Bab 10-1

24.7K 935 33
                                    

Bab 10-1

           

            THALIA tidak biasa-biasanya menikmati duduk di atas kereta kuda. Ia menjunjung kenyamanan; tentu saja, ia ‘kan putri mahkota, ia tidak bisa hidup tanpa kenyamanan dan kemewahan. Tapi untuk saat ini, ia membutuhkan pengalihan. Lubang maupun gundukan di jalan menuju desa terpencil ini merupakan pengalihan terbaik alih-alih langit biru bebas halangan.

            Bartholomeu IV bersikeras menyiapkan pesawat bagi putri jelitanya. Setelah kejadian tragis itu, ia tidak bisa membiarkan anaknya menempuh jalan bersanding dengan bahaya. Kereta kuda terlampau berbahaya bagi seorang penerus takhta. Melihat kedua alisnya bertaut, ia menyangka Thalia telah memikir ulang keputusannya. Namun, siapa sangka bahwasanya kekeraskepalaan meradang di pembuluh darah Seymour? Thalia mengalah, dan memenangkan perdebatan itu di saat-saat Bartholomeu lengah.

            Seandainya saja semua orang bisa mengerti. Thalia sedang menghindari biru. Biru langit. Biru sungai. Biru danau. Biru pantai. Dari atas sana, segala biru seakan mengancam dirinya akan suatu hal. Itu adalah salah satu alasan mengapa ia memegang kukuh niat mengendarai kereta kuda. Biru menghipnotisnya, mendesak Thalia berhadapan dengan kedua mata biru-kelabu itu.

            Nyaris tiga minggu. Dan setelah peristiwa di aula dansa itu, Thalia dikawal empat orang serdadu atau lebih. Salah satunya ialah Tristan. Penjagaan ketat itu mempersempit kesempatan baginya menyelinap dan menyelundupkan mata ke arah Reyes, sebuah wilayah tak jauh dari desa kecil ini (tepat di Barat Daya). Padahal, selain menunjukan rasa peduli yang tinggi, tujuan Thalia mengunjungi panti asuhan ini adalah menerobos masuk ke dalam Kastil Reyes dan menemukan Alec.

            Alec jadi tahanan rumah. Tidak dipenjara di Chyrus, penjara bawah tanah Reibeart yang bagai neraka kedua, tidak. Tadinya Alec hendak ditahan di Kastil Seymour. Dan Thalia hampir bersorak saat keputusan ayahnya telah bulat. Hampir. Dalam pertemuan kecil itu, Lady Marilyn mengangkat suara. “Tahan Alec di Kastil Reyes. Jadikan dia tahanan rumah. Lagipula itu semua masih berupa tuduhan. Tidak ada kepastian yang menunjukkan bahwa Alec membunuh keluarga angkatmu, seseorang pasti menjebaknya.”

            “Apakah ada jaminan ia tidak melarikan diri dari kastilmu dan membiarkan dirinya menjadi tersangka utama pembunuhan lainnya?” Bartholomeu membenarkan punggungnya.

            Marilyn sedikit menunduk, untuk sesaat meninggalkan sudut tegak lurus antara dagu dan lehernya. Dia enggan, tapi lakonnya sempurna. Tipu muslihat.

            “Aku ibunya. Aku harus bertanggung jawab akan dirinya, itu adalah inti dari peranku. Yang Mulia tidak perlu meragukan teknologi pertahanan dan keamanan Kastil Reyes. Bisa dibilang mustahil keluar masuk kastil tanpa izin. Yah, bukan berarti aku merendahkan keamanan Kastil Megah Seymour, tapi—“ Marilyn tersenyum padaku. “sebagai orangtua, Yang Mulia seharusnya mengerti bagaimana perilaku dua sejoli yang dimabuk asmara dan gairah. Bisa-bisa Yang Mulia mendapat seorang cucu yang tak disangka.”

            Dan dengan begitu, Bartholomeu IV setuju. Thalia tidak tahu bagaimana ayahnya bisa memercayai perkataan wanita itu. Jelas tertera pada dahinya yang mulus: aku seorang penipu, waspadalah.

            “…. Lia. Thalia. Thalia, apa kau memperhatikan?”

            Mendengar namanya dipanggil, Thalia segera menoleh kepada Tristan, satu-satunya pengawal di kereta ini. Pria itu mengenakan seragam formal. Nuansa hitam, biru, dan perak yang dipadu indah. Epolet di pundaknya berwarna perak. Kerahnya membungkus leher kekarnya dengan sempurna, berakhir pada dua baris kancing biru logam. Tiga lencana tersampir di dada kirinya. Tangannya menggenggam topi hitam mantap.

UGLY ROYALETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang