19. Perempuan Bercadar dari Kahyangan

2.1K 27 0
                                    

Setelah berada dalam ruangan seorang diri, Thiat Tiong-tong mulai memperhatikan setiap lukisan yang ada di dinding sekeliling tempat itu, ternyata setiap gerakan yang terpampang disana merupakan sebuah gerak serangan yang amat tangguh.
Biarpun ada diantara ukiran itu yang satu lukisan merupakan satu gerakan jurus, tapi ada pula yang harus dirangkai dari lima, tujuh ukiran untuk membentuk satu jurus serangan, tapi setiap gerakan yang tertera boleh dibilang ada sangkut pautnya antara yang satu dengan lainnya, semua merupakan gerakan jurus langka yang mengerikan.
Thiat Tiong-tong kembali berpikir:
"Manusia aneh ini berjiwa besar tapi sayang wataknya sedikit nyentrik, susah untuk dibedakan baik buruknya, tapi kalau tidak aneh, mana mungkin dengan segampang itu dia serahkan rahasia ilmu silat yang begini hebat kepada orang lain?"
Dasarnya dia memang gemar belajar silat, tidak terkirakan rasa gembiranya setelah mene-mukan pelajaran ilmu silat yang begini hebat, cepat dia membuang seluruh pikirannya dan pusatkan segenap perhatiannya untuk mempelajari jurus-jurus silat itu.
Seorang nona dengan membawa alat waktu yang berisi pasir berjalan masuk, katanya sambil tertawa:
"Bila pasir yang ada diatas gelas ini habis tertumpah ke bawah, berarti satu hari telah berlalu"
Waktu itu Thiat Tiong-tong sedang pusatkan seluruh perhatiannya untuk mempelajari jurus silat, dia hanya mengiakan sekenanya tanpa berpaling sedikit pun.
Dia mencoba membandingkan antara jurus silat yang berada diatas dinding dengan jurus silat yang dipergunakan kawanan gadis tadi, segera terasa bahwa ilmu pukulan melepaskan pakaian yang digunakan gadis gadis itu meski tangguh dan ampuh, namun jurus silat yang tertera diatas dinding justru merupakan tandingan dari serangan mereka.
Terkadang jurus serangan itu nampaknya sangat biasa dan sederhana, tapi bila direnungkan kembali maka terasalah bila serangan tersebut mampu membuat para gadis itu serasa terbelenggu dan tidak sanggup melakukan serangan lagi.
Thiat Tiong-tong benar-benar dibuat mabuk kepayang, makin diperhatikan semakin terlihat semua kelebihan dan kesaktian jurus serangan itu, sampai pada akhirnya dia mulai menemukan jurus-jurus pertahanan yang tertera diatas dinding itu, jurus pertahanan yang meliputi: mengunci, menutup, menghadang, memotong, membelenggu dan lain-lainnya.
Bila direnungkan lebih mendalam maka ditemukan bahwa semua jurus pertahanan itu kelihatannya sengaja diciptakan untuk mengha¬dapi jurus jurus serangan dari ilmu pukulan melepaskan baju yang mengutamakan tehnik menendang, memukul, menyambar, menusuk, membacok dan mengait.
Thiat Tiong-tong termasuk seorang pemuda cerdas yang encer otaknya, dalam sekilas pandang saja dia sudah menemukan semua kelebihan yang dimiliki jurus serangan itu, tidak tahan pikirnya sambil menghela napas:
"Kalau bukan manusia sakti, bagaimana mungkin dapat menciptakan jurus serangan sehebat ini?"
Menanti dia tengok kembali tabung pasir penunjuk waktu, dijumpai bahwa pasir yang ada diatas telah habis, ini menunjukkan kalau satu hari telah dilewatkan tanpa terasa.
Waktu boleh berlalu dengan cepat, tapi perut yang lapar tidak bisa dibiarkan begitu saja, sekarang Thiat Tiong-tong baru merasa kelaparan.
Buah-buahan serta minuman yang ada diatas meja entah sejak kapan sudah diambil pergi, disitu hanya nampak seorang nona muda yang sedang berdiri mengawasinya sambil tertawa.
"Nona!" tanpa terasa Thiat Tiong-tong maju menghampiri seraya menjura.
"Ada apa? Kelaparan?" tukas nona itu sambil tertawa.
Thiat Tiong-tong tertegun, serunya tergagap:
"Dari mana nona bisa tahu?"
Kembali nona muda itu tertawa hingga nampak sepasang lesung pipinya yang dalam, ujarnya:
"Sudah cukup lama kunantikan perkataanmu itu, tapi nampaknya perutmu sama sekali tidak ambil perduli atas teriakan lapar....."
Nona ini meski tidak terlampau cantik, namun kulit tubuhnya putih dan kerlingan matanya indah, dia tampil dengan membawa sebuah gaya yang cukup mengesankan.
"Bila nona tidak keberatan, bolehkah aku minta sedikit makanan......"
Nona itu kembali tertawa, sambil membenahi rambutnya yang panjang dia menukas:
"Dia minum cuka (cemburu), kau makan hati, masa sudah lupa dengan perkataan itu? Lagipula......."
Setelah tertawa terkekeh lanjutnya:
"Biarpun dikolong langit terdapat lelaki yang berjiwa besar, tidak mungkin akan menyiapkan hidangan lezat untuk menjamu musuh cintanya bukan?"
Kembali Thiat Tiong-tong tertegun. "Jadi.....jadi........."
Sekarang dia baru mengerti apa yang dikatakan manusia aneh itu sebagai "latihlah ketahanan tubuh dengan lapar", cuma......tanpa makan dan minum, sanggupkah dia bertahan selama tujuh hari?
Sambil mengerdipkan matanya yang jeli, nona itu membaringkan diri diatas ranjang batu lalu katanya lagi:
"Dia suruh aku menyampaikan kepadamu, boleh saja bila ingin makanan dan minuman, cuma......."
Dia menutup mulutnya dengan tangan sambil tertawa dan tidak melanjutkan kembali kata katanya.
"Cuma kenapa?" tanya Thiat Tiong-tong tanpa sadar.
"Bila kau tidak bermusuhan lagi dengannya berarti kau adalah tamunya, tentu saja sebagai tuan rumah yang baik dia akan menjamu tamunya dengan baik, kalau tidak...... maka dia akan menyiapkan hidangan bila kaupun bekerja untuk¬nya",
"Ooh, jadi ini yang dimaksud sebagai latihlah otot dan tulang dengan keletihan!" kembali pemuda itu berpikir, meski kheki namun diapun tidak bisa berbuat apa-apa.
"Jadi dia suruh aku mengerjakan apa?" tanya¬nya kemudian sambil menghela napas.
Nona itu sengaja membalikkan sedikit tubuhnya hingga nampak paha nya yang putih mulus, sambil tertawa genit sahutnya:
"Mengerjakan apa? Itu mah harus menunggu perintah dariku"
Biarpun gadis itu telah beberapa kali berganti gaya untuk menggodanya, Thiat Tiong-tong berlagak seolah sama sekali tidak melihat, katanya kemudian dengan nadaketus:
"Kalau memang begitu silahkan nona memberi perintah!"
Tiba-tiba nona itu bangkit berdiri, umpatnya: "Buta, buta, memangnya kau seorang lelaki buta?"
Selama ini dia menganggap dirinya adalah seorang nona yang gampang membuat lelaki terangsang dan tergoda, dia jadi mendongkol bercampur jengkel setelah melihat sikap dingin pemuda itu.
Setelah memutar biji matanya berulang kali, tiba-tiba ujarnya sambil tertawa:
"Baik, aku akan segera memberi perintah, cepat pijat dulu badanku kemudian pijat kakiku!"
Sambil berkata dia berbaring kembali ke atas ranjang sambil memperlihatkan sepasang pahanya yangputih mulus.
Andaikata Im Ceng yang menghadapi kejadian seperti ini, niscaya dia sudah melontarkan pukul¬annya tanpa berpikir panjang, sebaliknya bila Sim Sin-pek yang menghadapi kejadian ini..... hmmm, dapat dipastikan kejadiannya pasti berbeda.
Tapi Thiat Tiong-tong hanya tersenyum, dia benar-benar duduk disamping ranjang dan mulai memijat kaki nona itu.
Sepasang kaki yang dimiliki nona itu benar-benar putih mulus tanpa cacad, dari tumit hingga ke pahanya selain empuk, putih dan halus, boleh dibilang tidak nampak setitik noda hitampun.
Lama-kelamaan Thiat Tiong-tong terangsang juga dibuatnya, sekarang dia baru tahu kalau setiap bagian tubuh yang dimiliki gadis itu benar-benar menarik dan menggoda napsu.
Melihat perubahan yang ditampilkan Thiat Tiong-tong, nona itu segera tertawa cekikikan, serunya:
Ternyata kau tidak buta!"
Kakinya yang mulus segera diangkat dan didekatkan ke wajah pemuda itu.
Mengendus bau harum semerbak, Thiat Tiong-tong justru tersadar kembali dari kesilafannya, sambil tertawa katanya:
"Sungguh tidak kusangka wajah serta potongan badanmu sangat menggoda hati lelaki........."
Mendadak dari luar pintu terdengar seseorang berkata sambil tertawa:
"Nona Sui, coba lihat lelaki gagah pujaan hatimu, tidak kusangka dia hebat juga dalam soal rayuan......."
Nona yang berbaring diatas ranjang itu ikut tertawa terkekeh sambil berkata:
"Bukan Cuma soal rayuannya hebat, pijatan-nya juga sangat enak..... aduuh.... pelan dikit.... yaa. Pijat lebih ke atas......"
Tanpa berpaling pun Thiat Tiong-tong tahu kalau manusia aneh itu sengaja hendak mempermalukan dirinya dengan membawa Sui Leng-kong datang menonton, tapi dia menanggapi kesemuanya itu dengan senyuman.
Terdengar Sui Leng-kong berkata lembut:
"Bila tidak berbuat begitu, mana mungkin ia bisa bertahan selama tujuh hari, dia.... dia berbuat kesemuanya itu demi aku, semakin banyak siksaan yang dia derita, aku akan semakin baik terhadapnya, lagipula..... biarpun dia mencintai gadis lain, aku tetap akan mencintainya"
Perkataan itu disampaikan dengan sederhana tapi cukup membuat orang tidak mampu membantah.
Meski Thiat Tiong-tong hanya tersenyum saja setelah mendengar perkataan itu, namun pelbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya.
Untuk sesaat suasana jadi sangat hening, tampaknya manusia aneh itu sudah dibuat tertegun oleh perkataan tadi.
Terdengar Yin Ping menghela napas sambil bergumam:
"Tidak aneh kalau pemuda itu berpaling pun tidak, ternyata dia sudah tahu kalau nona Sui sangat mempercayainya"
Setelah menghela napas panjang, kembali gumamnya:
"Kalau sudah seia sekata, kenapa takut menghadapi godaan iblis........"
Diam-diam Thiat Tiong-tong tertawa geli, dia tahu perempuan itu sengaja hendak membuat jengkel manusia aneh itu.
Siapa tahu manusia aneh itu tidak menjadi marah, malah ujarnya sambil tertawa tergelak:
"Hahahaha....... sungguh kagum melihat Sui Leng-kong yang tidak cemburuan, sayang aku tidak punya rejeki untuk mendapatkan nya. Baiklah, anggap kerja rodi hari ini telah usai, beri dia makanan!"
Sambil tertawa Thiat Tiong-tong menghentikan pijatannya, pikirnya:
"Ternyata dia memang tidak malu disebut seorang lelaki sejati"
Dua orang nona muncul membawa pelbagai hidangan, Thiat Tiong-tong yang sejak tadi sudah kelaparan tidak membuang waktu lagi, dia siap menerkam semua hidangan yang ada.
Siapa tahu si nona kembali menghalangi niatnya itu, katanya sambil tertawa ringan:
"Hidangan ini disiapkan khusus untuk majikan, kalau kuli mah makan disebelah sana"
Sambil berkata ia menuding ke arah lain.
Thiat Tiong-tong berpaling ke arah yang ditunjuk, diatas sebuah baki kayu tersedia semangkuk air putih dan sebiji mantau keras.
Tapi mana mungkin sebiji mantou bisa membuat kenyang perutnya yang sedang lapar? Masih mending kalau tidak dimakan, begitu selesai melahap mantau tersebut, dia merasa semakin kelaparan hingga susah ditahan.
Tampak nona muda itu dengan nikmatnya melahap hidangan yang tersedia, sembari bersantap katanya tertawa:
"Kalau kau hentikan perlawanan, apa pun yang ingin kau santap, kami pasti akan memper¬siapkannya, lagipula........"
Setelah mengerling genit, tambahnya:
"Kau boleh membawa pergi semua barang berharga serta gadis cantik yang ada disini, aku...aku pun bersedia pergi mengikutimu!"
Dia sengaja menyingkap belahan bajunya hingga secara lamat lamat tampak kulit badannya yang putih mulus.
Thiat Tiong-tong hanya melirik sekejap ayam goreng serta bebek panggang yang ada diatas meja, kemudian setelah menghela napas panjang dia berjalan balik ke depan dinding ruangan.
Nona muda itu tertawa dingin, tiba-tiba dia melompat turun dari ranjang batunya lalu dengan cepat melepaskan seluruh pakaian yang dikena¬kan, teriaknya keras:
"Coba lihat, apakah aku kalah bila dibanding¬kan dengan dia?"
Tubuh bugil yang indah, putih dan montok segera terpampang jelas di depan mata.
Thiat Tiong-tong hanya berpaling sambil melirik sekejap, kemudian sambil tertawa dia melanjutkan kembali pengamatannya keatas dinding, sama sekali tidak ambil perduli lagi.
Andaikata dia tidak berani berpaling tadi, mungkin si nona muda itu tidak terlalu kheki, namun pemuda itu berpaling tanpa terpikat sedikitpun, hal ini membuat si nona merasa seakan dipermalukan, tiba-tiba diambilnya seluruh pakaiannya dari lantai kemudian satu demi satu ditimpukkan keatas wajah Thiat Tiong-tong.
Begitulah, selama berapa hari beruntun nona itu berusaha dengan pelbagai cara untuk menyiksa Thiat Tiong-tong, bukan saja semakin sering harus kerja rodi, mantau yang disediakan pun makin lama semakin bertambah kecil.
Selama itu, manusia aneh itupun berulang kali mengajak Yin Ping dan Sui Leng-kong sekalian untuk makan minum berpesta pora disekitar sana, tapi Thia Tiong-tong tetap acuh, seakan-akan dia tidak pernah menyaksikan kejadian seperti itu.
Seluruh pikiran dan perhatiannya tertuju diatas dinding, mempelajari seluruh gerak silat yang tertera disana, diapun merasa mendapat kemajuan yang pesat, dengan dasar ilmu silat yang dimiliki ditambah kecerdasan otak serta daya ingatnya yang bagus, tentu saja tidak sulit baginya untuk menyerap semua pelajaran yang ada.
Menjelang hari ke tujuh, nyaris seluruh lukisan yang tertera diatas dinding sudah berhasil dia hapalkan diluar kepala, dia yakin dengan menggunakan jurus serangan apapun, mustahil pihak lawan bisa merobohkan dirinya.
Saat itu, kendatipun kondisi tubuhnya sudah melemah namun semangatnya justru semakin berkobar, seluruh tubuhnya seakan dipenuhi oleh kekuatan hidup yang menyala.
Mendadak nona muda itu muncul kembali, duduk persis dihadapannya, lalu ujarnya sambil tertawa:
"Hari ini adalah hari ke tujuh, kalau selama ini sikapku kurang baik terhadapmu, harap kau jangan marah"
"Nona merpati tidak usah sungkan, masa aku akan menyalahkan dirimu" sahut Thiat Tiong-tong sambil tertawa.
Kini dia sudah mengetahui nama gadis ini, ternyata semua gadis yang ada disitu diberi nama dengan sebutan unggas.
Nona merpati menghela napas panjang, katanya lagi:
"Berapa jam lagi kita akan bertarung kembali, kali inipun kau tidak bakalan menang, jadi tidak perlu menaruh pengharapan yang terlalu besar"
Tampaknya Thiat Tiong-tong sudah mempu¬nyai rencana yang matang, sahutnya sambil tertawa:
"Aku hanya berharap nona mau bersikap lebih sungkan"
"Aku sendiri mah tidak bakalan menyusahkan kau, tapi ke enam saudaraku yang lain........."
Belum selesai nona itu berbicara, tiba-tiba Thiat Tiong-tong merasakan telinganya amat sakit bagai tersambar geledek saja, membuat perasaan hatinya bergetar keras hingga tidak sanggup bergerak.
Semula dia mengira dengan kemampuannya sekarang pasti akan berhasil membendung semua serangan dari kawanan gadis itu, tapi setelah diingatkan kembali oleh nona merpati bahwa mereka bukan hanya terdiri dari satu orang melainkan bertujuh, hatinya tersentak kaget.
Dengan kerja sama tujuh orang, bila gerak serangan seseorang terbendung, rekannya dapat segera menutup kegagalan itu.
Apalagi sisa waktunya tinggal tiga, empat jam lagi, mungkinkah baginya untuk menemukan jalan lain yang bisa digunakan untuk menghadapi kerja sama tujuh orang itu?
Untuk sesaat pemuda itu hanya bisa berdiri kaku dengan keringat bercucuran deras.
"Hey, kenapa kau?" tanya nona merpati keheranan.
Sambil tertawa getir sahut Thiat Tiong-tong: "Hanya sisa berapa jam terakhir pun apa nona tidak bisa membiarkan aku beristirahat sejenak dengan tenang?"
Ketika menyaksikan perubahan sikap maupun wajah sang pemuda yang semula begitu ber¬semangat, tiba-tiba berubah jadi sangat aneh, nona merpati menghela napas panjang, tanpa bicara lagi dia beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Thiat Tiong-tong duduk seorang diri dengan pikiran kusut dan perasaan putus asa, hilang sudah semangat dan minatnya untuk mempelajari sisa berapa jurus silat itu.
Kini kondisi musuh yang jauh lebih kuat sudah tertera jelas, dia sadar kendatipun dia memiliki kemampuan yang lebih hebatpun mustahil bisa digunakan dalam keadaan seperti ini. Semenjak terjun ke dalam dunia persilatan, baru kali ini dia merasa sedih bercampur kecewa.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya keheningan dipecahkan oleh gelak tertawa manusia aneh yang muncul diiringi Yin Ping, Sui Leng-kong serta kawanan gadis cantik itu.
Tujuh hari sudah lewat, kau telah siap?" tegur manusia aneh itu sambil tertawa.
"Sudah!" jawab ThiatTiong-tong kaku.
"Bila kali ini kau menderita kekalahan lagi, aku segera akan menghantar kau turun gunung, tapi......hahaha..... karena kuanggap tidak terlalu besar kesempatanmu untuk meraih kemenangan, lagi pula sudah berhari-hari kau menderita kelaparan, baiklah kita bersantap dulu sebelum melanjutkan pertarungan!"
Thiat Tiong-tong tidak ingin berdebat, maka tidak selang berapa saat kemudian hidangan telah disiapkan.
Beberapa saat kemudian terlihat ke tujuh orang nona muda itu sudah munculkan diri di dalam ruangan.
Pakaian yang dikenakan kawanan nona itu masih terdiri dari pelbagai macam warna, hanya kali ini jumlah yang mereka kenakan jauh lebih banyak.
Diantara mereka bertujuh, nona merpati dengan baju coklatnya yang nampak paling menawan hati.
Diam-diam Thiat Tiong-tong menghela napas panjang, pikirnya:
"Buat apa mereka mengenakan pakaian yang lebih banyak dan sengaja memperpanjang waktu, toh aku........."
Satu ingatan tiba-tiba melintas lewat dalam benaknya, sambil tertawa terbahak-bahak dia segera bangkit berdiri.
Sui Leng-kong paling kuatir melihat perubahan sikap pemuda itu, segera teriaknya: "Ke.....kenapa kau?"
Thiat Tiong-tong tidak menjawab, dia mulai duduk dan bersantap, setelah kenyang dan semangatnya bertambah kembali, dia baru melompat bangun.
"Sekarang sudah dapat dimulai?" tanya manusia aneh itu kemudian sambil tersenyum.
Tunggu sebentar!"
Tiba-tiba dia melucuti pakaian sendiri satu per satu, sambil melepaskan bajunya diam-diam dia melirik sekejap ke arah lawan.
Benar saja, paras muka manusia aneh itu seketika berubah hebat.
Sui Leng-kong turut panik juga, teriaknya:
"Kau.....kau......."
Dengan bertelanjang dada, Thiat Tiong-tong menyerahkan pakaiannya ke tangan Sui Leng-kong.
Dengan termangu nona itu menerimanya, tapi setelah tertegun berapa saat, mendadak dia bertepuk tangan dan serunya sambil tertawa:
"Kau......kau menang! Kau menang!"
Sambil melompat bangun, dia menggenggam tangan Thiat Tiong-tong erat-erat dan melompat-lompat saking girangnya.
"Kau memang bocah pintar!" puji Yin Ping pula sambil tertawa.
Kawanan nona cantik itu saling bertukar pandangan, mereka betul-betul dibuat tidak habis mengerti.
Salah seorang diantaranya segera berteriak: "Bertarung saja belum, bagaimana mungkin bisa menang?"
Oleh karena selama ini belum pernah seorang manusia pun mampu menjebol barisan mereka, maka mereka pun tidak tahu bagaimana cara untuk menjebol ilmu barisan tersebut.
Sambil tertawa terbahak-bahak seru Thiat Tiong-tong:
"Apakah celana termasuk baju?"
Kawanan gadis itu kembali tertegun.
"Celana ya celana, tentu saja bukan pakaian" sahut nona berbaju merah itu kemudian.
Dia mengira pemuda itu sudah pikun hingga mengajukan pertanyaan semacam itu.
"Kalau celana tidak termasuk baju, maka sekarang aku sudah tidak mengenakan pakaian lagi, padahal taruhan kita adalah bila kalian sampai selesai melepaskan pakaian yang dikenakan namun belum berhasil melepaskan sebuah pakaianku pun, berarti akulah yang menang. Kini aku tidak mengenakan pakaian, sekalipun akhirnya berhasil kalian robohkan pun, kemenangan tetap menjadi milikku"
Kawanan gadis itu jadi melongo dan berdiri terbelalak, serentak mereka berpaling ke arah manusia aneh itu.
Tampak manusia aneh itu masih duduk bersila diatas ranjang tanpa bicara, wajahnya kaku tanpa perubahan.
Nona berbaju merah itu segera memprotes: "Kenapa kau..... kau melepas dulu pakaian-mu......"
"Kalian saja boleh menambah pakaian yang dikenakan, kenapa aku tidak boleh mengurangi?" tukas Thiat Tiong-tong cepat, "apalagi sebelum pertarungan dimulai, toh tidak ada ketentuan berapa banyak pakaian yang harus kukenakan" Sesudah menghela napas panjang, lanjutnya: "Ilmu barisan ini boleh dibilang merupakan sebuah ilmu barisan yang amat langka, cara untuk menjebol barisan inipun sangat unik, boleh dibilang kehebatannya tidak terkirakan di kolong langit!"
"Tapi......tapi........"
"Tidak usah bicara lagi" tiba-tiba manusia aneh itu menghardik, "anggap saja dia yang menang. Kalau tidak berbuat begitu, siapa yang mampu mempelajari ilmu untuk menjebol barisan tersebut hanya dalam tujuh hari yang singkat!"
"Berarti dahulu kaupun menggunakan cara yang sama untuk memenangkan pertaruhan ini?" tanya Yin Ping sambil tertawa.
"Benar" jawab manusia aneh itu sambil tertawa tergelak.
Kembali Yin Ping menghela napas panjang, ujarnya sambil tersenyum:
"Walaupun kau adalah srigala pemogoran, ternyata sikapmu sangat terbuka dan berani mengaku terus terang"
Sorot matanya dipenuhi dengan pancaran sinar pujian serta rasa kagum.
Walaupun manusia aneh itu berlagak seolah tidak mendengar, namun tidak dapat menutupi rasa bangga yang tampil diwajahnya.
Terdengar Yin Ping berkata lebih jauh:
"Bukan saja berterus terang bahkan adil dan bijaksana, bila kau sengaja mengajukan persoalan yang pelik untuk mengajaknya bertaruh, bukankah kemenangan pasti berada dipihakmu?"
Thiat Tiong-tong dan Sui Leng-kong saling bertukar pandangan sekejap, dalam hati kecilnya mereka berpikir:
"Benar juga perkataan ini"
Sui Leng-kong menatap sekejap wajah manusia aneh yang sedang diliputi perasaan bangga itu, tiba-tiba ujarnya:
"Ada orang berkata, bila dirinya dipuji oleh orang yang dicintai, maka rasa gembiranya akan luar biasa sekali"
"Memang begitu"
"Ada pula orang berkata, perempuan hanya bisa memuji orang yang dicintai, bila dia tidak menyukai orang itu, jangan harap dia akan mengucapkan kata-kata pujian"
"Adik cilik, tidak nyana kaupun sangat memahami hal semacam itu" seru Yin Ping sambil tertawa terkekeh.
"Kalau memang kau menaruh cinta kepadanya sementara diapun menaruh perasaan kepadamu, kenapa kalian berdua tidak hidup berdampingan hingga tua nanti? Kenapa kalian harus memberi kesempatan kepada pihak ke tiga untuk mengacau hubungan kalian berdua? Kalau berganti aku yang menghadapi kejadian seperti ini........ aaai, oleh sebab itulah aku sungguh tidak mengerti, kenapa kalian berdua harus......harus berbuat begini?"
Mendengar perkataan itu, senyuman yang menghiasi wajah Yin Ping maupun manusia aneh itu hilang seketika, sinar aneh memancar keluar dari balik mata perempuan itu.
Manusia aneh itu menarik mukanya dan segera berkata dingin:
"Hmm, kau jangan keburu senang dulu, barisan yang berhasil kau lalui baru setengahnya, apalagi masih ada delapan pintu lain yang menanti, delapan pintu dengan delapan persoalan sulit, ingin lolos dari delapan pintu itu secara gampang? Huuh, tidak usah bermimpi disiang hari bolong"
"Betul, memang lebih sulit lolos dari ke delapan pintu itu ketimbang naik ke langit" sambung Yin Ping sambil membelai bulu Ping-nu, si kucing kesayangannya, "untung saja sisa waktu yang tersedia sudah tidak banyak lagi"
Berubah paras muka Thiat Tiong-tong maupun manusia aneh itu, tanya mereka serentak:
"Apa maksud perkataammu itu?"
Baru selesai mereka bertanya, mendadak terdengar suara keleningan emas berkumandang datang dari kejauhan.
Perlahan-lahan Yin Ping melompat turun dari pembaringannya, setelah menyapu sekeliling tempat itu sekejap, katanya:
"Coba dengar, suara keleningan kembali berbunyi, bukankah kita sudah kedatangan tamu lagi!"
Manusia aneh itu memandang dua kejap ke arahnya, kemudian tanpa banyak bicara dia melompat turun dari ranjangnya dan beranjak pergi dengan langkah lebar.
Melihat wajah serius yang ditampilkan manusia aneh itu, tergerak perasaan hati Thiat Tiong-tong, tanpa terasa dia berpaling pula ke arah kawanan gadis itu.
Ternyata mereka pun memperlihatkan wajah kaget bercampur keheranan.
Dengan kening berkerut terdengar nona merpati berkata:
"Sudah banyak tahun lembah kami jarang didatangi orang luar, siapa pula yang datang kali ini? Apakah Yin hujin sudah menduga jauh sebelumnya?"
Yin Ping tidak menggubris pertanyaan itu, sambil membelai Ping-nu, kucingnya, dia berkata:
"Sayangku, disini bakal ada keramaian, mau ikut lihat?"
Sembari berkata, diapun ikut beranjak pergi.
Kawanan nona itu saling bertukar pandangan dengan wajah tertegun, kembali terdengar nona merpati berkata:
"Kau ingin tetap tinggal disini, atau ikut bersama kami?"
Thiat Tiong-tong tahu, andaikata dia tetap tinggal disitu, dapat dipastikan pintu ruangan akan ditutup kembali, maka tanpa ragu jawabnya sambil tertawa:
Tentu saja ikut menonton keramaian"
Walaupun kawanan gadis itu tahu kalau gelagat tidak beres, namun mereka masih tersenyum sambil saling bergurau, mengiringi Thiat Tiong-tong dan Sui Leng-kong, tibalah semua orang di sebuah bangunan gedung yang amat besar.
Namun kawanan gadis itu tidak berani masuk, mereka hanya mengintip secara diam-diam dari balik jendela.
Gedung itu amat besar dan luas, kecuali batu batu pilar besar boleh dibilang tidak ada perabot lainnya, ke empat dinding batunya memancarkan sinar kehijauan yang menyeramkan, jauh berbeda dengan kemewahan dari ruangan semula.
Manusia aneh itu berdiri ditengah ruangan, kini dia telah berganti pakaian dengan mengenakan satu stel baju berwarna hitam, kepalanya diikat dengan tali berwarna hiam pula, wajahnya tanpa senyuman dan sikapnya secara tiba-tiba berubah jadi amat serius.
Thiat Tiong-tong sangat keheranan, dia tidak habis mengerti apa sebabnya sikap manusia aneh itu berubah jadi begitu serius, seolah-olah sedang menghadapi serbuan musuh tangguh saja.
Tentu saja dia tidak tahu kalau lembah tersebut sudah banyak tahun tidak pernah dikunjungi orang luar, kehadiran orang-orang asing tersebut sungguh diluar dugaannya.
Tentu saja kehadiran Thiat Tiong-tong di lembah tersebut merupakan pengecualian, karena kehadiran pemuda itu sudah seijin dan sepengetahuan manusia aneh itu.
Yin Ping sambil membopong kucingnya berdiri jauh disudut ruangan, ia berdiri dengan wajah senyum tidak senyum, matanya mengerling berulang kali keempat penjuru sementara tangan¬nya membelai bulu kucing kesayangannya.
Suasana didalam gedung amat sepi, tapi terasa hawa tekanan yang luar biasa beratnya.
Tiba-tiba bergema suara teriakan nyaring dari luar pintu:
"Yin hujin tiba!"
Dua orang gadis muda menyingkap tirai didepan pintu, seorang nanek berambut putih yang mengenakan jubah hijau, bertubuh kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang dan membawa hawa setan yang menggidikkan hati, perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam ruangan.
Walaupun wajahnya sudah amat tua namun biji matanya masih bening bercahaya, tangan kirinya berpegangan di puncak seorang bocah berusia tiga, empat belas tahunan sementara tangan kanannya membawa sebuah tongkat berwarna hitam.
Mengikuti di belakangnya adalah sekelompok muda-mudi berpenampilan mencolok, yang lelaki tinggi semampai berwajah tampan, sedang yang wanita bertubuh ramping berwajah cantik jelita.
Thiat Tiong-tong serta Sui Leng-kong nyaris menjerit tertahan setelah menyaksikan kemun¬culan rombongan manusia itu, ternyata mereka adalah Kiu cu Kui bo beserta para anak muridnya, antara lain Gi Cing-kiok serta si bocah pincang.
Pemuda tampan yang ada dibelakang Kui bo itu meski nampak tanpa cacad, namun dia bisu lagi tuli, orang itu tidak lain adalah murid ke delapan dari Kiu cu Kui bo yang disebut orang persilatan sebagai Bu im to hun, Lak-jiu Longkun (pemuda bertangan telengas mencabut nyawa tanpa suara).
Ketika masuk ke dalam gedung, Kui bo Yin Gi hanya menyapu sekejap wajah adiknya, Yin Ping, kemudian setelah manggut-manggutkan kepala dia langsung berjalan menuju ke hadapan manusia aneh itu.
Padahal dua bersaudara ini sudah banyak tahun tidak pernah bersua muka, namun perjumpaan mereka hanya ditandai dengan saling mengangguk belaka, sikap yang begitu dingin boleh dibilang melampaui sikap orang asing saja.
Sui Leng-kong ikut tertegun menyaksikan adegan tersebut.
Terdengar Yin Gi telah berkata dengan nada dingin:
"Walaupun kau bergelar Bu lim Kui cay (manusia berbakat setan dari dunia persilatan), namun kehadiranku kali ini pasti diluar dugaanmu bukan?"
Paras muka manusia aneh itu sama sekali tidak berubah, sahutnya sambil tertawa hambar:
"Selama ini cara kerja dua bersaudara Yin selalu penuh rahasia dan misterius, aku sudah banyak melihat dan mengetahuinya, kenapa mesti tercengang oleh kehadiranmu?"
"Memang lebih bagus begitu!" Yin Gi tertawa dingin, dia segera mengambil tempat duduk dan tidak bicara lagi.
"Kau jauh-jauh datang kemari, apakah tujuannya hanya untuk duduk?"
"Kalau tidak duduk memangnya mesti kenapa?"
Manusia aneh itu tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha..... kalau masih ada urusan lain harap segera disampaikan"
"Tentu saja akan kusampaikan, hanya sekarang saatnya belum tiba"
"Mau menunggu sampai kapan?"
"Hingga tamu lain berdatangan"
"Masih ada tamu lain?" berubah hebat paras muka manusia aneh itu.
Yin Gi tertawa dingin tanpa menjawab, Gi Cing kiok serta pemuda bisu tuli itu segera berdiri di belakang tubuhnya, sementara bocah pincang itupun berdiri disisinya, hanya saja dengan matanya yang besar dia celingukan ke sana kemari.
Manusia aneh itu berpaling melotot Yin Ping beberapa kejap, cepat Yin Ping mendongakkan kepalanya sambil membuang muka.
Saat itulah suara keleningan kembali bergema, seorang gadis berjalan masuk dengan langkah tergesa-gesa.
Dia muncul sambil membawa selembar kartu nama berwarna putih, wajahnya kelihatan kaget bercampur tercengang, sambil berjalan masuk gumamnya berulang kali:
"Aneh, sungguh aneh, lagi-lagi kedatangan tamu"
Setelah menerima kartu nama itu dan menengoknya sekejap, dengan wajah berubah seru manusia aneh itu:
"Persilakan tamu untuk masuk"
Tidak selang berapa saat kemudian terdengar suara langkah manusia disusul munculnya seorang kakek berjubah panjang dan seorang pemuda tampan yang menggembol pedang.
Thiat Tiong-tong maupun Sui Leng-kong merasa terkejut, pekik mereka hampir berbareng:
"Kenapa mereka ayah beranak pun ikut datang?"
Ternyata kakek dan pemuda yang barusan munculkan diri tidak lain adalah Li Lok-yang dan Li Kiam-pek.
Dengan langkah lebar Li Lok-yang melangkah masuk ke dalam ruangan, seraya menjura memberi hormat, katanya dengan suara dalam:
"Banyak tahun tidak bersua, hampir setiap detik setiap saat aku memikirkan anda, tidak disangka justru anda yang mengirim undangan, meski undanganmu sedikit diluar dugaan, namun akupun tidak berani untuk menolak datang"
Setelah mendongakkan kepalanya tertawa keras, lanjutnya:
"Orang yang berdagang sangat mementingkan catatan nota, aku pikir jiwa dagang anda mungkin bangkit secara tiba-tiba hingga ingin mengajak diriku untuk membuat perhitungan"
Lalu setelah memberi hormat kepada Yin Gi, diapun mengambil tempat duduk.
"Undangan apa?" tanya manusia aneh itu dengan wajah membeku.
"Aneh, masa lupa dengan undangan yang ditulis sendiripun? Bukankah kau undang kami semua untuk datang ke bukit Lau-san pada hari ini? Jangan-jangan kau sudah terjangkit penyakit pelupa?"
"Bagaimana caramu menemukan jalan tembus ke lembah ini?"
"Ini pertanyaan yang lebih aneh lagi" kata Li Lok-yang, "bukankah sepanjang jalan kau sudah memasang petunjuk yang sangat jelas, aku toh bukan orang buta, masa tidak bisa membaca petunjuk tersebut!"
Manusia aneh itu mendengus dingin, setelah termenung berapa saat katanya kemudian dengan nada nyaring:
"Bila kedatangan tamu lagi, kalian tidak usah membunyikan keleningan, juga tidak usah memberi laporan, persilahkan saja mereka semua masuk ke mari"
Dua orang gadis muda itu menyahut dan berlalu.
Kembali manusia aneh itu berkata: "Bangunkan aku setelah mereka semua datang kemari!"
Selesai bicara dia segera duduk bersila, memejamkan mata dan mengatur pernapasan, tampangnya seperti orang yang sudah tertidur.
Diam-diam Sui Leng-kong menarik ujung baju Thiat Tiong-tong, bisiknya:
"Aneh, kenapa Li Lok-yang pun ikut kemari? Coba lihat wajahnya, dia seperti mempunyai dendam kesumat dengan manusia aneh itu"
"Aaai, apa yang terjadi hari ini memang sangat aneh, aku sendiripun dibikin tidak habis mengerti" sahut Thiat Tiong-tong sambil menghela napas.
Mereka berdua hanya melongok dari luar jendela, oleh sebab itu orang lain tidak dapat melihat kehadiran mereka.
Kembali Sui Leng-kong berkata: "Kalau dilihat situasinya sekarang, besar kemungkinan kartu undangan yang diterima Li Lok-yang bukan berasal dari manusia aneh itu, tapi.....siapa pula yang menyebar undangan itu ?"
Thiat Tiong-tong melirik sekejap ke arah Yin Ping, setelah berpikir sejenak sahutnya: "Aku rasa........."
Belum selesai dia bicara, lagi lagi terlihat empat, lima orang berjalan masuk ke dalam ruangan.
Dandanan dari berapa orang ini sangat aneh, tingkah lakunya juga aneh, bila ditinjau dari cara mereka berjalan, jelas kungfu yang dimiliki sangat hebat, yang lebih aneh lagi, walaupun mereka datang sejalan namun masing-masing tidak ber¬tegur sapa.
Beberapa orang itu memperhatikan sejenak situasi didalam ruangan lalu masing-masing mengambil tempat duduk, mulutnya komat kamit seperti sedang bergumam, meski tidak jelas apa yang mereka ucapkan namun dari nadanya bisa diduga kalau tidak berniat baik.
Beberapa orang gadis muncul menghidangkan air teh, Kui-bo sekalian menerima empat cawan teh tanpa bicara.
Seorang lelaki bermata gede segera berseru sambil tertawa dingin:
"Kami datang kemari untuk membuat perhi¬tungan, buat apa mesti dihidangkan air teh!"
Begitu diterima, dia segera membanting cawan itu ke atas lantai.
"Perkataan sicu tepat sekali" seorang tojin bertubuh kurus kering menimpali sambil tertawa dingin, "siapa tahu dengan minum air teh ini, pinto justru akan lebih cepat kembali ke langit barat, tidak boleh diminum.... tidak boleh diminum........."
Ke empat orang itu sambil menggerutu sembari membuang cawan air teh mereka ke lantai.
Li Lok-yang yang menyaksikan hal itu segera tersenyum, katanya:
"Kalau dibilang dia sering berbuat tidak senonoh, itu memang benar. Tapi kalau dibilang dia suka mencelakai orang dengan racun, itu mah belum pernah terjadi"
Seraya berkata dia mengangkat cawannya dan meneguk habis isinya.
"Jadi kau membantunya berbicara?" bentak lelaki bermata gede itu gusar.
Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dari luar pintu gerbang sambil tertawa terbahak-bahak:
"Hahahaha...... kita datang untuk membuat perhitungan, masa orang sendiri malah gontok-gontokan lebih dulu, sungguh menggelikan"
Ditengah gelak tertawa yang amat nyaring, kembali terlihat dua sosok bayangan manusia melangkah masuk ke dalam ruangan.
Kedua orang ini mempunyai perawakan tubuh yang tinggi besar, berjidat tinggi dan penuh bercambang, mereka tidak lain adalah Bi Lek hwee serta Hay Tay- sau.
Diam-diam Thiat Tiong-tong terperanjat, dia tidak menyangka kalau ke dua orang itupun bisa muncul disitu.
Setelah memandang sekejap sekeliling ruangan, sambil tergelak ujar Hay Tay-sau:
"Bagus, bagus sekali, ternyata yang hadir adalah sobat-sobat lama, kenapa tuan rumah bukannya menyambut kedatangan tamu malahan ditinggal tidur mendengkur"
"Tuan rumah hanya akan mengadakan penyambutan bila semua tamunya telah hadir" seru Li Lok-yang.
"Tepat, dengan begitu dia memang mengirit banyak tenaga" kata Hay Tay-sau tertawa.
Kemudian setelah memandang lelaki bermata gede itu sekejap, lanjutnya:
"Tidak nyana lo-heng pun punya perselisihan dengan tuan rumah disini, bagus, bagus sekali"
"Hahahaha...... kelihatannya hanya lohu seorang yang datang untuk menonton keramaian" kata Bi Lek hwee sambil tertawa keras, "kenapa kau tidak perkenalkan beberapa orang jago itu kepadaku?"
"Kau pasti sudah kenal dengan Kui-bo hujin serta saudara Li bukan" ucap Hay Tay-sau.
Sambil menuding ke arah lelaki bermata gede itu, terusnya:
"Jika loko inipun tidak kau kenal, berarti pengetahuanmu betul-betul amat cetek, bikin malu aku saja"
Lelaki bermata gede itu melotot sekejap ke arahnya, mimik mukanya kelihatan sedikit aneh.
"Sebenarnya siapa sih orang itu?" desak Bi Lek hwee lagi.
Hay Tay-sau tertawa terbahak-bahak.
"Repot kalau aku mesti perkenalkan satu per satu" katanya, "pokoknya ke empat orang itu kalau bukan seorang pemimpin dunia persilatan, pastilah piau pacu yang namanya telah menggetarkan delapan penjuru"
Serentak ke empat orang manusia berdandan aneh itu melompat bangun dari tempat duduk-nya, perasaan kaget bercampur tercengang melintas diwajah mereka.
Sudah banyak tahun ke empat orang itu tidak pernah berkelana dalam dunia persilatan, tentu saja mereka dibuat terperanjat setelah identitas mereka dibongkar oleh Hay Tay-sau.
"Aku tidak kenal kau, dari mana kau bisa mengetahui tentang aku?" bentak lelaki itu keras.
Hay Tay-sau tertawa terbahak-bahak, belum sempat menjawab pertanyaan itu mendadak terdengar lagi suara langkah kaki yang gaduh, kembali muncul enam tujuh orang dalam ruangan itu.
Sui Leng-kong yang bersembunyi dibalik jendela segera menggenggam tangan Thiat Tiong-tong erat-erat, gumamnya:
"Mereka......mereka juga ikut datang"
Thiat Tiong-tong manggut-manggut, sepasang alis matanya berkerut makin kencang.
Ternyata beberapa orang yang baru saja munculkan diri tidak lain adalah Hek Seng-thian, Pek Seng-bu, Suto Siau, Seng Toa-nio, Seng Cun-hau serta siucay muda berilmu tnggi yang dibikin keok oleh Liu Ho-ie.
Kembali terjadi kegaduhan ditengah ruangan, mereka yang mengenal saling menyapa, hanya siucay muda itu yang nampak sangat angkuh, tanpa perduli dengan siapa pun dia langsung mengambil tempat duduk.
Sambil tertawa Hay Tay-sau pun berseru: "Sudah cukup lama aku kenal dengan kalian semua, tapi tidak nyana kalau memiliki musuh yang sama, apalagi bakal berjalan di perahu yang sama, ini menunjukkan kalau dunia memang sempit, cukup dengan seutas tali sudah dapat mengikat orang yang tidak ada sangkut pautnya dihari biasa menjadi satu!"
"Buat kami mah terhitung permusuhan baru, memangnya dengan hengtay merupakan permu¬suhan lama?" tanya Hek Seng-thian tersenyum.
"Benar!" sahut Hay Tay-sau sambil menarik kembali senyumannya.
Pada saat itulah tiba-tiba manusia aneh itu membuka matanya, dengan sorot mata yang tajam dia menyapu sekejap sekeliling ruangan, meski hanya sekejap namun seolah olah telah menatap wajah setiap orang yang hadir.
Seketika suasana jadi hening, puluhan pasang mata bersama dialihkan ke wajahnya, meski ketajaman mata setiap orang berbeda namun hampir semuanya menunjukkan rasa benci dan dendam yang mendalam.
"Kalian semua datang kemari karena menerima undangan?" tegur manusia aneh itu perlahan.
"Kalau bukan menerima undanganmu, dari-mana bisa menemukan tempat persembunyian¬mu?" sahut tojin kurus kering itu sambil tertawa seram.
Manusia aneh itu tertawa dingin, tiba-tiba dia membalikkan tubuh, dengan sorot mata yang tajam ditatapnya wajah Yin Ping tanpa berkedip, tegurnya:
"Aku yakin kaulah yang telah membantu aku menyebar surat undangan itu?"
"Meskipun bukan aku, tapi rasanya tidak beda jauh" sahut Yin Ping tanpa berubah muka.
Kui-bo Yin Gi mendengus dingin, selanya: "Ji-moay mengirim kabar kepadaku, akulah yang menyebar undangan serta memberi petunjuk jalan, sekarang kau sudah mengerti bukan?"
"Hahahaha..... mengerti, sejak awal sudah mengerti!" manusia aneh itu tertawa seram.
Diam-diam Thiat Tiong-tong merasa bergidik, pikirnya setelah menghela napas:
"Padahal dihari biasa dia nampaknya sangat mencintai orang ini, tidak disangka secara diam-diam telah mengumpulkan semua musuh besar-nya untuk datang menyatroni, seakan dia baru puas setelah melihat dia hancur dan tercerai berai. Permusuhan apa pula yang membuatnya sangat mendendam? Karena cinta yang tidak kesampaian atau mungkin karena alasan lain....."
Dalam pada itu Sui Leng-kong telah menghela napas pula:
"Sungguh keji perempuan ini!"
Saking kesemsemnya mereka berdua menyak¬sikan peristiwa itu hingga sama sekali tidak tahu sejak kapan kawanan gadis cantik yang berada disekitarnya pergi meninggalkan tempat itu.
Menanti mereka berdua mengalihkan kembali sorot matanya, ditengah ruangan telah bertambah dengan kehadiran tujuh, delapan orang wanita berjubah panjang warna hitam yang mengenakan kain cadar berwarna hitam pula.
Beberapa orang itu berdiri berjajar dekat dinding ruangan, tidak ada yang tahu mereka datang dari mana dan sudah berapa lama berada disitu, malahan para jagopun tidak ada yang tahu semenjak kapan mereka sudah berdiri di belakang tubuh mereka.
Diantara kawanan jago hanya manusia aneh dan Yin Ping yang berdiri menghadap ke arah mereka, tapi lantaran dibagian tengah terpisah oleh sekelompok jago silat yang sedang dicekam perasaan dendam, maka mereka pun tidak sempat melihat dengan jelas kehadiran perempuan-perempuan itu.
Untuk sesaat suasana didalam ruangan teramat kalut dan tegang, tampaknya setiap jago yang hadir mempunyai dendam kesumat sedalam lautan dengan manusia aneh itu, siapa pun ingin segera turun tangan untuk membuat perhitungan.
Tapi orang orang itu tampaknya merasa jeri menghadapi kehebatan kungfu manusia aneh itu hingga siapa pun enggan turun tangan terlebih dulu, siapapun tidak ingin buka suara paling dulu.
Kendatipun suasana ditengah ruangan amat tegang dan dipenuhi manusia, namun hanya gelak tertawa si manusia aneh yang bergema diseluruh ruangan, gelak nyaring yang menindih diatas suara orang lain, membuat setiap orang merasakan telinganya mendengung keras.
Menunggu hingga gelak tertawanya agak mereda, Yin Ping baru bicara sambil tertawa terkekeh:
"Sudah cukupkah tertawamu? Para penagih hutang telah datang, tertawapun tidak ada gunanya, lebih baik carilah cara yang tepat untuk melunasi semua hutangmu!"
Biarpun suara tertawanya tidak senyaring tertawa manusia aneh itu, namun suaranya tinggi melengking sangat menusuk pendengaran, membuat para pendengar merasakan hatinya bergidik. Kini semua orang baru sadar kalau kungfu yang dimiliki perempuan itu ternyata sangat tangguh.
"Betul, hutang memang harus dibayar" kata manusia aneh itu dengan suara dalam, "tapi hutang apa yang telah kubuat dan bagaimana caraku untuk membayar, lebih baik kalian saja yang menjelaskan!"
Dalam perkiraan Thiat Tiong-tong, kawanan jago itu pasti akan berebut bicara, siapa tahu setiap orang menutup mulutnya rapat-rapat, meski tidak mengucapkan sepatah katapun namun sorot mata kebencian justru memancar semakin tebal.
Dengan sorot mata yang tajam manusia aneh itu menyapu sekejap seluruh ruangan, kembali ujarnya sambil tertawa dingin:
"Li Lok-yang, Hay Tay-sau, meski kungfu kalian berdua tidak seberapa hebat namun nama baik kalian cukup bagus, coba kalian yang bicara lebih dahulu!"
Li Lok-yang saling bertukar pandangan sekejap dengan Hay Tay-sau, namun kedua orang itu tetap menggigit bibir tidak bicara.
Manusia aneh itu segera mengalihkan pandangan matanya kearah empat manusia berdandan aneh itu, katanya:
"Lam ki tok siu (kakek racun dari kutub selatan) Ko Thian-siu, kau yang hidup lebih lama ketimbang lainnya, coba terangkan dendam sakit hati apa yang terjalin antara kalian dengan aku?"
Seorang kakek berjubah sutera dengan sulaman tulisan 'siu' atau panjang usia didada-nya, memegang sebuah tongkat baja berkepala naga dan berkepala botak nampak berdiri bergetar, tanpa menjawab dia berpaling ke arah lain.
Kembali manusia aneh itu mengalihkan sorot matanya ke arah seorang lelaki berjubah hijau yang membawa sebuah kipas lipat, orang ini meski usianya sudah lanjut namun kumis dan jenggotnya dicukur bersih dan licin sehingga penampilannya mirip seorang pemuda pelajar saja.
"Giok Hu-li (rase kemala) Yo Kun, bagaimana pula dengan dirimu?"
Paras muka si rase kemala segera berubah jadi semu merah, namun diapun membungkam diri dalam seribu bahasa.
"Kuay ho Cun yang (Cun Yang hidup gembira) Lu Pin, kau saja yang bicara?" kata manusia aneh itu kemudian.
Tosu kurus kering itu bukan saja tidak menjawab, dia malah mundur satu langkah. Meski dandanannya seperti orang beribadah namun seluruh tubuhnya dihiasi dengan pelbagai macam lencana, mutiara dan batu permata hingga lebih mirip dengan seorang lelaki hidung bangor.
Manusia aneh itu tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Kalau kalian bertiga enggan bicara, berarti Sin lip pa ong (raja bengis bertenaga sakti) Siang Ji-yu yang bakal bicara bukan?"
Lelaki bermata gede itu mendengus, kepalan¬nya langsung dihantamkan keatas tiang batu yang berdiri disisinya.
"Blaaaam!" diiringi suara keras, batu tiang yang sangat keras itu seketika retak dan gumpil beberapa bagian.
Begitu nama keempat orang itu disebut, Bi lek-hwee maupun Hek Seng-thian sekalian berubah wajahnya, meski mereka belum pernah bersua dengan keempat orang itu namun tahu kalau jejak mereka sangat misterius dan wataknya antik, bukan cuma ilmu silatnya hebat, cara kerja mereka pun bengis, keji dan telengas.
Apalagi manusia yang bernama Sin lek Pa ong, dia mempunyai ratusan orang anak buah yang tersebar di seantero dunia persilatan, bukan saja cara kerjanya menakutkan, banyak pula korban yang tewas ditangan mereka.
Keempat orang ini boleh dibilang sudah menanamkan satu kekuatan yang tidak boleh dianggap enteng, jangan lagi manusia biasa, partai Siau-lim serta Bu-tong pun tidak akan berani mengusik mereka secara sembarangan.
Hanya saja kawanan manusia ini sudah banyak tahun tidak pernah muncul dalam dunia persilatan, tidak heran kalau kemunculannya secara mendadak hari ini segera menimbulkan kehebohan.
Yang membuat Thiat Tiong-tong keheranan adalah kehadiran beberapa orang itu yang jelas hendak menuntut balas karena terikat dendam dengan manusia aneh itu, tapi mengapa mereka enggan buka suara?
Dalam pada itu sorot mata manusia aneh itu sudah dialihkan ke wajah Suto Siau, tapi sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu, sambil meng¬goyangkan tangannya dan tertawa Suto Siau berseru:
"Kami berjumlah banyak, jadi mending paling belakangan saja"
Manusia aneh itu tertawa, sementara dihati kecilnya keheranan, dia tidak tahu kenapa kawanan manusia pengecut yang takut mati itu berani menyatroni tempat tinggalnya hari ini, mungkinkah mereka punya backing kuat?
Kembali sorot matanya beralih ke wajah siucay muda itu, namun ketika melihat sinar matanya yang begitu tajam, sepasang keningnya langsung berkerut kencang.
Tiba-tiba terdengar Kui bo Yin Gi berkata dengan nada dingin:
"Baiklah, kalau semua orang enggan bicara, biar aku yang mewakili mereka untuk berbicara!"
Berubah hebat paras muka Hay Tay-sau maupun Siang Ji-yu, teriak mereka hampir berbareng:
"Dari mana kau bisa tahu soal dendam kami?" Dari nada suaranya jelas terdengar kalau mereka enggan Yin Gi menyinggung soal rahasia hatinya.
Yin Gi tertawa dingin, ujarnya: "Orang bilang tidak ada dendam yang lebih berat daripada pembunuhan terhadap orang tua dan bini direbut orang, walaupun kalian tidak punya dendam karena orang tua yang terbunuh namun bini kalian telah dirampas olehnya, mana boleh dendam semacam ini tidak dibalas? Mengenai..... dengan cara apa dendam ini akan dibalas, persilahkan masing-masing mengambil keputusan sendiri"
Habis berkata dia mendongakkan kepalanya dan tertawa dingin.
Dalam waktu singkat paras muka Hay Tay-sau sekalian berubah jadi pucat pias, Li Kiam-pek merasakan tubuhnya gemetar keras, sambil mundur tiga langkah dia genggam gagang pedangnya kencang-kencang.
Bi Iek-hwee melirik Hay Tay-sau sekejap, kemudian pikirnya sambil menghela napas:
"Bila dilihat dari tingkah lakunya, Hoa Toa-koh jelas adalah bininya dulu, entah bagaimana ceritanya sampai tertipu oleh orang ini. Apa mau dikata tampaknya orang ini memang playboy kelas kakap, setelah dibuat mainan berapa saat akhirnya ditinggalkan begitu saja hingga mau tidak mau terpaksa Hoa Toa-koh harus bekerja jadi begal......"
Berpikir sampai disitu dia menghembuskan napas lega, gumamnya:
"Beruntung sepanjang hidup lohu tidak pernah beristri.........."
Thiat Tiong-tong sendiripun baru sadar apa yang sebenarnya telah terjadi, pikirnya:
"Tidak heran kalau semua orang enggan berbicara, sebagai tokoh persilatan kenamaan, tentu saja mereka tidak ingin aib keluarganya ketahuan orang"
Mendadak terdengar Sin lip Pa Ong Siang Ji-yu tertawa dingin, sambil melotot ke arah Yin Gi jengeknya:
"Betul, bini kami memang dipermainkan orang ini, tapi bagaimana pula dengan dirimu? Kenapa kalian kakak beradik bisa menjalin permusuhan dengannya?"
Berubah hebat paras muka si induk setan (kui bo) Yin Gi setelah mendengar perkataan itu, sampai berapa saat dia tidak sanggup berkata-kata.
"Hahahaha........." kembali Siang Ji-yu tertawa tergelak, "kalian tidak punya bini, berarti kalian lah yang telah dipermainkan olehnya.........."
Gi Cing-kiok membentak gusar, bersama si bocah pincang dan pemuda bisu tuli serentak mereka menyerbu ke depan.
Terdengar si bocah pincang mengejek dengan nada keras:
"Pa-ong, percuma kau bertenaga sakti, bukti¬nya melindungi bini sendiripun tidak mampu, huuuh, tidak tahu malu, tidak tahu malu........."
Siang Ji-yu membentak nyaring, bagaikan sambaran geledek dia lontarkan sebuah pukulan ke depan, bentaknya:
"Setan cilik, kau cari mampus!"
Deruan angin pukulan yang memekikkan telinga sungguh dahsyat dan menakutkan.
Tiba-tiba terasa pandangan mata jadi kabur, dua bersaudara Yin telah menghadang didepan bocah itu sambil melepaskan satu pukulan, pukulan lembut yang seketika memunahkan serangan dahsyatnya.
"Murid-muridku, cepat mundur!" terdengar Yin Gi menghardik.
Sebaliknya Yin Ping sambil membopong kucingnya berseru sambil tertawa terkekeh:
"Kami dua bersaudara telah menyebar undangan untuk mengundang kedatangan kalian semua, memangnya bertujuan untuk menghadapi kami berdua?"
Siang Pa-ong (raja bengis Siang) tertegun.
"Soal ini.........." bisiknya.
"Betul" kata Yin Ping sambil tertawa, "gara-gara bertemu dengan lelaki pemogoran semacam dialah watak toaci ku jadi berubah sangat aneh, sedang aku sendiri, hidupku hancur musnah ditangannya, oleh karena dia memusnahkan diriku terlebih dulu maka akupun ganti memusnahkan kaum lelaki, akibatnya aku mesti menyandang nama busuk. Kalau rasa benciku tidak merasuk hingga ke tulang sumsum, buat apa kali ini mesti berpura-pura baik dengan menyambanginya? Aku sengaja berbuat begitu karena aku ingin menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana nasib tragis akan menimpa dirinya, aku ingin menyaksikan sendiri bagaimana hidupnya hancur dan nyawanya melayang!"
Walaupun sedang berbicara sambil sumpah serapah, namun senyuman manis masih menghiasi bibirnya. Hal ini membuat Siang Pa-ong diam-diam bergidik.
Terdengar manusia aneh itu tertawa seram.
"Hahahaha..... betul, hidup kalian memang musnah ditanganku, dosa dan kesalahan ini memang aku yang mesti bertanggung jawab, tapi kalau menginginkan kehancuran dan kematian-ku, hmmm!"
Sambil menghentikan gelak tertawanya, dia menambahkan:
"Aku rasa tidak segampang itu!"
"Mungkin saja apa yang kau ucapkan ada benarnya" kata Yin Ping sambil tertawa, "kalau mesti satu lawan satu, jelas kungfu kami semua masih bukan tandinganmu, tapi kalau kami maju bersama.....hmmm, apayang bisa kau perbuat?"
Manusia aneh itu tertawa tergelak.
"Hahahaha..... kalian berjumlah banyak, memangnya anak buahku sedikit?"
Sambil bertepuk tangan bentaknya:
"Budak sekalian ayoh cepat keluar, kita buktikan jumlah mereka yang lebih banyak atau kita?"
Suara bentakannya nyaring dan menggaung hingga ke dalam ruangan.
Sampai suara pantulannya lenyap ternyata tidak ada jawaban, bayangan pun tidak nampak.
Agak berubah paras muka manusia aneh itu, teriaknya lagi penuh kegusaran:
"Budak sialan, budak busuk, memangnya kalian sudah mampus semua?"
Kui-bo Yin Gi tertawa dingin, jengeknya:
"Meskipun belum mampus, paling tidak sudah hampir!"
Mendadak paras muka manusia aneh itu berubah jadi pucat pias, setelah tertegun berapa saat bentaknya:
"Bagus, bagus, tidak heran dari sembilan setan laki dan tujuh setan perempuan hanya tiga orang yang hadir, ternyata yang lain sedang memberesi anak muridku, tapi......mereka toh tidak salah tidak berdosa, kalau ingin menuntut balas, seharusnya langsung mencari aku"
Hay Tay-sau dengan cepat menyingkap bajunya sambil membuka lebar dadanya, sambil maju dengan langkah lebar katanya:
"Semua orang menunggu untuk memungut keuntungan dari orang lain, tampaknya aku harus turun tangan duluan!"
"Hmm, kalau hanya kau seorang mah bukan tandinganku, lebih baik maju serentak bersama yang lain!" jengek manusia aneh itu dingin.
"Hahahaha..... Hay Tay-sau bukan orang yang suka mencari kemenangan dengan andalkan jumlah banyak!"
"Bagus!" puji manusia aneh itu sambil mengacungkan jempol, "aku akan mengalah tiga jurus untukmu!"
"Mau mengalah tiga jurus terserah, tidak mengalahpun terserah, tapi sebelum turun tangan aku ingin menyampaikan beberapa patah kata terlebih dulu!"
"Kalau orang lain yang masih banyak bicara pada saat seperti ini, mungkin aku sudah iris lidahnya, tapi kalau Hay Tay-sau yang ingin berbicara, cepat katakan!"
"Walaupun kau telah menanggung semua dosa kesalahan ini, aku tahu kesalahan tersebut tidak sepantasnya dipikul kau seorang, paling tidak kawanan perempuan busuk itupun harus turut bertanggung jawab......."
Paras muka beberapa orang segera berubah hebat.
Dengan gusar Siang Pa-ong berteriak pula: "Kentut busuk!"
Kembali Hay Tay-sau tertawa keras: "Perkataanku memang tidak enak didengar, tapi aku tetap akan mengatakannya. Terus terang, bekas bini-bini kita pun bukan merupakan manusia baik, orang bilang tepuk tangan tidak akan bunyi kalau tidak disambut telapak tangan yang lain. Dulu kawanan perempuan busuk itu pasti terpikat olehnya karena dia muda, banyak duit, berilmu tinggi dan kuat, kalau tidak, mana mungkin mereka akan tinggalkan kita untuk kabur bersamanya. Bajingan ini sendiri meski suka main perempuan dan pantas mampus, namun kawanan perempuan busuk kita yang sudah disia-siakan pun pantas mampus juga!"
Thiat Tiong-tong merasa terkejut bercampur kagum setelah mendengar perkataan itu, sebalik¬nya Siang Pa-ong dan Rase kemala sekalian meski memperlihatkan wajah gusar, namun tidak seorang pun diantara mereka yang buka suara untuk membantah, jelas apa yang dikatakan Hay Tay-sau memang benar. Andaikata dia bukan seorang lelaki gagah yang berjiwa terbuka, mana mungkin perkataan semacam itu sanggup diutara-kan?
Untuk sesaat suasana dalam ruangan jadi hening dan sepi.
Akhirnya sambil tertawa tergelak manusia aneh itu berkata:
"Tidak kusangka masih ada manusia di dunia ini yang bersedia bicara jujur dan bijaksana, lebih tidak kusangka kalau orang itu ternyata adalah musuh besarku sendiri, hahaha.....hahahaha......"
Setelah tergelak berapa saat, lanjutnya: "Aku tahu, walaupun kau sudah bicara jujur dan bijaksana, toh rasa mendongkol harus dilam¬piaskan juga, baiklah, mari, kita bermain beberapa gebrakan!"
"Rasa mendongkol ini sudah kupendam banyak tahun, pertama karena aku tahu bukan tandinganmu, kedua karena gagal menemukan jejakmu, setelah berjumpa hari ini....... mari, lihat serangan!"
Ditengah bentakan nyaring, dia lontarkan tinjunya menghantam dada manusia aneh itu.
Melihat datangnya serangan, manusia aneh itu tidak menghindar maupun berkelit, semua orang tahu kalau kungfunya hebat, mereka menyangka manusia aneh itu bakal mengeluarkan ilmu simpanannya.
Siapa tahu baru selesai ingatan tersebut melintas lewat, "Blaaaam!" pukulan Hay Tay-sau yang sangat dahsyat itu sudah bersarang telak di dada manusia aneh itu.
Betapa pun hebatnya kungfu yang dimiliki manusia aneh itu, berat juga baginya untuk menerima pukulan Hay Tay-sau yang dahsyat, kontan tubuhnya mundur berapa langkah dengan sempoyongan, paras mukanya bertambah pucat.
"Kau........" Hay Tay-sau berteriak kaget, "kenapa kau......."
Manusia aneh itu tertawa paksa setelah mengatur napas berapa saat.
"Cukup dari perkataanmu tadi, aku merasa tidak seharusnya bertarung melawanmu, itulah sebabnya biar kuterima pukulan ini sebagai pelampiasan rasa mangkelmu!"
Ketika para jago menyaksikan dia mampu menerima sebuah pukulan dari Hay Tay-sau dan akibatnya bukan saja tidak terluka parah bahkan segera mampu berbicara, mau tidak mau semua orang merasa terkejut bercampur kagum.
Setelah berdiri tertegun berapa saat lantaran kaget, Hay Tay-sau baru bisa berkata:
"Selama hidup cukup banyak manusia aneh yang pernah kujumpai, tapi rasanya belum pernah bertemu dengan manusia berwatak sangat aneh macam kau"
"Lohu juga belum pernah bertemu" sela Bi Lek hwee tidak tahan.
Manusia aneh itu tertawa tergelak.
"Hahahaha.......aku memang tidak pernah menutupi semua kekuranganku"
Setelah menatap wajah lawannya berapa saat, kembali Hay Tay-sau berkata dengan lantang:
"Baik! Dengan pukulan tersebut, hutang piutang diantara kita kuanggap impas sudah. Tapi sayang mulai sekarang aku tidak dapat lagi menyaksikan kau digebuki orang, akupun tidak dapat membantumu, terpaksa aku mesti angkat kaki dari sini"
Tidak menunggu perkataan itu selesai diucapkan, dia sudah membalikkan tubuh dan beranjak pergi.
"Hey, tunggu aku sebentar" teriak Bi Lek hwee buru-buru.
Baru saja orang ini siap mengejar rekannya, Suto Siau telah keburu menarik ujung bajunya sambil berbisik:
"Kita termasuk lima perkumpulan yang membentuk satu persekutuan, sudah sepantas-nya bila kau datang bersama, pergipun bersama, masa hengtay akan meninggalkan tempat ini dengan begitu saja?"
Bi Lek hwee melirik Hek Seng-thian sekalian dengan kening berkerut, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun dia kebaskan tangannya melepaskan diri dari cengkeraman lalu beranjak pergi dari situ menyusul Hay Tay-sau.
"Lelaki sejati!" puji manusia aneh itu sambil menghela napas, tapi belum selesai bicara dia sudah batuk tiada hentinya.
Si Rase kemala sekalian berempat saling bertukar pandangan sekejap, mereka tahu orang tersebut sudah menderita luka dalam gara-gara pukulan dari Hay Tay-sau tadi, tampaknya mereka sudah siap memanfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan serangan.
Tapi belum sempat mereka bertindak, tiba-tiba terdengar Li Kiam-pek membentak nyaring:
"Orang lain boleh saja mengampuni dosamu, tidak bagiku!"
Sambil membentak dia meloloskan pedangnya dan langsung melancarkan sebuah tusukan ke tubuh manusia aneh itu.
Li Lok-yang menjerit kaget, dengan wajah berubah cepat dia melompat ke depan.
Sungguh cepat gerak serangan yang dilancar¬kan Li Kiam-pek, dalam waktu singkat dia telah melepaskan tujuh buah tusukan maut, hampir semua serangannya ditujukan ke bagian memati¬kan di tubuh lawan.
Begitu lolos dari ke tujuh buah serangan kilat, manusia aneh itu segera berteriak nyaring:
"Li Lok-yang, cepat perintahkan dia untuk berhenti menyerang"
"Siapa bilang aku akan berhenti menyerang!" bentak Li Kiam-pek dengan wajah sedih bercampur gusar.
Mendadak dia genggam pedangnya dengan ke dua belah tangan, lalu sekuat tenaga melancarkan sebuah tusukan ke depan.
Walaupun jurus serangan yang digunakan adalah jurus serangan beradu jiwa, namun pertahanan tubuh bagian atas maupun bawahnya terbuka lebar, bertemu dengan jago tangguh semacam manusia aneh itu, boleh dibilang serangan semacam ini hanya sebuah tindakan untuk menghantar kematian sendiri.
Sambil menjerit kaget Li Lok-yang melompat maju ke depan, tampak manusia aneh itu miringkan tubuhnya menghindar dari serangan yang datang, kemudian dengan kedua jari tangannya secepat kilat dia jepitujung pedang lawan.
Padahal tusukan yang dilancarkan Li Kiam-pek disertai tenaga serangan yang luar biasa, namun begitu terjepit jari tangan lawan, senjata-nya bukan saja tidak mampu bergerak lagi, bahkan seluruh kekuatannya seolah lenyap dan menguap dengan begitu saja.
Sadar kalau keinginannya untuk balas dendam kandas ditengah jalan, pemuda itu merasa sedih bercampur putus asa, mendadak dia buang senjatanya kemudian menumbukkan kepalanya keatas dinding ruangan.
Buru-buru Li Lok-yang memeluk tubuh putranya dan menariknya kuat-kuat.
Dengan suara parau Li Kiam-pek segera menjerit:
"Jangan tarik aku...... jangan tarik aku...... ibu...... dia...... dia orang tua....... ananda tidak dapat membalaskan sakit hati dan penghinaan ini, lebih baik......."
Mendadak manusia aneh itu tertawa terbahak bahak, sambil membuang pedangnya ke lantai dan gelengkan kepalanya berulang kali, serunya:
"Li Lok-yang, tampaknya sudah terjadi kesalah¬pahaman pada anakmu yang berangasan itu, dia tidak tahu kalau permusuhan yang terjalin diantara kita berdua berbeda jauh dibandingkan dengan yang lain!"
"Apa.... apa yang kau katakan?" tanya Li Kiam-pek dengan tubuh bergetar keras.
Li Lok-yang menghela napas panjang, ujarnya:
"Anak bodoh, memangnya kau anggap ibumu adalah perempuan rendah macam begitu?"
Traaaang.....!" pisau belati yang ada dalam genggaman Li Kiam-pek segera rontok ke tanah, serunya tergagap:
"Tapi......tapi........."
Kembali Li Lok-yang menghela napas panjang, ujarnya:
"Aku terikat dendam dengannya lantaran sewaktu diselenggarakan transaksi terbuka dulu, dia pernah merampok sejumlah barang mestika milik keluarga kita dan waktu itu aku tidak dapat berbuat apa-apa"
"Hahahaha......." manusia aneh itu ikut tertawa tergelak, "perkampungan barang mestika dikota Lokyang merupakan sebuah perkam-pungan kenamaan, tentu saja nama besar itu tidak boleh rusak gara-gara barang mestikanya berhasil dirampok orang, biar sudah kehilangan pun terpaksa hanya bisa menelan ludah sambil membungkam diri"
Li Lok-yang kembali menghela napas.
"Peristiwa yang memalukan ini sudah tersimpan hampir puluhan tahun lamanya, coba kalau bukan terjadi kesalahan paham, tidak mungkin aku akan menyinggungnya lagi"
"Hari ini kau sudah mengungkapnya didepan umum, berarti kau sudah siap untuk menuntut balik barang jarahan tersebut bukan?"
"Sepuluh tahun berselang, ilmu silatku memang bukan tandinganmu, tapi selama berapa tahun ini aku telah melatih tekun kungfuku, hari ini, apa pun hasilnya, aku tetap akan beradu jiwa denganmu!"
"Kalau memang begitu, mari..........."
Belum selesai perkataan itu diucapkan, Lam-ki-tok-siu sudah menukas duluan dengan nada dingin:
"Hey orang she-Li, lebih baik nanti saja kau pamerkan kejelekanmu, sekarang biar kami berempat yang menghadapinya lebih dahulu!"
Sebelum Li Lok-yang mengatakan sesuatu, dengan gusar Li Kiam-pek telah menukas:
"Hmm, apa yang kalian berempat andalkan untuk mendahului kami?"
"Kami andalkan ini!" jawab Lam-ki-tok-siu Ko Thian-siu dingin.
Bukan saja suara orang ini dingin bagaikan salju, perubahan mimik mukanya pun susah dikenali orang.
Sambil berkata dia pungut pedang yang tergeletak dilantai itu lalu dengan sekali tekuk dia sudah patahkan senjata tersebut jadi dua bagian.
Kemudian sambil menyodorkan separuh bagian ke tangah Li Kiam-pek, ujarnya dingin:
"Pedang ini milikmu, kukembalikan sekarang kepadamu!"
Pedang milik Li Kiam-pek ini merupakan pedang mestika keluarganya, walaupun bukan senjata mestika macam pedang milik Kan-ciang atau Mo-shia, namun ketajaman dan kehebatan-nya boleh dibilang luar biasa.
Selama ini dia amat menyayangi senjata andalannya itu dan tidak pernah meninggalkan tubuhnya, tidak heran kalau Li Kiam-pek merasn kaget, sedih dan sakit hati setelah melihat senjata tersebut dipatahkan orang.
Untuk sesaaat dia merasa tidak tega hingga bersiap untuk menerimanya kembali.
Mendadak terdengar manusia aneh itu mem¬bentak nyaring:
"Pedang itu sudah dilumuri racun, jangan disentuh"
Dengan terperanjat Li Kiam-pek menarik kembali tangannya, benar saja, dia saksikan pedangnya yang semula berkilauan kini telah berubah jadi hijau kusam dan sama sekali tidak bersinar, tentu saja dia semakin tidak berani untuk menerimanya.
Hanya dalam sekali sentuhan, si kakek beracun ini mampu meracuni seluruh tubuh pedang tersebut, kemampuannya melepaskan racun boleh dibilang sangat menakutkan, kenyataan ini bukan saja membuat Li Lok-yang dan putranya menjadi terperanjat, semua orang yang hadir pun berubah hebat wajahnya.
Terdengar si kakek beracun dari kutub selatan itu tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Hahahaha... memangnya kau anggap julukan-ku sebagai si kakek beracun hanya julukan kosong!"
Begitu tangannya digetarkan, dua titik cahaya pedang segera meluncur menembusi angkasa.
"Sayang kalau pedang sebagus itu dibuang begitu saja!" teriak si rase kemala Yo Kun tertawa.
Tubuhnya segera melesat ke depan, ternyata gerakan tubuhnya jauh lebih cepat ketimbang gerakan pedang itu, dalam sekali gulungan tahu¬-tahu dia sudah menggulung kedua potongan pedang itu ke dalam sakunya.
Hanya dalam waktu singkat dia dapat menangkap pedang itu dan melayang balik ke posisi semula, bukan saja gerakannya cepat bagai petir bahkan gayanya sangat indah.
Menyaksikan kehebatan ilmu meringankan tubuh yang di demonstrasikan si Rase kemala, baik lawan maupun kawan serentak bersorak memuji.
Hanya sederet perempuan berjubah hitam berkain cadar yang tetap berdiri tanpa gerak, bila orang tidak menaruh perhatian secara khusus, sulit rasanya untuk mengetahui kehadiran mereka.
Tampak si Rase kemala menggetarkan sepasang ujung lengannya, kutungan pedang segera berserakan diatas lantai.
"Sayang kalau dibuang" seru Lu Pin sambil tertawa, "lebih baik digunakan sebagai barang rongsok saja!"
Dia membungkukkan tubuh sambil memungut kutungan pedang itu, lalu sambil berjalan menuju ke tiang batu yang gumpil berkat gempuran dari Sin lek Pa ong tadi, ujarnya lebih jauh sambil tertawa:
"Walaupun tenaga sakti milik Siang sicu menakutkan, sayang tindakannya kurang meng¬hormati tuan rumah, masa sebuah tiang batu yang bagus dibikin gumpil, biarlah pinto menggunakan kutungan pedang ini untuk memperbaikinya kembal!"
Sambil berkata dengan tangan kanan memegang kutungan pedang, tangan kiri memegang gumpilan batu cadas, dia menghimpun tenaga dalamnya di dada.
Diiringi suara pekikan nyaring, tahu-tahu dia tancapkan kutungan pedang itu ke dalam gumpilan batu, kemudian memantek gumpilan tadi diatas tiang bekas gumpilan.
Biarpun batu cadas itu keras namun orang ini mampu menembusi batu tadi bagaikan menusuk sepotong tahu saja, bukan saja gampang bahkan tidak menimbulkan suara, hal ini segera memancing aplus keras dari semua yang hadir.
Selesai memperbaiki gumpilan batu cadas itu, Lu Pin bertepuk tangan sambil berkata lagi:
"Liatwi tidak perlu bersorak memuji, sebab tanpa obat penawar racun yang sudah kulumurkan terlebih dulu ditanganku, niscaya saat ini aku sudah mati keracunan!"
Tanpa berubah muka, dengan tinjunya raja bengis bertenaga sakti berhasil menghancurkan batu cadas, kakek beracun dari kutub selatan mematahkan pedang bagai mematahkan bambu bahkan berhasil melumurinya dengan racun, kemudian Rase kemala mampu mengejar pedang secepat petir, Lu Pin menusuk batu bagai menusuk tahu. Demonstrasi kemampuan yang dilakukan ke empat orang ini boleh dibilang mengerikan sekali.
Tanpa terasa Thiat Tiong-tong dan Sui Leng¬kong saling berpegangan tangan dengan kencang, mereka benar-benar tercekat dibuatnya.
Dalam pada itu si kakek racun dari kutub selatan telah mengerling sekejap ke arah Li Kiam-pek sambil berkata:
"Dengan kemampuan yang kami berempat miliki, apakah cukup pantas untuk berebut denganmu?"
Li Kiam-pek berdiri terbelalak dengan mulut melongo, untuk sesaat dia tak mampu berkata kata.
Sambil tertawa tergelak manusia aneh itupun berseru:
"Kalau toh sudah berhasil berebut tempat, silahkan turun tangan, tidak kusangka dalam belasan tahun terakhir kungfu yang kalian berempat miliki telah bertambah maju pesat!"
"Biarpun telah maju pesat namun sayang masih belum bisa menandingimu" kata kakek racun dari kutub selatan sambil tertawa seram, "setelah kami berempat rundingkan, terpaksa kami akan turun tangan bersama-sama!"
Dengan cepat ke empat orang itu menyebarkan diri ke empat penjuru dan mengepung manusia aneh itu ditengah arena.
Manusia aneh itu sendiri meski berdiri santai tanpa berubah wajah, padahal secara diam-diam dia telah bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.
"Hati-hati" seru si Rase kemala kemudian sambil menjura, "aku......."
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba terdengar sese¬orang membentak nyaring.
Meski suara itu tidak terlalu keras namun terdengar seperti tusukan jarum yang menembusi gendang telinga, membuat telinga setiap orang terasa sakit sekali.
Dengan perasaan terkejut si Rase kemala berempat berpaling, sekarang mereka baru melihat ada dua orang wanita berjubah hitam berkain cadar perlahan lahan berjalan mendekat.
Cara berjalan ke dua orang ini sangat aneh, meski sedang melangkah ke depan namun bahunya tidak bergerak, kaki pun tidak bertekuk, seolah-olah mereka sedang melayang di antara mega saja.
Baru saja semua orang melihat jubah panjangnya bergoyang, tahu-tahu mereka sudah tiba didepan arena.
Baik manusia aneh maupun si rase kemala sekalian sama-sama merasa tercengang, ternyata mereka tidak dapat menebak siapa gerangan perempuan bercadar itu, datang dari mana dan apa tujuan kedatangannya.
Lu Pin segera menyapa dengan lantang:
"Apakah li-sicu ada petunjuk?"
"Kalian berempat tidak boleh turun tangan" jawab perempuan bercadar yang ada disisi kiri lembut.
Suaranya enteng, datar, sama sekali tidak emosi, namun nadanya tegas bagaikan sedang memberi suatu perintah, seolah-olah perkataan yang telah dia ucapkan, orang lain tidak dapat merubahnya kembali.
Si Rase kemala sekalian berdiri tertegun, tapi kemudian mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
Hanya si kakek racun dari kutub selatan yang tidak berubah paras mukanya, dengan suara mendalam tanyanya:
"Kenapa kami berempat tidak boleh turun tangan?"
"Sebab ditempat luaran, kalian berempat pun banyak membunuh dan memperkosa wanita baik-baik. Bila kau boleh menodai bini orang, kenapa orang lain tidak boleh menodai binimu, apa hak kalian untuk turun tangan?"
"Manusia macam apa kau ini, berani amat mencampuri urusan kami!" bentak Siang pa-ong gusar.
"Thian punya kuasa tidak punya kekuatan, tidak bisa turun tangan sendiri mencampuri urusan dunia, oleh sebab itu Beliau tidak segan meminjam tangan kami untuk menuntut keadilan bagi umat wanita di dunia ini"
"Hahahaha..... kalau begitu kalian mengaku sebagai utusan Thian?"
"Tepat sekali!"
Setiap perkataan yang diucapkan perempuan bercadar ini selalu datar, lembut, penuh kedamaian, tidak seorangpun dapat melihat bagai-mana mimik muka mereka dibalik kain cadarnya.
Tapi jawaban "tepat sekali" itu disampaikan dengan daya pengaruh yang sangat luar biasa, membuat orang tidak berani menyangkal kalau mereka benar-benar utusan yang datang dari langit, membuat setiap umat dunia tidak berani membangkang perintah mereka.
Sekalipun siang Pa-ong terhitung seseorang yang keras kepala pun tidak urung bergidik juga sehabis mendengar perkataan itu, untuk sesaat semua orang hanya bisa saling berpandangan dengan mulut membungkam.
Lewat berapa saat kemudian, Lu Pin baru mendehem perlahan dan berkata sambil menuding ke arah manusia aneh itu:
"Kalau kalian ingin menuntut keadilan bagi kaum wanita, kenapa tidak kau urus bajingan itu, buat apa kalian malah mengurusi kami?"
"Kedatangan kami memang ingin menyaksikan bagaimana pembalasan menimpa dirinya" sahut perempuan bercadar itu, "tapi sekarang waktunya belum tiba, tentu saja kami tidak akan membiarkan kalian berempat turun tangan terlebih dulu"
"Lalu siapa yang lebih berhak untuk turun tangan?"
"Orang yang khusus diutus Thian!"
Tiba-tiba Siang Pa-ong membentak gusar:
"Apa itu utusan Thian, utusan Tee, berlagak sok tahyul, aku tidak percaya dengan permainan busuk macam begitu, enyah kau dari sini!"
Sebuah pukulan langsung dilontarkan ke tubuh perempuan itu.
"Mana mungkin tenaga manusia bisa melawan tenaga langit, kau berani turun tangan?" jengek perempuan bercadar itu.
Sementara Siang Pa-ong masih melengak, ujung lengan baju perempuan bercadar itu telah balik menumbuk keluar.
Cepat siang Pa-ong menarik kembali serang¬annya sambil membentak:
"Kita maju bersama, biar dia berangkat duluan!" Ditengah bentakan nyaring secara beruntun lima pukulan dilontarkan, dengan tenaga gwakangnya yang sempurna, boleh dibilang serangan ini mengerikan sekali.
Perempuan bercadar hitam itu hanya sedikit menggerakkan tubuhnya, tahu-tahu dia sudah menghindari keempat buah pukulan pertama, menanti Siang Pa-ong melepaskan pukulan yang terakhir, mendadak perempuan itu menghentikan tubuhnya dan sama sekali tidak menghindar lagi.
Sewaktu menggempur batu tiang cadas tadi, semua orang telah menyaksikan betapa dahsyatnya tenaga pukulan yang dimiliki Sin-lek-Pa-ong, maka betapa terkejutnya semua orang ketika menyaksikan gempuran dahsyat itu langsung menghantam ke tubuh perempuan itu, dalam perkiraan mereka, tulang belulang perempuan bercadar itu tentu akan hancur berantakan.
Siang Ji-yu sendiripun merasa kegirangan setengah mati, dia sangka pukulannya bakal merobohkan lawan.
Siapa tahu baru saja ujung kepalan itu menyentuh pakaian yang dikenakan perempuan bercadar itu, tiba-tiba pakaian tersebut bergeser cekung ke dalam, tenaga pukulan yang amat dahsyat itu seolah kerbau lumpur yang tercebur ke dasar samudra, hilang lenyap dengan begitu saja.
Tidak terlukis rasa terkejut yang dialami si raja bengis Siang, tapi dia tidak sempat berpikir lebih jauh karena perempuan bercadar itu sudah berbalik menggulung lengannya dengan ujung bajunya.
Dalam waktu sekejap dia rasakan segulung tenaga murni yang tidak dapat dilawan menyusup masuk melalui ujung baju itu, tidak kuasa lagi tubuhnya terangkat meninggalkan permukaan tanah dan tahu-tahu tubuhnya yang tinggi besar itu sudah melayang di udara, melewati diatas kepala si Rase kemala dan ..."Blaaam!" menumbuk diatas dinding ruangan, terperosok ke lantai dan tidak sanggup merangkak bangun lagi.
Meskipun si Rase kemala sekalian tahu kalau lawan telah menggunakan ilmu tenaga dalam sebangsa Can ie cap pwee tiap (menyentuh baju terperosok delapan belas kali), tidak urung perasaan hati mereka tercekat juga. Biarpun tidak jelas berapa usia perempuan bercadar itu, namun mereka sadar bahwa dikolong langit dewasa ini hanya berapa gelintir manusia yang berhasil mencapai tingkatan ilmu sehebat itu.
Sebagaimana diketahui, tadi perempuan bercadar itu hanya menghisap dengan bajunya, tahu-tahu seluruh tenaga pukulan dari Siang pa-ong sudah lenyap tidak berbekas, lalu ketika mengebaskan bajunya, tahu-tahu tubuhnya sudah terpelanting, sampai matipun Siang pa-ong tidak menyangka kalau dia bakal dipecundangi dalam keadaan yang begitu mengenaskan.
Begitu mencium lantai, dia jatuh pingsan berapa saat, kemudian ketika mencoba merang¬kak bangun, lagi lagi kepalanya terasa amat pening hingga untuk ke dua kalinya dia mencium lantai.
Dalam pada itu perempuan bercadar tadi telah berpaling ke arah si Rase kemala Yo Kun, ujarnya lembut:
"Sekarang kau sudah percaya bukan kalau tenaga manusia tidak akan menangkan tenaga langit?"
"Soal ini........." berubah paras muka si Rase kemala Yo Kun, tiba-tiba dia menghela napas panjang, "percaya, aku percaya.......!"
Sambil berkata dia menjura dan menyembah. Pada saat itulah mendadak terlihat puluhan titik cahaya perak yang lembut bagaikan bulu melesat keluar dari punggungnya dan langsung menyergap dada serta lambung perempuan itu.
Senjata rahasia itu dilepaskan tanpa memberi tanda, begitu meluncur, kecepatannya melebihi sambaran kilat, sungguh membuat orang diluar dugaan dan sulit untuk menghindar.
Inilah ilmu yang paling diandalkan dan dibanggakan selama ini, "Cing pai hoa cuang toan hun ciam (jarum pemutus nyawa dalam kemasan punggung), selain sangat lihay dan beracun, banyak sudah jagoan tangguh dalam dunia persilatan yang kehilangan nyawa diujung jarumnya.
Perubahan ini terjadi diluar dugaan, saking kagetnya Sui Leng-kong yang bersembunyi diluar jendela sampai menjerit tertahan.
Siapa sangka perempuan bercadar iu hanya mengembangkan ujung bajunya, tahu-tahu seluruh hujan jarum perak itu sudah tergulung ke balik pakaiannya dan lenyap dengan begitu saja.
Mendadak si Rase kemala, Lu Pin serta kakek racun dari kutub selatan menjerit kaget, sambil menuding ke arah perempuan bercadar itu mereka bertiga berseru dengan nada gemetar:
"Kau.......kau.......kau......"
"Jadi kalian sudah tahu siapakah kami?" tukas perempuan bercadar itu tenang.
Tiba-tiba manusia aneh mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, selanya:
"Hahahaha.....mungkin baru sekarang mereka tahu, padahal semenjak kalian masuk kemari, aku sudah tahu siapa gerangan kalian semua"
"Memang paling baik kalau sudah tahu"
"Tidak nyana kalian bakal membantuku........"
"Orang yang semestinya datang menuntut balas kepadamu hingga kini belum muncul, kami hanya kuatir kau mampus duluan ditangan orang lain!" potong perempuan itu dingin.
Manusia aneh itu tertawa tergelak.
"Hahahaha.... memangnya kau anggap dengan andalkan beberapa orang ini sudah mampu melukai aku!"
Tiba-tiba dia turun tangan secepat kilat, cakarnya langsung mencengkeram tengkuk si kakek racun dari kutub selatan dan mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi di udara.
Selama ini kawanan jago itu belum pernah menyaksikan dia mendemonstrasikan kemampuan silatnya, tidak terlukiskan rasa terperanjat mereka setelah menyaksikan kemampuannya mencengkeram si kakek racun hanya dalam satu gebrakan tanpa ada perlawanan sedikitpun.
Si kakek racun dari kutub selatan sendiripun seakan merasakan sekujur tubuhnya lemas tidak bertenaga, nyaris dia tidak mampu bergerak, bisa dibayangkan sampai dimana rasa ngeri dan takutnya saat itu.
"Mau.....mau apa kau?" jeritnya ketakutan.
"Serahkan dulu obat penawar racunmu" perintah manusia aneh itu sambil tertawa.
"Ada..... ada disaku ku, yang merah dioleskan dihidung, yang putih ditelan"
Belum selesai ia berkata, manusia aneh itu sudah mengeluarkan sebuah kotak emas dari sakunya dan berkata sambil tersenyum:
"Aku yakin kau tidak berani berbohong.......ambillah!"
Tiba-tiba dia melemparkan kotak itu ke arah perempuan bercadar itu.
"Buat apa benda ini?" tanpa terasa perempuan itu bertanya.
Manusia aneh itu tertawa, katanya:
"Kelihatannya kalian berdua adalah para dewi yang baru saja masuk ke dalam kalangan dewa dewi hingga pengalamannya sangat cetek, kalian terlalu pandang rendah kemampuan kakek racun"
"Jangan-jangan........."
"Hahahaha....... ketika kakek racun menuding dengan jari tangannya tadi, kau sudah terkena racun jahatnya!"
Sekujur tubuh perempuan bercadar itu bergetar keras, secara beruntun dia mundur berapa langkah.
"Obat pemunah racun telah kuserahkan, kenapa kau belum lepaskan aku?" terdengar kakek racun dari laut selatan berteriak.
"Aku tahu, kau licik dan banyak akal busuknya, meski kami tidak takut menghadapimu tapi kehadiranmu ditempat ini sangat memuakkan, pergilah!"
Dia segera melemparkan tubuh kakek racun itu keluar dari pintu gerbang, sementara tubuhnya menerjang ke sela tubuh si Rase kemala dan Lu Pin sambil melepaskan satu pukulan.
Dengan hati tercekat si Rase kemala berkelit ke samping sementara Lu Pin buru-buru membalik¬kan tubuh sambil mencabut pedangnya, tapi sayang baru saja pedang itu dicabut setengah inci, pukulan si manusia aneh yang semula tertuju ke tubuh Yo Kun tahu-tahu sudah berganti menceng-keram tubuhnya.
Sepanjang hidup belum pernah Lu Pin menghadapi serangan sedemikian cepatnya, sambil berjumpalitan di udara dan kabur keluar pintu, teriaknya keras:
"Belum terlambat bagi seorang Kuncu untuk membalas dendam tiga tahun kemudian, tunggu saja pembalasanku!"
Belum selesai dia berbicara, lagi-lagi terlihat sesosok bayangan manusia meluncur keluar, dia sangka manusia aneh itu mengejarnya, saking kagetnya dia sampai bergulingan beberapa kali diatas tanah.
Ternyata bayangan tubuh itu terbanting persis disamping tubuhnya, orang itu tidak lain adalah si Rase kemala Yo Kun.
"Kenapa kaupun terlempar keluar........" tanya Lu Pin terkesap.
Yo Kun menghela napas panjang, sahutnya:
"Bangsat ini sangat lihay, kecepatan geraknya melebihi setan, belum sempat aku melihat jelas tahu-tahu........"
Belum selesai dia bicara, kembali terlihat sesosok bayangan tubuh terlempar ke udara, kali ini yang dilempar keluar adalah si raja bengis bertenaga sakti Siang Ji-yu.
Suto Siau sekalian mulai kuatir dengan keselamatan mereka, perasaan ngeri dan takut mulai mencekam perasaan masing-masing, mereka tidak menyangka kalau manusia aneh itu mampu melempar keluar empat jago tangguh dari dunia persilatan dalam waktu singkat.
Sementara itu dua orang wanita bercadar hitam tadi telah mundur ke sudut ruangan, tapi obat penawar racun itu belum ditelan, tampaknya dia sedang berunding masalah itu dengan beberapa orang wanita lainnya.
Sambil tersenyum manusia aneh itu berseru: "Kenapa kalian berdua tidak segera menelan obat penawar racun itu? Jangan-sampai gagal masuk ke lingkungan dewi akhirnya malah ter¬jerumus ke liang iblis........"
Seorang wanita bercadar dengan perawakan tubuh paling kecil dan pendek, tiba-tiba mengambil kotak itu sambil tampil ke depan, katanya:
"Kau anggap para dewi dari perguruan Ong bo (ibu suri) gampang mati karena keracunan!"
Nada suara orang ini jauh lebih dingin, kaku dan keras ketimbang dua orang rekannya, bahkan sama sekali tidak berperasaan.
Agak berubah paras muka manusia aneh itu, serunya:
"Jadi kalian enggan........"
"Betul, kami enggan menerima kebaikanmu!" tukas perempuan kecil pendek itu sambil membuang kotak tadi ke lantai kemudian berjalan balik ke rombongannya tanpa melirik sekejap pun ke arah manusia aneh itu.
Thiat Tiong-tong merasa hatinya tergerak setelah menyaksikan gerak-gerik yang aneh dari kawanan perempuan itu, khususnya setelah mendengar sebutan "thian" dan "Dewi" yang mengandung unsur tahyul.
Pikirnya dengan hati terkejut bercampur girang:
"Jangan-jangan mereka adalah para jago yang pernah disinggung dalam Bi hay hu.........."
Mendadak terasa pandangan mata jadi kabur, kembali ada empat sosok bayangan manusia yang terlempar masuk satu demi satu dan bertumpukkan menjadi satu.
Tampak ke empat orang itu tergeletak tanpa bergerak maupun bersuara, mereka tidak lain adalah si Rase kemala sekalian.
"Siapa?" bentak manusia aneh itu dengan wajah berubah.
"Sebelum kami tiba, siapa pun dilarang keluar dari sini!" seseorang menyahut dengan suara yang aneh, suara itu seakan wujud seakan pula tidak berwujud.
"Kalau memang sudah datang, kenapa tidak segera masuk?" hardik manusia aneh itu.
Siucay muda yang selama ini hanya duduk diatas bangku batu itu tiba-tiba tertawa dingin, katanya sepatah demi sepatah berkata:
"Kalau saatnya telah tiba, tentu saja mereka akan masuk"
"Siapa pula kau?" tegur manusia aneh itu.
Pemuda siucay itu hanya membalikkan biji matanya tanpa menjawab, kelihatannya manusia aneh itu ingin bertanya lebih lanjut, tapi pada saat yang bersamaan dari luar pintu kembali muncul serombongan manusia.  

Pendekar Panji Sakti - Gu LongWhere stories live. Discover now