Part 13

734 120 14
                                    

Pada jam istirahat menyapa, murid-murid mulai heboh berhamburan ke luar kelas. Berbeda dengan Abigeal dan teman-temannya, mereka seperti biasa hanya diam di dalam kelas saja. Bahkan, hari itu Abigeal membawa bekal dan memakannya bersama Adrian, Ranggel, dan Dion.

"Kalian mau ngapain sih, nanti sore?" tanya Dion masih penasaran.

"Dengar, ya! Lo enggak usah ikut campur urasan orang lain, emang apa peduli lo?" bentak Abigeal menutup kotak bekalnya yang sudah mereka habiskan.

"Ya, aku cuma ingin menyesuaikan diri aja, aku 'kan sekarang teman kalian. Ya, wajarlah aku mau ikut kalian." bela Dion tenang.

"Kasih tau ajalah, Bos," bisik Ranggel.

"Diam lo!" pelotot Abigeal kepada Ranggel dan mengepalkan tangannya, "Siapa bilang kita teman? Gue enggak bilang lo itu teman gue. Lo gabung sama kita di sini bukan karena gue anggap lo teman. 'Kan lo sendiri yang ingin gabung sama kita dan gue masih benci sama lo. Lo pikir kena hukuman itu enak apa?" pekik Abigeal beralih kepada Dion.

Sebenarnya Abigeal tidak sebegitunya membenci Dion sampai-sampai mengungkit-ngungkit masalah awal Dion masuk sekolah. Dia hanya tidak ingin Dion mengetahui kalau dia akan balapan lagi nanti sore. Sebab, tanggapan Dion saat pertama kali tau Abigeal balapan saja sudah tidak bagus. Apalagi sekarang, Dion pasti akan melarang Abigeal lagi kali ini.

"Iya, maaf. Aku kira selama ini kita teman, ternyata sebegitu buruknya aku di mata kamu. Soal hukuman pas awal itu aku benar-benar minta maaf." ujar Dion tampak dari raut wajahnya kalau dia kecewa dan juga bersungguh-sungguh.

"Eh, kita anggap lo teman kok," ujar Adrian tak ingin terpecah hanya gara-gara itu.

"Iya, lo kayak anak kecil aja. Bos Abigeal enggak seriuslah ngomong gitu. Ya, 'kan, Bos?" ujar Ranggel menyenggol bahu Abigeal.

Abigeal tidak menjawabnya sama sekali, dia malah meninggalkan teman-temannya di sana. Tujuannya 'kan supaya Dion tidak khawatir terhadapnya, bukan untuk membuat Dion meminta maaf seperti itu kepadanya. Abigeal berjalan menelusuri koridor sekolahnya sendirian. Dia berjalan ke arah toilet ingin menenangkan pikirannya sejenak.

Baru saja Abigeal sampai di pintu toilet perempuan, dia melihat Gelin dan Brandon berjalan beriringan menuju arah berlawanan dari sana yang membuat Abigeal kesal. Matanya tidak berhenti menatap kedua orang itu. Bukan karena cemburu, tapi melihat mereka yang sudah kembali akur membuatnya semakin geram. Bukankah kemaren Abigeal sudah membuat Gelin merasa terpuruk? Tapi, kenapa sekarang mereka malah baikan lagi? tentu saja Abigeal kesal karena hal itu.

Tanpa berpikir panjang, Abigeal mengikuti langkah mereka, dia mengurungkan niatnya untuk ke toilet. Tidak peduli dengan omongan orang selanjutnya dia langsung melabrak mereka berdua. Di sisi sana, murid-murid yang lain di bilang cukup ramai juga yang tentunya akan menyaksikan mereka kali ini.

"Eh, Galon. Berhenti lo!" pekik Abigeal. Tidak hanya Gelin yang menoleh, tapi semua pasang mata yang ada di situ menoleh kearahnya.

Saat Gelin menoleh ke belakang, dia melihat Abigeal berjalan kearahnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Gelin yang mengira Abigeal cemburu terhadapnya langsung memegang erat tangan Brandon yang juga ikut menoleh ke belakang.

"Ngapain lo jalan sama cowok gue?" omel Abigeal berhenti dihadapan Gelin.

"Nih, orang ngapain lagi, sih?" terdengar bisikan jengkel keluar dari mulut Brandon.

Semua orang sudah mulai berbisik-bisik tidak jelas, mata mereka tertuju pada Abigeal. "Apa lo? Emang lo Galon? Enggak 'kan?" pelotot Abigeal melirik ke arah orang-orang yang tengah menyorotnya kini.

"Eh? Itu Abi loh, pergi aja yuk?"

"Yuk, enggak kebayang deh, kalau Abi udah marah."

"Cabut! Cabut!" ujar mereka yang ada di situ dan berlarian dari sana, takutnya Abigeal akan marah lebih dari itu.

The Direction (End✅)Where stories live. Discover now