40. Perburuan di Padang Rumput

1K 23 0
                                    

Suara pekikan nyaring berkumandang di padang rumput.

Suara pekikan itu bergerak bagaikan larinya kuda jempolan, dalam sekejap mata sudah makin mendekat, para jago yang masih dicekam rasa ngeri, kembali dibuat bergidik, berdebar jantungnya sesudah mendengar pekikan nyaring itu.

Tanpa sadar Gi Beng mulai menggeser tubuhnya, bergerak mendekati Thiat Cing-su.

"Si... siapa itu?" bisik Thiat Cing-su dengan wajah berubah.

"Sssttt, tutup mulut, cepat tiarap!!" bentak Im Gi cepat.

Belum selesai dia menegur, suara pekikan itu sudah tiba di atas kepala mereka.

Thiat Cing-su tidak sempat berpikir panjang lagi, cepat dia tarik tangan Gi Beng dan menjatuhkan diri ke tanah, dengan menggunakan tubuhnya dia tindih badan Gi Beng.

Pada saat dan keadaan seperti itu, dia hanya berpendapat melindungi gadis yang berada di sampingnya merupakan tanggung jawab yang sepantasnya dia lakukan, tentang masalah perbedaan antara laki dan perempuan, dia sudah melupakannya.

"Weesss!", sesosok bayangan manusia, diiringi suara pekikan panjang melintas di atas kepalanya, menyusul kemudian "Weesss!", lagi-lagi sesosok bayangan manusia melintas.

Kedua orang itu, yang satu melarikan diri sementara yang lain mengejar, gerakan tubuh mereka cepat bagaikan sambaran petir, itulah sebabnya suara ujung baju mereka yang tersampuk angin menimbulkan suara lengkingan tajam yang menusuk pendengaran.

Walaupun Thiat Cing-su tidak sempat melihat gerakan tubuh kedua orang itu, namun cukup didengar dari ujung baju mereka yang tersampuk angin bisa diduga mereka adalah jago-jago silat dunia persilatan yang memiliki ilmu meringankan tubuh sangat tinggi.

Dalam pada itu meski Im Gi memerintahkan muridnya tiarap, dia sendiri justru masih tetap berdiri tegak, sama sekali tidak bergerak.

Sepasang kaki kedua sosok bayangan manusia itu nyaris menginjak kepalanya, namun jangankan memiringkan kepala, orang tua itu justru masih berdiri tegak sambil melotot besar.

Dengan cepat dia dapat mengenali kedua sosok bayangan manusia itu adalah Hong Lo-su yang sedang kabur dan Leng It-hong yang telah berubah jadi Dewa racun mengejar di belakangnya.

Menanti suara pekikan itu menjauh, Thiat Cing-su baru mendengar suara rintihan lirih berkumandang dari bawah tubuhnya, sekarang dia baru sadar badannya sedang menindih tubuh seorang gadis molek.

Kontan saja pipinya merah dan panas, jantungnya berdebar keras, buru-buru dia bangun terduduk, meski masih menundukkan kepala, tidak urung sorot matanya secara diam-diam melirik ke arah gadis yang berada di sisinya.

Gi Beng masih berbaring di atas tanah, bahunya bergoncang keras, dadanya naik turun dengan kerasnya, jelas jantungnya masih berdebar kencang, tidak jelas dia sedang jengah, mendongkol, keberatan atau memang tidak berani bangkit?

Thiat Cing-su sendiri pun merasa detak jantungnya berdebar sangat kencang, seolah-olah hendak menjebol dadanya dan melompat keluar.

Lewat sesaat kemudian, tidak tahan dia menyapa:
"Nona...."

"Ehmm...."

"Harap nona jangan marah," ujar pemuda itu tergagap, "barusan Cayhe hanya... hanya...."

Tiba-tiba Gi Beng bangkit berdiri, sahutnya sambil menundukkan kepala dan tertawa:

"Kau telah mempertaruhkan segalanya demi melindungi keselamatanku, masa aku marah padamu?"

Sesungguhnya dia adalah seorang gadis periang dan sangat terbuka, ketika secara tiba-tiba tubuhnya ditindih tubuh seorang pemuda yang gagah dan kekar, entah mengapa dalam hati justru muncul sebuah perasaan yang belum pernah dirasakan sebelumnya, dia tidak tahu apakah itu lantaran jengah atau perasaan lain? Sekarang meskipun dia telah berusaha berlagak seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu, tidak urung merah jengah juga pipinya, sepasang matanya yang bening bagaikan air di musim gugur tidak pernah terangkat kembali.

Pendekar Panji Sakti - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang