BABU

71 67 14
                                    

                        
>Babu

Pagi~ calon makmum><

Parkiran! Cepetan!!

Hah? Ngapain?

5 menit dari sekarang.

Raka bingung, kenapa cewek ini sangat
hemat kata? Ambigu bangett.

Lo nyuruh gue ke parkiran?

4 menit 59 detik.

4 menit 58 detik

4 menit 57 detik

Raka auto melempar tasnya, panik. Ia menyambar jas osisnya, berlari pontang panting menuju parkiran.

5

4

3

Persis di detik terakhir, Raka berhasil sampai di depan Sindy yang sedang berdiri di sebelah mobilnya.
Raka membungkuk kelelahan, nafasnya tersengal. Bayangkan pagi-pagi sudah harus lari dari lantai 2 gedung barat sampai ke parkiran yang jaraknya tak main-main.

Sindy menatap datar, melemparkan ransel hitamnya dengan kasar kearah Raka. Raka refleks menangkapnya dengan satu tangan, but hey..kok ransel ini berat ya? Sangat berat malahan. Raka mengernyit heran, beranjak berdiri.

“Bawain tas gue ke kelas.” Sindy memerintah Raka dengan dingin, Raka mengangguk santai, meng-iyakan.

“Ini lo bawa apaan sih? Berat benget..lo bisa bungkuk kalau setiap hari harus bawa tas seberat ini.” Raka mengomel pelan, berjalan di belakang Sindy menuju gedung utama tempat siswa s1.

“Lagian bukannya kalian nyimpan buku di loker ya? Ngapain bawa tas?” raka bertanya, menyejajarkan langkah, sindy tetap menatap lurus ke depan, tak menoleh.

“Itu buku yang ketinggalan sama jurnal ilmiah.” Sindy menjawab datar.

“Trus kenapa nggak manggil robot pengantar barang aja?” Raka kembali mengajukan pertanyaan membuat Sindy menghentikan langkah, menoleh kearah cowok cerewet itu dengan ekspresi yang terlihat kesal.

“Kalau nggak niat ya nggak usah!!” Sindy marah, merampas ransel di tangan Raka. Raka gelagapan, menarik balik yang membuat adegan tarik-menarik terjadi.

“Bercanda sayang~ jangan ngerut gitu mukanya..jadi mirip nenek gayung kan.” Raka tertawa pelan, menoel-noel pipi Sindy yang langsung di tepis kasar oleh perempuan itu. Raka mengambil alih tas itu, melepaskan tangan Sindy yang juga mencengkram tas itu dengan lembut lalu memakainya di pundak.

“Busett!! Ini tas ato karung goni? Sumpahhhh.. auto beli koyo nih…” Raka menggerutu dalam hati, tak berani mengatakannya langsung, Sindy mendengus tak peduli.

“Hem!!” sindy memberi kode keras kearah tangannya yang masih digenggam Raka, raka nyengir dengan tampang watados. Dalam satu sentakan kasar, Sindy menghempaskan tangan Raka.

“Don’t touch me!” Sindy mendesis tak suka, menekan setiap kata.

Tak lama mereka sudah berada di lorong lantai pertama gedung utama, beberapa murid yang telah berdatangan melirik sinis pasangan itu.

“Ihh!! Itu kuman s2 ngapain nyasar kesini?” Bisik-bisik tak mengenakkan langsung terdengar.

“wah daebakk..mereka pacaran?”

“Wih hebaat ya si Raka.. pede banget bersanding sama seorang putri kayak kak Sindy. Dasar gatau diri..” ya benar, itu adalah salah seorang junior mereka, dan hanya Sindy yang dipanggil ‘kak’ disini.

“Mereka nggak mirip pacaran, mereka lebih ke majikan sama pembantunya. Liat aja si Raka, bukannya gandengan malah ngegendong tasnya  kak Sindy. Babu emang!!”

“Masih punya harga diri make jas osis? Cih..”

Raka mengepalkan tangan, wajahnya merah padam. Sindy tersenyum samar, memang itulah tujuannya menyuruh Raka mengantarnya. Sindy ingin Raka sadar bahwa mereka berbeda, bahwa mereka tidak mungkin bersama. Kejadian saat Sindy membela Raka hanyalah refleks, dia tak suka jika ada orang yang melakukan aksi bullying. Apakah saat ini ia tengah membully Raka? Ah tentu saja tidak..Raka kan pacarnya, jadi bebas dong. Maksudnya pacar yang bentar lagi putus.

5 menit, mereka sampai di depan kelas X mipa 1 s1.

“Nih tas lo.” Raka meletakkan ransel di gendongannya di depan kaki Sindy. Sindy mengangguk perlahan.
Raka menepuk-nepuk tangannya seperti membersihkan debu lalu menyodorkannya ke depan muka Sindy.

“Nih.”
Sindy menatap Raka bingung.

“Salim dulu dong..biar gue semangat belajarnya.” Raka nyengir, sindy menatapnya datar.

1 detik

2 detik

3 abad_ upps bercanda guys

Sindy berbalik memasuki kelasnya, membanting pintu di depan hidung Raka.
Raka menatap tangannya yang masih melayang di udara, senyumnya memudar, menghela nafas perlahan.

“Lo pasti bisa Ka! Lo bisa ngebuat Sindy jatuh cinta sama lo! Lo bisa!!” raka bergumam menyemangati dirinya sendiri, perlahan melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu. Tentu saja Raka tau jika Sindy tak menyukainya. Dia memang tidak tau apa motif perempuan itu menerima ajakannya untuk pacaran, tapi Raka optimis untuk mendapatkan hati Sindy.

3 menit kemudian, Sindy kembali keluar dari pintu kelasnya sembari menyeret ransel hitam tadi, membukanya, dan menumpahkan isinya ke tempat sampah.

Bruk !!

Bruk!!

Suara benda berat menghantam tempat sampah terdengar.
Isi ransel itu adalah batu bata.

Half Demon School (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang