Bab 24-1

12.3K 724 82
                                    

Kepada seluruh pembacaku yang setia menunggu Ugly Royale, 

Bab 24-1

 

            Thalia nyaris tersaruk ketidaksadaran abadi tepat saat sebuah ledakan berkumandang tak jauh dari tempatnya berbaring. Serpih bebatuan yang mencatuk kakinya, mendorong matanya untuk membuka lebar. Pipinya yang menyentuh ubin kecokelatan merasakan untaian rambutnya selembab punggungnya. Ketika tangannya hendak menggapai tanah, berupaya berdiri, ia mendapati kenyataan bahwa tangannya masih terbelenggu. Tanpa malaikat pada rangkulannya. Sebuah sensasi dingin menjalari tulang belakangnya.

            Di mana anakku?

Akhirnya kau bangun, ujar Kania. Tergambar depresi di tiap katanya. Bayi kecil itu aman—setidaknya tak cacat luka.

            Dengan kedua lututnya, Thalia beringsut berdiri. Pandangannya tak kabur, namun ia tak mengenali pasti di mana dirinya berada sekarang. Ia tertidur di sebuah lorong yang tampak tradisional, dibangun atas batu bata kecokelatan. Di kiri dan kanannya adalah bayang-bayang kegelapan yang akan membawanya entah. Menyadari kericuhan di balik punggungnya, Thalia memutuskan untuk berbalik, disambut sebuah jendela lebar menampakkan peperangan di bawah sana.

            Ia ada di Kastil Gemma—pandangannya yang dipenuhi pertarungan sudah menjelaskan segalanya. Itu hanya berarti satu hal: Kalia ada entah di sayap bagian mana bangunan ini, menunggu waktu yang tepat untuk memangsa Thalia. Ia hanya perlu menerima undangan Kalia, membunuh wanita tua itu. Lalu, menemui Waisenburg, melarikan diri dari suatu apapun yang membebaninya. Hidup bahagia. Selamanya, dalam pengasingan. Dalam sebuah jati diri baru.

            Pertarungan ini akan mudah bagimu, Thalia. Kalia menguras cukup banyak tenaga dengan menciptakan belenggumu itu. Ditambah pelindung yang ia buat di sekitar kastil—kekuatannya mustahil prima.

            Thalia menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri. Lorong mana yang harus kupilih? Kiri atau kanan?

            Kania mendengus. Kau tahu belenggu itu mengurung dan membatasi kekuatanku.

            Kalau begitu, kanan. Tungkai Thalia maju ke kanan. Banyak ledakan menampar sisi badan kastil berkali-kali. Terkadang, cahayanya membutakan Thalia. Bunyinya memekakkan telinganya. Dan serpih yang jatuh tak jarang melukai kakinya. Kendati demikian, langkahnya terus maju, tekadnya penuh, jantungnya berpacu.

            Sebuah guncangan menggetarkan tiap langkahnya. Mengombang-ambingkan jalan yang harusnya ia lalui. Bagai foto lama yang perlahan memudar, lorong panjang itu berubah jadi sebuah lingkaran tangga yang berlumut. Obor-obor pada sisi dinding mendadak memetik api, menerangi jalan tak berujung tersebut.

            Kalia merubah denah kastil, jelas Kania.

            Jadi, apakah melangkah turun merupakan gagasan yang bagus? Ujung kaki Thalia menyentuh anak tangga pertama. Kekuatan magis menghipnotis Thalia bagai angin yang menepis rasionalitas pikirannya. Bisik demi bisik doa dan mantra lirih memenuhi pendengarannya. Sementara kulitnya bergidik ngeri saat merasakan sensasi darah yang jatuh menyisiri kulitnya.

            Thalia mendongak, mencari-cari di mana darah yang tadi ia rasakan. Namun, nihil. Matanya hanya menemui langit-langit bawah tanah yang kotor. Penuh keyakinan bahwa Kalia menunggunya di bawah sana, Thalia mulai menuruni tangga tersebut. Amis darah kian pekat menusuk penciumannya seiring langkah turunnya.

UGLY ROYALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang