Bagian 25 | KKPK🦋

111 65 74
                                    

Nan membelah kerumunan yang masih belum mereda padahal bel masuk telah berbunyi dengan lantang. Dia mengatur deru napasnya, menatap nyalang satu per satu orang yang memandangnya kesal, aneh, tak mengerti, tapi Nan tidak peduli.

"Lo semua bego apa tolol, Bangsat?" Deretan kalimat itulah yang pertama kali Nan lontarkan.

Bisik-bisik tetangga mulai terdengar samar, menatap satu objek yang tiba-tiba mengambil alih perhatian dengan pandangan sengit. Tidak mengerti.

"Gimana perasaan lo kalo nama and foto lo yang dipajang di sini, hah?" Nan tertawa sumbang.

"Gila, ya. Lo tau? Dengan komentar jahat lo di grup sialan itu, and bacotan kurang ajar secara langsung kayak sekarang ini, bikin lo semua bener-bener nggak pantes dibilang seorang murid yang berpendidikan. Sadar nggak, sih, anjing?!" lanjutnya.

Suara-suara itu makin terdengar jelas, terang-terangan berucap tidak suka. Meskipun tak jarang mereka semua tau, bahwa lelaki yang tengah berdiri seorang diri di depan itu adalah teman dari sosok buaya SMAWID—siapa lagi kalau bukan Alam Ananda.

"Ck. Udah dikasih pencerahan, tapi ternyata lo semua masih nggak bisa mikir, ya. Punya otak, tapi tetep aja goblok."

Nan memutar atensinya malas, lantas menghirup napas panjang. Dia harus extra sabar menghadapi human spesies ini. "TOLONG BUBAR, KAKAK-KAKAK YANG TERHORMAT!" teriaknya lantang, namun hanya pandangan sinis yang dilantunkan.

"BUBAR ANJING! BUDEK LO SEMUA, HAH?!" seru Nan lagi, kesabaran yang tadi dia kumpulkan banyak-banyak, mendadak surut kala tidak ada satu pun orang yang mengindahkan perkataannya.

"Sopan lo begitu?" Salah satu siswa tepat di depan Nan tiba-tiba berujar dengan seringai meremehkan, merasa tidak senang dengan sikap Nan yang dianggap sok.

"Tempat lo tuh bukan di sini. Anak bocah ngapain nyasar ke sini-sini, hah? Cari muka?" sinisnya.

Nan berdecih. Membalas seringaian itu dengan senyum manis miliknya. Entah secara sengaja atau bagaimana, kerumunan itu kini seolah-olah memberi keduanya ruang—membentuk setengah lingkaran dengan mading tepat di belakang Nan.

"Bukannya lo yang cari muka, ya?" sindir Nan. Tak ada sedikit pun rasa takut dalam tatapannya, meskipun yang tengah dihadapi Nan jelas lebih tua darinya.

"Bangsat!" sahutnya tak terima. "Lo masih SMP aja jangan belagu! Nggak usah sok jagoan! Nggak ada yang ngalem!"

Nan terkekeh kecil. Meledek. "Terserah. Terserah apa kata lo. Gue nggak peduli. Yang terpenting sekarang, lo semua itu bubar."

Rahang lelaki itu mengeras, tangannya mengepal kuat. "Halah! Udah, deh, jangan banyak bacot! Maju lo sini!" ucap lelaki itu seraya memasang kuda-kudanya.

Nan menghela napas seraya melipat kedua tangannya di depan dada, balik memandang lelaki berpakaian berantakan itu remeh. "Ini sekolah, Bang. Buat belajar, bukan ribut."

"Anjing! Banyak ngoceh lo, ya!”

Lelaki berbadan gempal itu langsung maju, lantas melayangkan pukulannya kepada Nan yang benar-benar nampak menyebalkan. Mungkin, jika Yura ada di sana, gadis itu akan misuh-misuh melihat air muka Nan saat ini.

Nan menghindar, hingga pukulan itu malah meleset ke arah mading. Ringisan kecil keluar dari mulut lelaki itu, dan langsung tergantikan dengan wajah garang ketika matanya kembali memandang Nan. Dia kembali mengarahkan tinjunya ke arah perut, namun dengan sigap Nan memelintir tangan berkulit sawo matang tersebut, lantas mendorongnya dengan kencang.

Lelaki itu menatap Nan nyalang, kekesalannya semakin menggebu-gebu sebab merasa telah dipermalukan.

Dia kembali maju, mengarahkan pukulannya bertubi-tubi pada sosok Nan yang nampak santai-santai saja.

Kupu-kupu & Pelepasan Kesedihan [END]Where stories live. Discover now