61. Pernikahan Takdir

251 24 9
                                    


Kembali ke dalam goa Api Es dimana empat orang sedang berkumpul melakukan pembicaraan.

"Cucuku, apakah kau mencintai pemuda ini?"

Sepasang mata Datuk Merapi menatap sangat dalam cucunya. Tentu saja Sagita Devi terperangah dengan pertanyaan ini. Wajah gadis ini langsung memerah jengah dan kepalanya tertunduk dalam-dalam.

"Kakek guru, aku...." Sagita Devi terlihat salah tingkah. Kepalanya makin tertunduk dalam-dalam.

"Ingat akan sumpahmu, cucuku!"Mengingatkan Datuk Merapi dengan lembut," Pemuda ini telah memenuhi syarat untuk menjadi suamimu karena menyelamatkan nyawa dan kehormatanmu. Dan sebagai murid tunggal sahabatku si Dewa Barat aku tahu pasti ilmunyapun bisa menandingi kepandaianmu. Bukankah sudah tidak ada alasan bagimu untuk menolak?"

"Apakah kau tidak paham semua ucapan pemuda ini tadi? Walaupun panjang bertele-tele tapi tetap tujuannya hanya satu." Datuk Merapi terkekeh dan melirik ke arah Tirta." Pemuda bernama Tirta ini tidak akan menolak dinikahkan denganmu apabila kau mencintainya. Jadi jelas sekarang tinggal keputusanmu sendiri, mau atau tidak?"

Perlahan-lahan Sagita Devi mengangkat wajahnya, memandang ke arah kakek gurunya Datuk Merapi. Suaranya terdengar bergetar ketika berucap.

"Kakek, aku tahu kakang Tirta sudah menyelamatkanku dan aku sendiri yakin dengan ketinggian ilmunya. Dan mungkin cucu sendiri tidak akan menolak takdir yang sudah ditentukan para Dewa. Tapi seperti yang tadi diucapkan oleh kakang Tirta, aku sendiri tidak mau memaksakan sumpahku untuk menikah dengan orang yang tidak mencintaiku."

Ki Brahma dan Datuk Merapi kembali saling pandang satu sama lain. Kedua tokoh sakti ini gelengkan kepala dan sama-sama sunggingkan senyum geli.

"Sahabatku Brahma. Anak muda jaman sekarang benar-benar cerdik. Pintar bermain merangkai kata saling lempar jawaban, padahal tujuannya kesitu-situ juga. Sungguh menjengkelkan!"

Datuk Merapi pun segera berpaling ke arah Sagita Devi yang saat itu tundukkan kepalanya "Ku ulangi pertanyaanku, apakah kau mencintai pemuda ini?"

Sesaat lamanya Sagita Devi diam, tapi jelas jari-jemarinya tidak bisa diam mengucek-ngucek ujung pakaiannya. Sebenarnya, baik Datuk Merapi maupun Ki Brahma sudah paham tanda diamnya gadis ini yang merupakan jawaban bahwa sebenarnya Sagita Devipun memiliki perasaan sama. Tapi Datuk Merapi seperti tidak puas. Maka kembali kakek yang sebenarnya hanya perwujudan roh ini ajukan pertanyaan.

"Cucuku, aku tidak bisa mengambil keputusan kalau kau tidak buka suara. Apa kau mencintai pemuda ini?"

"Saya ... saya juga memang menyukainya, kek."

"Jawabanmu harus jelas, cucuku! Kau ini mencintainya atau hanya menyukainya." Tanya si kakek dengan nada sedikit membentak tapi diam-diam satu seringai tersungging di birinya.

Gadis lugu ini mana mungkin paham akan maksud kakek gurunya yang iseng itu. Dan dengan suara bergetar hampir berbisik Sagita Devi anggukkan kepalanya.

"Saya... saya ... memang mencintainya kek."

Meledaklah tawa Ki Brahma dan Datuk Merapi mendengar jawaban Sagita Devi tersebut. Sedangkan dua orang muda itu semakin memerah wajah masing-masing. Sagita maupun Tirta sama-sama tundukkan kepalanya saking malu. Walau Tirta jadi melirik sekilas ke arah Sagita Devi dan usap-usap hidungnya beberapa kali.

"Muridku! Apa kau mendengar pengakuan gadis ini?"Ki Brahma segera berpaling ke arah Tirta dan tersenyum. Tirta kembali usap kembali hidungnya beberapa kali lalu anggukkan kepala.

"Saya ... saya mendengarnya, kek!" Jawab Tirta dengan suara tercekik. 

"Berarti tidak ada lagi masalah kan? Kalian bisa menikah saat ini juga."

Geger ParahiyanganWhere stories live. Discover now