“Kok dateng dari dalem?” tanya Yura bingung.

“Iya, lewat pintu belakang gue,” jawab lelaki itu.

Kening Yura mengernyit tak mengerti.

“Kalo lewat depan, udah biasa. Gue maunya yang luar biasa, berani tampil beda itu keren, Rin,” jelas Nan percaya diri.

Yura menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kedua sudut bibir yang terangkat naik. Tangannya terulur mengacak-acak rambut ikal Nan gemas.

“Besok potong rambut, ya? Udah panjang ini,” pinta Yura.

“Nggak mau ah. Udah dipegang sama tangan lo, sayang kalo dibuang,” balas Nan dengan senyum menggoda.

“EEHHH! UDAH-UDAH, JANGAN UWU-UWU TERUS. BURUAN MASUK!” teriak Alam dengan kepala yang menyembul keluar kaca mobil.

Yura tertawa, lantas mengikuti langkah Nan dari belakang. Lelaki itu terlihat berbicara dengan Alam, yang kalau tidak salah dia mengatakan, “nggak muat dodol! Lo mau taro gue sama Arin di bagasi, hah?” Seperti itulah kurang lebih.

Nan menoleh ke samping, menghadap Yura. “Kita naik motor aja nggak papa?” tanya lelaki itu.

Yura mengangguk setuju. “Nggak papa asal sama lo.”

Nan terkekeh. “Bisa aja, Pacar.”

°°°

Mereka telah sampai di bandara setelah tiga puluh menit perjalanan. Raut wajah yang dipaksa terlihat baik-baik saja tergambar jelas dengan kedua sudut bibir yang tersenyum.

Sira memilih lebih dulu pergi ke ruang tunggu, membiarkan putrinya memberi salam perpisahan pada teman-temannya.

Yura memanyunkan bibir, jauh di lubuk hatinya, dia sama sekali tidak siap untuk berpisah. Diva, Alam, Farhan, Adit, dan Nan sudah baik sekali karena bersedia menorehkan kisah bahagia dalam hidupnya.

Yura merentangkan tangan ke arah Diva, memberi pertanda untuk berpelukan. Diva mengikis jarak, memeluk erat sahabat satu-satunya itu untuk yang kedua kalinya.

“Gue pamit, ya. Jangan bolos kerja mulu lo, banyak orang yang lagi kelimpungan nyari kerja di luar sana,” petuah Yura yang tumben sekali bijak.

Diva memutar bola matanya malas. “Dulu lo ya yang ngajarin gue buat bolos!” serunya.

Yura terkekeh. “Pengalaman, Div.”

Diva melepas pelukannya. “Kalo ada apa-apa, jangan sungkan cerita sama gue, Ra. Gini-gini, gue itu peduli sama lo, sayang sama lo. Jadi, nggak usah sok-sokan bisa ngehadapin semua masalah lo sendirian. Telpon gue kalo lo butuh.”

Yura manggut-manggut mengiyakan.

“Awas aja kalo nggak!” seru Diva galak dengan sorot mata tajam.

Yura tertawa, lantas beralih pada Alam dan dua bodyguard-nya. Benar, Farhan juga Adit.

“Jangan godain janda mulu lo pada,” peringat Yura.

Ketiga lelaki itu tertawa.

“Maunya sih godain lo,” balas Adit seraya melirik Nan yang kini tengah menatapnya tajam. “Tapi takut kena santetnya si Nan,” lanjutnya mengundang tawa dari mereka.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin