Part 4

1.6K 225 24
                                    

Jam istirahat telah berbunyi, para siswa-siswi pun berhamburan ke luar. Ada yang pergi ke kantin, ada yang pergi ke toilet, ada yang pergi keperpustakaan, bahkan ada pula yang pergi berpacaran. Jika sudah istirahat begini, suasana sekolah itu seketika jadi hiruk mengalahkan hiruknya pasar malam.

"Gimana? Jadi aku traktir enggak, nih?" tanya Dion menghadap ke arah Abigeal dan dua lainnya satu-persatu.

"Jadi dong." pekik Ranggel dengan semangat.

"Kamu gimana, Abigeal?" tanya Dion beralih kepada Abigeal.

"Ya, udah, gue tunggu di sini aja. Capek!" balas Abigeal dan merebahkan kepalanya di atas meja.

Begitulah Abigeal, kalau saja ada yang bermasalah dengannya dan orang itu membujuknya dengan makanan, masalahnya dengan Abigeal akan mudah diselesaikan. Walau tidak sepenuhnya cara itu ampuh. Abigeal memang orang kaya, tapi dia berpikir kalau kekayaan itu bukan miliknya melainkan milik orang tuanya. Maka dari itu, kalau soal yang gratis atau diskon Abigeal orang nomor satu yang akan maju.

"Ya, udah kamu tunggu di sini ya, Geal!" balas Dion dan segera berdiri.

"Eh, tunggu! Lo tau nama gue dari mana?" tanya Abigeal heran.

"Ah itu, aku liat di buku kamu yang ada di atas meja tadi," balasnya lalu tersenyum.

"Oh! Udah pergi sana! Laper nih," usir Abigeal dan kembali tiduran.

"Gue tunggu di sini juga deh, hehe," ujar Adrian yang kembali duduk dibangkunya depan meja Abigeal.

Adrian juga tak mau capek-capek jalan ke kantin, dia juga mau diperlakukan spesial seperti Abigeal. Padahal sudah untung Dion mau mentraktirnya juga karena tujuan utama Dion adalah Abigeal. Tentu saja Dion akan jadi tidak enak sama mereka kalau saja hanya Abigeal yang ditraktirnya. Makanya Dion mentraktir mereka bertiga dan juga sebagai awal pertemanan yang baik.

"Pergi aja! Dia 'kan enggak tau kantin di mana, kalian anter!" perintah Abigeal.

"Siap!" balas Ranggel sambil mengangkat tangannya dengan memberi hormat.

'Lumayan, makanan gratis,' batin Abigeal.

Matanya berkedip-kedip kesenangan. Untung saja tidak ada yang melihat Abigeal mengedip-ngedip demikian. Kalau saja ada yang melihat, Abigeal bisa dibilang gila. Karena ngedipin meja, bahkan Abigeal senyum-senyum sendiri di atas mejanya.

Abigeal yang kini tinggal tidur-tiduran sendirian membolak-balik buku yang tadi dibawanya dari kantin. Dia melihat-lihat tulisan pemilik buku yang seperti cakaran ayam itu. Abigeal kemudian mengangkat kepalanya untuk mengeja nama yang tertulis di sampul buku itu. Abigeal sedikit mengeryitkan dahinya melihat nama pemilik buku yang kurang jelas.

"Bran--don ... Kim," eja Abigeal saat membaca tulisan yang tidak jelas itu, "Siapa, ya?" gumannya dan memikirkan siapa kira-kira pemilik buku itu.

"Udah tulisan kayak cakar ayam, nilai jelek, nama aneh lagi," ejeknya sambil kembali membolak-balik buku itu.

Selang beberapa waktu kemudian, Adrian, Ranggel, dan Dion sudah kembali dari kantin dengan membawa makanan dan minuman. Mereka bertiga cukup terlihat dekat jika dinilai dari lamanya mereka kenal. Karena ini pertemuan dan pertemanan pertama mereka di sekolah ini.

"Bos Abigeal, kami datanggg ...!" pekik Adrian yang baru saja sampai di pintu kelas.

"Ini, Bos. Kami bawakan makanan kesukaannya, Bos! Roti goreng berbentuk lingkaran, bolong ditengahnya kayak sundel, dan bertabur mises renyah diatasnya," tambah Ranggel.

"Alies donat ...," sambung Adrian lagi yang membawa beberapa botol minuman Aq*a dingin.

Dion yang mendengar ucapan teman-teman barunya itu hanya tertawa kecil. Ditangannya tampak menggenggam dua kresek kecil berisi beberapa donat. Abigeal yang kegirangan melihat itu segera mengambil donat yang sudah digenggam Ranggel dan memakannya dengan lahap. Bahkan, Abigeal tidak merasa bersalah sedikit pun soal itu.

The Direction (End✅)Where stories live. Discover now