16. Aku Hanya Ingin Dihargai

872 109 2
                                    

"Aku tak berharap lebih, cukup hargai aku. Cukup ingat bahwa aku pernah hidup. Hidup di dunia kelabu ini." Jovan

▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

🐺🦁

Langit begitu cerah. Gedung menjulang tinggi nampak sekali berwibawa. Ia berdiri menatap bangunan dengan lantai berlapis-lapis itu. Sinar matahari menyorotnya terang.

Jovan menghela nafas. Langkahnya ia bawa masuk ke dalam gedung. Setelah masuk ia menghampiri seorang wanita cantik dibalik meja besar.

Wanita itu tersenyum manis, melihat kedatangannya.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Tanyanya ramah.

"Bisa bertemu dengan Tuan Garangga?"

Wanita itu nampak mengangguk dan mengecek sesuatu. Ia lantas mengambil telephone dan menghubungi seseorang. Ia bertanya pada seseorang yang disebutkan Jovan tadi.

"Maaf, boleh saya tau namanya?"

Jovan diam sejenak.
"Bilang saja, Sepuluh."

Wanita itu nampak bingung sesaat. Ia lalu mengangguk. Setelah menyampaikan nama yang Jovan berikan, wanita itu tersenyum. Sambungan terputus, keduanya saling tatap.

"Anda bisa naik ke lantai, Sepuluh. Ruangannya berada diujung dengan pintu berwarna coklat."

Jovan tersenyum.
"Baikalah, terimakasih."

Wanita itu mengangguk dan tersenyum manis. Jovan berlalu dari sana. Pergi ke arah lift, menuju lantai yang harus ia tuju.

'Tingg

Pintu lift terbuka. Pemuda surai putih itu segera keluar. Ia berjalan menuju ujung lorong. Tepat lorong habis, ia melihat sebuah pintu besar dengan ukiran indah berwarna coklat.

Jovan mengetuk beberapa kali. Tanpa menunggu jawaban ia segera masuk kedalam.

Di sana ia melihat seorang pemuda dengan setelan kantor tengah berkutat dengan berkas-berkas didepan-nya. Di atas meja kaca tertulis sebuah nama besar.

CEO. GARANGGA ....

Pemuda itu sadar dengan keberadaan Jovan pun mendongak.

Wajahnya napak datar. Ia memandang bertanya. Jovan sendiri tanpa diperintah segera mengambil duduk didepan pemuda itu. Keduanya hanya terhalang sebuah meja kaca.

"Ada yang ingin kau jelaskan?" Tanya Jovan membuat pemuda yang kerap disapa Tuan Gara itu bingung.

"Apa?"

"Bukan kah mereka bergerak?"

Pemuda itu tersenyum tipis. Ia melipat tangannya diatas meja. Memandang Jovan dalam.

"Siapa yang memberitahu mu?" Tanyanya balik.

Jovan menghela nafas kasar. Ia melempar tasnya ke sembarang arah. Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Menaikkan kedua kakinya keatas meja tanpa sungkan. Gara sendiri hanya diam menatap datar. 

MĄŚĶÃ {Topeng} || End✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora