"Enggak kok! Dadah Gaff, hati-hati!" Katanya melambaikan tangan. "Hati-hati, nak Gaff!" Ujar wanita paruh baya yang sudah berdiri sejajar dengan Malika, sepertinya itu Ibundanya Malika.

"Iya, makasih banyak Tante, Lika, maaf nyusahin ya..." sahut Gaffriel begitu sopan.

Jam menunjukan pukul 18.45 malam dimana mobil Gaffriel sudah memarkirkan mobilnya di kafe yang Malika pinta untuk bertemu. "Lo mau ngapain sih?" Tanya sedari tadi penasaran.

"Mau ketemu Keera, Friel! Bawel ih,"

Gaffriel terdengar berdecak, "Yaudah,"

"Makasih Friel mau anterin!"

"Iya, makasih juga. Besok temenin ya,"

"Iya. Oke, dadah!"

Setelah turun dari mobil langsung saja aku berlari kecil memasuki kafe, baru saja dibuka pintu bau khas kopi tercium jelas di alat penciumanku, bau yang sangat kusuka karna sangat menyegarkan bagiku. Mataku juga melihat jelas Malika duduk di meja... bukan meja yang ia bilang padaku. Ia terlihat berbicara dengan lawan bicaranya lalu tak lama berjalan ke meja yang ia bilang kepadaku. "Temen lo?" Tanyaku saat sudah duduk di tempat Malika tentukan.

"Iya, temen kampus. Okay, lo pesen makan aja dulu, minum juga apa cemilan, gue traktir nih,"

Aku sempat menatap Malika heran tapi karna malas berpikir keras aku hanya menuruti ucapannya, lalu memesan makanan karna Malika sudah dulu memesan ternyata. "Ternyata lo bukan orang yang telat gitu ya," Kata Malika lagi setelah selesai memesan.

"Jadi ada apa ngajak ketemu?" Tanyaku to the point. Malika tersenyum, membenarkan duduk dan menatapku. "Gue sih orangnya gak mau basa-basi banget, jadi ini terus terang aja sih gue gak suka sama lo."

"Emang lo ada masalah apa sama gue?"

"Ada dong! Lo tuh kayak apa ya, maaf nih kasar tapi bener juga soalnya... lo kayak cewek gatel tau gak? Sadar gak sih? Bisanya sih enggak kalo udah gatel,"

Aku menyengir sinis mendengar ucapan sarkas Malika, juga tak kaget dengan apa yang keluar dari ucapannya. "Oh, jadi gue gatel? Padahal gue gak garuk-garuk daritadi,"

Malika tampak menatapku tidak percaya dengan tawanya yang sangat besar membuatku panik dan malu karna mengundang perhatian beberapa orang di kafe. "Gak usah sok bego gitu lah, lo tau maksudnya apa. Lo tau gak sih kalo Gaffriel udah punya gue dari sebelum kita double date?"

Aku mendelik, "Punya lo dikira boneka?"

"Iya boneka gue, lo gak suka? Nih ya kalo lo emang di putusin sama cowok lo, ya, wajar aja sih orang lo kagetelan begini. Untung aja mantan lo sadar."

"Mending kalo lo gak tau masalahnya diem aja."

"Padahal udah jelas lo di jadiin pelampias karna lo terlalu murahan. Oh, iya, gue juga dapet info lo tuh janda?" Ia tertawa sinis, "Pasti lo juga ditinggal kan? Gue kasih tau aja jangan open war sama gue karna gue bisa aja sebar problematic lo." Katanya lagi mengundang tawa tidak percaya. Sepertinya di kafe ini kurang AC rasanya panas sekali dadaku.

Wah! Kurang ajar sekali, bisa-bisanya Gaffriel jatuh cinta sama perempuan yang mempunyai sifat seperti Malika? "Gila ya gue gak percaya banget orang kayak lo bisa ambil hati seorang Gaffriel... gue kecewa sama lo Lika. Gue pikir lo perempuan baik dan layak dicintai Gaffriel, ternyata gue salah." Mataku berasa panas ingin menangis ini adalah puncak emosiku.

"Maksud lo gue gak layak? Lo siapanya Gaffriel yang punya hak buat nentuin siapa yang layak dicintai Gaff? Lo tau kan gue selebgram, gue bisa sebar semua ini ke public. Lo tuh jelas salah dan manipulative tau."

"Kenapa lo gak ngaca aja sih? Salah gue apa?"

"Lo salah deket-deket sama Gaffriel mulu! Udah tau dia deket sama gue dan lo bisa-bisanya nempel terus udah kayak bakteri lo. Lo gak liat gimana mesranya gue sama Gaffriel? Terus lo bilang tadi soal terpaksa? Sori banget ya, dimana letak terpaksa? Jelas-jelas dia nyambung aja sama gue lo pasti liat juga dia udah kenal nyokap bahkan sampe naruh baju basket dia di rumah."

"Lo gak sadar ya, apa yang Gaffriel lakuin ke lo itu karena permintaan lo sendiri ke Gaffriel. Gimana orang mau nolak kalo lo nya sampe ngespam call, chat orang buat dimintain tolong?"

"Loh, hak gue dong kan Gaffriel gebetan gue."

"Baru gebetan aja udah kayak suami lo."

"Asik, pengalaman sama mantan suami lo, ya? Pasti mantan suami lo juga udah punya cewek baru, terus lo mau bales dendam gitu make Gaff karena dia bermuka, ya, kan?!"

Jelas aku tertawa mendengar ucapan Malika tapi begitu lirih juga mendengar ucapan Malika dengan membawa-bawa Cameron apalagi tidak benar. "Lo suka sama Gaffriel kan?! Lo mau ngerebut dia dari gue buat bahan cemburuan lo juga? Dasar lo murahan."

Cameron... sedih sekali mendengar caci maki ini semua, mengingatkanku dengan Mbak Sarah saat itu bedanya gadis di depanku benar-benar tidak punya hati. Bisa-bisanya dia berpikiran bahwa kamu meninggalkanku demi wanita lain? Lelucon macam apa itu, aku tau pasti kamu tidak akan melakukan hal sebodoh itu. "Bisa gak sih gak bawa Cameron? Lo kalo cari informasi yang bener dulu baru bisa ngejudge orang, jelas disini lo aja salah soal informasinya,"

"Oh salah? Terus kenapa dia ninggalin lo? Meninggal? Lebih wajar sih lo deketin Gaff karna kesepian, kesepian di tempat tidur juga kan?"

"AH!" Jerit Malika saat air putihku dengan mantap mendarat ke wajah gadis itu membasahi wajah hingga pakaian Malika. Tidak, aku tidak kuat dengan semua cacian Malika kepadaku. Ini benar-benar tidak bisa di maafkan, sebegitu jeleknya aku dimata dia? "GILA LO YA! BENER-BENER EMANG MURAHAN! DARI CARA LO BEGINI AJA NUNJUKIN LO GAK BERATTITUDE!" Sarkasnya membuatku masih menggeleng tidak percaya apa yang kudengar sedari tadi.

"Asal lo tau ya, gue gak semurah itu! Lo tuh out of topic banget sampai bawa-bawa Cameron, hati nurani lo dimana, sih? Eh lupa lo udah tergila banget sama Gaffriel sampe ilang akal. Kalo lo mau Gaffriel seutuhnya buat lo iket aja di tiang rumah lo, lagi pula lo jatohnya obsess banget ke Gaffriel, serem. Ambil deh Gaffriel lo, cukup banget gue sama omongan lo." Lalu aku berlalu meninggalkan Kafe tanpa peduli dengan semua tatapan mata kepadaku. Air mataku turun pada akhirnya setelah berusaha sekuat tenaga menahan amarah tangisku, sakit sekali mendengar itu semua.

Baru saja mendorong pintu kaca Kafe aku melihat jelas sosok lelaki yang sedari tadi menjadi pembahasan Malika berdiri di depan Kafe, tak lama juga Malika datang memeluk Gaffriel. Aku hanya bisa terdiam ditempat tidak mengerti situasi apa yang terjadi saat ini, tidak tau juga maksud tatapan Gaffriel kepadaku apa. "Na? Kok tega?" Bibirku benar-benar terpaku mendengar ucapan dari mulut Gaffriel.

Tega? Apa maksud tega itu? "Gue duluan sama Lika." Kata laki-laki itu lagi lalu beranjak pergi seraya merangkul gadis yang sudah mengucapkan hal-hal menyakitkan untukku. Gaffriel, sosok Gaffriel lebih membela seorang Malika? Aku tertawa renyah mengingat siapa aku di hidup Gaffriel, jelas Malika adalah prioritasnya saat ini. Aku hanya seorang teman baginya, sosok teman yang menyedihkan karena mempunyai nasib yang sama, yaitu ditinggal selamanya oleh sosok yang dicintai.

Hidup ini memang tragis ya, sepertinya memang keadaan tidak pernah ada di pihakku. Sedih sekali Cam harus melawan dunia yang jahat ini sendirian, rasanya berat sekali padahal dulu aku bisa melawannya tanpa rasa berat sedikitpun... karena aku punya kamu.

☄️☄️☄️

jangan lupa votes nya! <3

Metanoia Where stories live. Discover now