Epilog

47.3K 1.4K 325
                                    

Halo! Bagi kalian yang menikmati cerita ini, bisa kalian  baca kelanjutan kisah anak-anak dari Thalia di ceritaku yang judulnya KATARINA.
Dukungan kalian sangat berarti bagi saya! terima kasih udah memberikan kepercayaan kepada saya :)

***

Epilog

Gores kuas Thalia terbuyarkan saat derap lari Caiden menemui genderang telinganya. "Ayah pulang!" bocah itu berseru, suaranya sejernih aliran sungai dekat rumah mereka. Kontras dengan rentetan air hujan yang seolah mendobrak-dobrak tanah di luar.

Caiden menaruh telunjuk di atas bibirnya dan berbisik lirih, "Jangan beritahu dia aku bersembunyi di balik pintu, ya?" Ia melompat girang, lalu berlari menuju koridor.

Thalia berseru, "Perhatikan langkahmu saat menuruni tangga, Caiden!" Sedetik kemudian, Thalia samar-samar mendengar seruan 'ya' yang begitu khas. Bersiapn turun ke bawah, menyambut Alec, Thalia meraih kain yang disodorkan pelayan pribadinya. Membersihkan berkas-berkas cat di tangannya. "Terima ka—"

Ucapan Thalia terpotong saat Petra, putrinya yang berusia tiga tahun, menarik ujung gaun Thalia. Mata birunya menemui milik Thalia dengan ekspresi memelas meski seluruh wajahnya menyiratkan kemandirian yang terlampau dini. Bagaimana tidak, pada usianya yang tiga tahun itu ia sudah berani tidur sendiri, gemar membaca dan berbicara layaknya anak berusia lima tahun. Sedangkan kakaknya, Caiden, yang setahun lebih tua, selalu menghabiskan waktunya bermain.

Dan bertarung, pikir Thalia sambil menghela napas berat. Begitu pula Petra, yang tak jarang membaca buku Seni Dasar Bela Diri. Keduanya memiliki aura kemerahan yang terlalu pekat untuk anak seumuran mereka. Seakan-akan mereka telah dilatih jadi seorang prajurit sejak berada dalam kandungan. Tak sekhawatir Thalia, Alec malah memuji rasa penasaran Caiden atas senjata—membongkar pistol (tanpa sepengetahuan Thalia, dan karena itu, Thalia marah terhadap Alec seharian) walau tak pernah dipasang ulang.

Di sisi lain, Petra setiap hari meninju boneka mahal yang Thalia belikan sebab ketika Petra mengatakan ia menginginkan boneka, Thalia pikir anak itu menginginkan teman main selain perawatnya. Thalia salah. Putrinya yang satu itu malah menjadikannya karung tinju tiap malam.

"Mau kugendong?" Thalia berjongkok dan mengulurkan tangannya pada kedua sisi tubuh Petra.

Rambut hitam pendek Petra bergoyang maju mundur saat kepalanya menggeleng. "Tidak," ujarnya sembari menunjukkan sesuatu pada telapak tangannya. "Ada serangga di gaun ibu."

            Berusaha menahan mual yang berada di ambang gerbang, dengan zahlnya, Thalia membuat serangga itu terlontar keluar jendela. Mengibaskan sedikit telunjuknya dan beberapa saat kemudian, sebuah kain terbang turun ke atas telapak tangannya. Thalia mengusap tapak kecil Petra, membersihkan kotoran apapun yang mungkin ada di sana.

            "Ibu tak pernah nyaris meremukkan serangga seperti itu." Thalia membuang kain ke samping tubuhnya. Namun, sebelum selapis kain kotor itu menyentuh tanah, ia terbang ke atas meja dekat jendela.

            Petra menatap tangan kecilnya yang digenggam Thalia. Thalia mengikuti arah pandangnya dan mendapati aura mereka berdua bercampur padu. Ungu-merah. Saat itulah Petra berucap, "Aku tak mau jadi seperti ibu." Manik biru itu berubah kelabu, terpatri pada mata Thalia. "Aku mau bertarung, mau masuk akademi nanti besar."

            Jantung Thalia mendadak berpacu cepat. Perang saudara Reibeart empat tahun lalu berkelebat di ingatannya. Darah dan ledakan dan perpisahan. Senjata tajam dan tubuh yang tak berdaya. Thalia meremas jari-jari kecil anaknya. "Dengar, ibu tidak melarangmu, tapi—"

            Pintu di belakang mereka terbuka kasar. Terpantul ke dinding lalu nyaris menutup lagi, tapi kaki Alec menahannya. Dua pelayan; pelayan pribadi dan perawat Petra, membungkuk hormat kepada Alec yang menggendong Caiden di atas pundaknya.

UGLY ROYALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang