Bab 13-2

18K 807 48
                                    

Bab 13-2

Thalia menyentuh dinding berdebu pondok, mengagumi tiap kenangan yang menyeruak kala ia menyelami denah pondok. Pondok ini terdiri dari sebuah kamar dengan kamar mandi dan ruang tamu. Ayahnya sengaja merancang pondok ini secara tradisional. Tidak ada lampu, hanya lilin. Tidak ada penghangat ruangan, hanya perapian. Dulu, seusai berburu, ayahnya acap kali membawanya mampir. Terkadang hanya untuk duduk beristirahat. Tapi lebih seringnya mereka tidur siang bersama di atas ranjang, bersempit-sempitan. Merasakan rasa sayang ayahnya.

Ayahnya. Hati Thalia terkoyak dan mungkin nyaris tak bersatu kembali ketika mendapat mimpi buruk mengenai ayahnya. Bagaimana bila ternyata mimpi itu sebuah pertanda? Sebuah firasat akan perginya jiwa yang menyayangi Thalia sejak kecil. Sebuah kabar buruk bahwa cepat atau lambat pria itu akan pergi?

Thalia merasakan keberadaan Alec di belakangnya. Sensasi dingin air hujan juga panas napasnya membelai kulit tengkuk Thalia. Gairah Thalia tiba-tiba meluap dengan adanya kehadiran pria itu. Namun, susah payah Thalia membekamnya dalam jurang kalbu terdalamnya. Pria ini pernah bertaruh akan hidupku, Thalia mengingatkan diri sendiri mengingat tubuhnya bereaksi kebalikan dari niatnya.

Menatap langsung ke mata abu-abu Alec, Thalia menantangnya gamblang. “Pergi. Aku hendak mandi.”

Alec menengadahkan lehernya ke balik pundak Thalia. “Kau yakin air mengalir dari pancuran itu?”

“Itu urusanku. Sekarang, pergi.” Thalia bersedekap. Rambut basahnya terurai tak karuan di atas bahunya. Gaunnya melekat, mewujudkan lekuk tubuh tersembunyi Thalia. Betapa dadanya membusung dengan puncaknya yang kini mengeras karena Alec memandangi tubuhnya lamat-lamat.

Thalia bergeming, masih bersedekap dalam keteguhan dan antara kegaduhan badai di luar sana. Manik abu-abu Alec berpulang pada picingan bengis mata Thalia. Tetes air hujan berjatuhan satu demi satu dari ujung rambut Alec. Beberapa menabrak lantai kayu. Yang lainnya mengalir ke pipinya, melewati jakunnya—pada tahap ini, Thalia menelan ludahnya demi mengingatkan dirinya sendiri—dan berhenti di kebasahan kemeja hitamnya.

Begitu terpesona dengan peristiwa yang terus berulang itu, Thalia tidak menyadari rayapan tangan Alec dari sikunya. Meluncur dengan kepelanan yang disengaja, menggelitik kulit lembab di sana. Untuk satu momen itu, Thalia tak mampu menolak. Sebab ia telah jauh terjerumus dalam apa yang berkesinambungan di sekitar pria itu.

Tak disangka, akal sehatnya kembali secepatnya napas yang tadi sempat hilang. Thalia menepis tangan itu dari lengannya. “Jangan kau sentuh aku.”

Kilat menyambar entah ke mana. Sinarnya menembus jendela di samping Thalia dan menegaskan struktur tulang Alec yang menggiurkan. Suara ledakan di langit sana membuat telinga Thalia pekak akan suara berdengking.

Alec memaksa Thalia membalikkan badannya. Thalia mendesis, “Jangan kau sentuh aku.”

“Lalu?” bibir itu berbunyi tepat di telinga Thalia. Mengirimkan getaran provokasi ke sekujur tubuh Thalia. Alec kasar membuka kancing pertama gaunnya. “Kau terus mengancamku dan tak menyadari tubuhmu memucat. Kau pikir aku senang melihatmu menggigil?”

Kancing kedua gaunnya lepas. Alec melakukan pekerjaannya dengan baik serta sensual. Tangannya lambat menuruni garis punggung Thalia sebelum mencapai kancing ketiga. “Mungkin saja. Lagipula kau pernah bertaruh menenggelamkanku.”

Tangan Alec berhenti bekerja. Suaranya menyiratkan penyesalan. “Aku berhutang penjelasan padamu.”

“Penjelasan macam apapun itu, aku tak akan memaafkanmu,” geram Thalia.

Membukanya kancing ketiga dan keempat membuat gaun itu teronggok pada pinggulnya. Gaun dalamnya yang tipis terungkap. Thalia baru saja hendak menurunkan gaunnya ketika kulit sensitifnya menerima rangsangan itu; tangan Alec sampai lebih dahulu dan dengan sengaja, berhenti di sana. Thalia perlu menahan napasnya agar suara erangan tak terselip keluar dari mulut terkutuknya.

Bisikan Alec membelai tengkuk Thalia, “Aku tak mengharapkan kau memaafkanku.” Dan dengan satu sentakan, gaun itu meluncur ke lantai seiring hantaman hujan membaui tanah.

Thalia memejamkan matanya, bersiap akan yang terburuk saat jemari Alec meraih kancing tepat di belahan dadanya. Kulitnya menggesek payudara Thalia dan seketika, segalanya berubah gila. Thalia sudah merasa cukup basah di sana—sial, ia bergairah. Tubuhnya tersentak saat jemari itu membuka tiga kancing di antara payudaranya. Seluruh gaunnya telah luruh ke lantai. Suhu dingin membuat bulu di sekujur tubuhnya meremang, namun itu semua dengan cepat tergantikan oleh hawa panas dari balik punggungnya.

Benak Thalia memutuskan untuk kembali memulai percakapan daripada dimabukkan adegan erotis ini. “Aku tak percaya kau meninggalkan kudamu di timur sana.”

Tangan Alec cepat menyingkap kulit lembut tersembunyi di balik bra-nya. Thalia menahan tali itu di sikunya sebelum membiarkannya melesat ke lantai beserta dua lembar pakaian lainnya.

Ibu jari Alec menggesek pinggiran celana dalamnya—satu-satunya kain yang tersisa di tubuhnya. Telinganya begitu panas—pipinya merah—jantungnya berdebar oleh hormon yang membangkitkan gairahnya. Sial. Lagipula mengapa pria ini melepas pakaiannya?

“Dengar, Thalia,” ujar Alec parau, sama bergairahnya dengan Thalia, “bagiku lebih baik meninggalkan kuda itu di sana daripada melihatmu menggigil.”

Mengaitkan kedua ibu jarinya pada sisi pinggul Thalia, ia menarik dengan susah payah celana dalam yang melekat amat ketat di tubuh Thalia. Paha Thalia menerima rangsangan itu dengan baik, tubuhnya menggelinjang. Kehilangan keseimbangan, punggungnya menemui kemeja basah Alec dan membayangkan segala kemungkinan menggiurkan. Membayangkan Alec menjilatnya di bawah sana—

“Sial,” umpat Alec. Thalia tak sempat menangkap ekspresi pada wajahnya ketika pria itu membalikkan punggung dan berjalan ke pintu. “Mandilah. Aku akan menyalakan perapian.”

Pintu terbanting tepat saat guruh pecah di langit hari itu. []

Iya. Saya tahu ini pendek banget. tapi apa boleh buat. aku udah kepengen bikin. ditunggu ya bab selanjutnya. dan btw.. pemenang di bab 13-1 adalah sebagai berikut: 

Komentator Pertama: @Radha_mhrn

Voter Pertama: Scandalplan

Komentar Terbanyak: @najwa21

Bab ini didedikasikan kepada @blsanoxxs yang udah bikinin dua cover buat Ugly Royale. Saya salut, soalnya cover rancangan dia itu kagak abal abal gitu design nya. Pokoknya top bgt deh buat sal dari blsanoxxs hahahaha. :* terima kasih yaaa 

UGLY ROYALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang