34. Kau ..... Seorang gadis?!

331 25 13
                                    

Dua orang pemuda berdiri di tepi sebuah danau yang airnya berwarna biru jernih. Warna biru tersebut sebenarnya pantulan dari warna langit diatasnya saking jernihnya air danau hingga langit yang membentang luas terpantul di permukaan danau. Maka danau ini disebut pula Danau Langit Biru. 

Dua orang pemuda yang tiada lain Tirta dan Ananta ini memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan pandangan takjub akan keindahan Danau Langit Biru. Puas menikmati keadaan sekeliling keduanya pun segera edarkan pandangan dengan teliti untuk mencari-cari petunjuk. Yang mereka cari adalah kediaman tokoh bernama Ageng Sudra, tokoh yang harus mereka temui berdasar perintah kakek Pengemis Buta Mata Dewa.

Tapi setelah sampai beberapa lamanya mencari hingga mengelilingi sekitar danau yang luasnya ratusan tombak itu tetap saja tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan manusia. Sampai akhirnya Ananta memecah kebisuan keduanya dengan bertanya pada Tirta yang berdiri di samping kanannya.

"Kakang, apakah benar danau ini yang dimaksud? Dari tadi tidak ada tanda-tanda keberadaan orang yang kita cari."

"Sepertinya kita tidak salah tempat, Ananta. Dari keadaan dan ciri-ciri yang disebutkan kakek Mata Dewa aku yakin inilah Danau Langit Biru yang dimaksud. Kita hanya perlu terus mencarinya dengan teliti. Mungkin kediaman yang dimaksud bisa saja bukan berbentuk bangunan rumah bisa saja berupa goa atau lubang di bawah tanah."

"Bagaimana mungkin manusia bisa hidup di dalam tanah, kakang?"Ucap Ananta seperti tidak percaya ucapan pemuda di sebelahnya. Tirta tersenyum lebar mendengar ketidak percayaan sahabatnya ini. Sambil tetap terus mengedarkan pandangan ke sekelilingnya murid empat orang tokoh sakti ini menyahut.

"Orang-orang sakti biasanya bisa hidup tidak lumrah dengan orang biasa, menetappun dimana mereka suka. Contohnya saja dulu si Ular Hijau yang sudah mati itu. Bukankah dia sendiri mempunyai tempat tidur di bawah istananya?"

"Benar juga." Sahut Ananta manggutkan kepalanya setuju dan teringat pengembaraannnya dulu menemani Tirta.

Saat itulah Tirta melihat gerakan semak belukar di sebelah kirinya. Dan sekilas Tirta melihat bayangan putih besar mendekam di balik semak. Dengan mata memicing memperhatikan Tirta berbicara pelan ke arah Ananta.

"Perhatikan semak di sebelah kirimu. Aku melihat satu sosok putih mendekam memperhatikan ke arah kita."

Ananta segera berpaling ke arah yang disebutkan Tirta. Tapi baru saja pemuda ini berpaling memperhatikan dari semak tersebut mendadak melompat satu sosok putih harimau besar luar biasa yang hampir setinggi kerbau keluarkan gerengan keras dengan mata mencorong ganas ke arah Tirta dan Ananta membuat dua orang ini terlonjak kaget dan sama-sama surutkan kaki ke belakang.

"Harimau putih besar luar biasa!" Ucap Ananta dengan suara bergetar. Tangannya sudah siap diangkat menjaga kemungkinan kalau harimau itu menyerang. Tirta sendiri sudah mengalirkan hawa sakti ke arah tangannya. Tapi ternyata harimau itu tetap masih diam tidak menyerang walau tubuhnya membungkuk siap melakukan sergapan.  Hanya sepasang matanya yang mencorong memperhatikan dua orang muda itu dengan mengeluarkan gerengan keras menggetarkan tanah.

"Apa yang harus kita lakukan Kakang?" Tanya Ananta dengan tangan tetap diangkat di depan dada. "Apakah kita harus menghantam binatang ini dengan pukulan sakti?"

"Tunggu Ananta! Aku rasa binatang ini tidak akan menyerang kita kalau kitapun tidak membuat gerakan tiba-tiba,"Kata Tirta dengan suara ditekan. Matanya terus memperhatikan ke arah harimau putih besar tanpa berkedip.

Saat itulah mendadak terdengar satu seruan keras dari dalam rimba,"Putih, jangan berlaku kurang sopan pada tamu!"

Dan seperti mengerti akan ucapan orang harimau putih besar ini langsung duduk dengan tenang tapi sepasang mata masih memperhatikan Tirta dan Ananta tanpa berkesip. Tirta dan Ananta saling pandang dengan perasaan heran terkejut. Satu bayangan putih berkelebat dari dalam rimba dan kini dihadapan Tirta dan Ananta berdiri seorang laki-laki tua berjubah putih di samping kanan harimau putih itu. Sosok laki-laki tua berjanggut dan berkumis sama putih, malah janggutnya menjela dada pertanda usianya yang sudah sangat tua. Tapi tubuh dibalik jubah putihnya terlihat masih tegap.

Geger ParahiyanganWhere stories live. Discover now