudha.

Aku berhenti menguyah nasi lalu berdehem pelan.

"Hari Minggu ngapain dia ke kampus?" tanyaku.

"Mungkin ada sesuatu yang harus dia kerjakan," jawab Yudha.

Aku hanya ber-oh ria.

"Ya tidak apa-apa. Terima kasih sudah mau membantuku hari ini," ucapku pelan.

"Sama-sama Al. Maaf aku tidak bisa mengantarmu pulang," ujar Yudha sembari menatapku.

"It's okay," ujarku sembari tersenyum.

"Tunggu di sini. Biar aku yang bayar makanannya," ujar Yudha sembari beranjak berdiri.

"Eh aku bisa bayar sendiri, Yud ... Yudha," ujarku yang hanya bisa menghela napas karena Yudha telah melenggang pergi untuk membayar makanan.

Aku menenggak air putih dengan cepat. Kenapa cuaca rasanya panas sekali, padahal sore ini teduh. Aku melirik jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore.

"Ayo pergi," ujar Yudha sembari buru-buru mengenakan jaketnya. Aku beranjak berdiri.

Aku berdehem pelan lalu berkata,"Terima kasih udah bayarin makanan aku.

Yudha hanya mengangguk. Kami berdua lalu keluar dari rumah makan.

"Al, aku pergi dulu. Aku minta maaf banget karena nggak bisa anterin kamu pulang," ujar Yudha.

"Santai aja, nggak apa-apa. Lagipula jarak dari rumah tidak jauh lagi kok. Hem ... hati-hati," ujarku.

"Iya, kamu juga hati-hati. Aku pergi dulu," ujar Yudha.

Aku hanya tersenyum melihat Yudha melangkah cepat menuju mobilnya.

Aku melangkah menuju ke arah yang berlawanan dengan Yudha. Aku akan pulang naik bus saja, namun tiba-tiba aku teringat sesuatu. Aku belum mengambil motorku di bengkel. Astaga. Namun, hari ini kan hari Minggu.

Aku lalu mencoba menelepon pemilik bengkel untuk menanyakan motorku. Ternyata motorku akan di antar ke rumah malam ini. Syukurlah. Aku menghela napas lega. Setelah itu, aku menuju halte terdekat.

Setelah menunggu sekitar sepuluh menitan, bus akhirnya datang. Aku masuk ke dalam bus dengan langkah gontai dan memilih duduk di dekat jendela.

Saat sampai di perempatan lampu merah, bus berhenti. Aku menghela napas pelan. Setiap melihat perempatan lampu merah, aku selalu teringat kecelakaan naas yang menimpa kedua orang tuaku dulu.

Aku memilih melihat ke arah luar jendela bus dan seketika tersentak kaget.

"Diego?" ujarku pelan dan sedikit terkejut ketika melihat Diego berada di samping bus yang sedang aku naiki.

Untung saja Diego tak menyadari keberadaanku. Aku melirik ke belakang. Diego membonceng seorang perempuan.

Lampu hijau menyala dan bus bergerak perlahan. Diego pun melajukan motornya dengan cepat. Aku segera mengalihkan pandangan ketika perempuan itu memeluk Diego erat.

Gimme Love [END - Revisi]Where stories live. Discover now