HOW TO EXPLAIN THIS FEELING?

76 72 4
                                    

Keringat dingin membanjiri wajah Raka, tubuhnya bergetar hebat. Berkali-kali dia melirik jam di pergelangan tangannya, 2 menit lagi bel pulang. Penjelasan dari guru geografi benar-benar tak dihiraukan Raka, lagipula dia sudah menguasai materi ini sejak kelas X.

Pagi tadi dia menerima pesan yang membuatnya stroke seketika. Tak ada angin, tak ada hujan, apalagi guna-guna, wanita idamannya, Sindy mengiriminya pesan mengajak bertemu. Raka ribut meminjam jam Egar, bertukar sepatu dengan Kedvi agar penampilannya tak terlalu memalukan.

"Apa gue pake kopiah juga ya?" Raka bergumam cemas.
Pletakk!!
Raka dihadiahi jitakan super dari Rafli.

"Sakitt nj**!" Raka mengusap kepalanya yang sepertinya membengkak.

" Lo kira lo mau jadi penghulu?? Percuma ranking 1 umum kalau aslinya bego!" Rafli mencibir.

Ting-tong!!jam pelajaran telah habis..kepada seluruh siswa~
Bel berbunyi nyaring, hati Raka mencelos seketika.

Ya..sejak 5 menit lalu Raka sudah menunggu di tempat yang di maksudkan Sindy, lapangan indoor, dengan memegang sebuket bunga mawar merah terang di belakangnya.

Tak lama..pintu berderak terbuka menampilkan sosok perempuan berambut sebahu dengan wajah datar yang berjalan kearahnya. Raka menahan senyum sekuat tenaga, selalu terpesona dengan aura yang di pancarkan perempuan itu.

"Lo.. ngapain ngasih gue cokelat?" Sindy to the point, tak ingin basa-basi.

"Gue udah bilang kalau gue suka sama lo." Raka sempat terkejut dengan serangan mendadak dari Sindy, namun buru-buru memperbaiki ekspresinya.

"Gue kaya, bisa beli sendiri, nggak butuh sumbangan dari lo!" Sindy berkata ketus, dingin dan menohok. Raka menggerakkan kaki gelisah, si genius kini terlihat tolol di depan perempuan ini.

"Tapi itu cara gue buat ngekspresiin rasa sayang gue." Raka menjawab pelan, menunduk menatap sepatunya. Entahlah..keberadaan Sindy terlalu mengintimidasi. Raka mati kutu, semua kalimat yang dia hafalkan buyar seketika.

"Lo..serius sama gue?" Sindy melangkah mendekat kearah Raka, Raka menelan ludah, mundur perlahan.

"Serius 100%." Raka menjawab, matanya mengawasi Sindy yang bergerak ke belakangnya, Raka mengernyitkan kening bingung, ikut memutar badan sehingga posisinya sekarang membelakangi pintu masuk.

Dari jauh suara langkah sepatu terdengar mendekat, Sindy memejamkan mata, sejauh ini semuanya berjalan sesuai keinginannya, ia memantapkan hati, mencoba percaya bahwa semua ini tidaklah salah, Sindy hanya ingin egois sekali saja.

Ceklek..

Pintu indoor sekali lagi terbuka, menampilkan sosok dingin lain yang menatap datar kearah mereka,
Dia.. Yaezar Hito.

Laki-laki itu datang karena salah satu teman sekelasnya mengatakan jika seseorang yang penting sedang menunggunya di sini, di mana itu semua adalah akal-akalan perempuan menyebalkan di depannya.

"Lo bilang sekarang semua yang selama ini pengen lo omongin sama gue!" Sindy memerintah, Raka kembali menelan ludah gugup, semoga dia tidak tiba-tiba terkena syndrome gagu.

"Perasaan gue timbul saat lo satu-satunya orang yang nganggap gue pantas diperlakukan selayaknya kalian." Raka mulai mengeluarkan perasaannya.

"Lo tanpa ragu menentang semua teman sekelas lo buat seseorang yang di cap kuman ini." Raka terkekeh pelan mengingat betapa beraninya perempuan di hadapannya ini.

Raka menatap iris abu-abu milik Sindy, Sindy mendengus malas, menunggu.
Sementara itu Hito tak beranjak di tempatnya berdiri, ingin melihat apakah tujuan perempuan itu menyuruhnya menyaksikan adegan memuakkan di depannya.

"Aradewi Sindy Aegar, gue nggak bisa janji bakal tetap sama lo sampai akhir hayat gue, tapi satu hal yang harus lo tau, hati gue sepenuhnya hanya tentang lo." Raka menarik nafas dalam.

"Mau jadi pacar gue?"
Raka mengucapkannya dengan jelas, serius, dan lantang, tak ada keraguan sedikitpun. Sindy melirik Hito yang juga tengah menatapnya datar, Sindy meneguhkan hati, dan tanpa aba-aba bahkan tak bisa diantisipasi oleh Raka, perempuan itu memeluknya, Raka jantungan. "Ok." Satu kata yang meruntuhkan segala kecemasan Raka. Tangan Raka yang kaku perlahan terangkat, balas memeluk Sindy, bahagia.

Sementara itu Hito berdiri diam memperhatikan drama menjijikkan di hadapannya, mengangkat satu alis, berbalik dan melenggang pergi.

Half Demon School (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang