29. Salah Langkah

1.7K 27 0
                                    

Waktu itu Cu Cau dan Sui Leng-kong berada di bawah kaki bukit Ong wo san, berjarak ribuan li dari gua istana, yang mereka dengar saat itu hanya hembusan angin gunung yang menggoyang dedaunan pohon siong, tentu saja mereka tidak akan mendengar teriakan Thiat Tiong-tong.
Bukit Ong wo san bukan sebuah gunung yang tinggi, namun sejak dulu bukit ini sudah tersohor sebagai tempat pertapa para dewa.

Ketika Cu Cau dan Sui Leng-kong tiba di kaki bukit, benar saja, mereka segera merasa suasana yang sangat berbeda di tempat itu, hanya saja tidak diketahui terletak dimanakah rumah pondok yang dimaksud.

Cukup lama mereka menelusuri seluruh tanah perbukitan itu, akhirnya dengan kening berkerut, Cu Cau berkata:
"Mana ada rumah pondok di sekitar sini? Jangan-jangan... jangan-jangan...."

"Jangan-jangan kenapa?" tanya Sui Leng-kong cepat.

Cu Cau menghela napas panjang, katanya:
"Jangan-jangan Thiat-toakomu hanya membohongi kita berdua?"

Sui Leng-kong mendongakkan kepala memandang awan di angkasa, setelah termenung lama sekali, sahutnya:
"Semenjak berkenalan dengan Thiat Tiong-tong, belum pernah sekali pun dia membohongi aku."

Walaupun sudah cukup lama dia meninggalkan lembah berawan, namun perjalan-annya dari bukit Lau-san ke bukit Ong wo san baru benar-benar membawanya ke alam dunia keramaian.

Sepanjang perjalanan dia menyaksikan banyak kejadian yang dulu tidak pernah dilihat olehnya, menjumpai berbagai lapisan manusia yang beraneka ragam, walaupun selama ini dia tidak pernah memandang rendah siapapun, namun siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan terbuai dan terpesona dibuatnya.

Pengalamannya selama berhari-hari membuat gadis itu makin tumbuh dewasa, dia semakin percaya diri, penyakit gagap yang dideritanya pun lambat-laun sembuh dengan sendirinya.

Kini bukan saja cara berbicara, caranya bertindak jauh pun lebih percaya diri, dia pun yakin Thiat Tiong-tong tidak bakal membohongi dirinya, dia percaya di sekitar sana pasti terdapat rumah pondok yang dimaksud.

"Tentu saja Thiat-jite tidak bermaksud jahat membohongi kita berdua," ujar Cu Cau sambil menghela napas: "Dia hanya...."

"Tidak usah kau lanjutkan, aku sangat memahami maksud hati Tiong-tong," tukas Sui Leng-kong sedih.

Cu Cau tertegun, tegurnya:

"Kau sepantasnya memanggil Toako....."

"Tidak, aku sengaja memanggilnya Tiong-tong... Tiong-tong, Tiong-tong...."

Cu Cau mendongakkan kepala tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha, dasar bocah bengal, Jite bisa memiliki adik perempuan macam kau, dapat dipastikan hidupnya akan sengsara....."

Sui Leng-kong tertawa lebar, katanya:
"Aku selalu berpendapat, hanya kau seorang yang mirip Toako ku, Cu-toako, kau jadi Toako ku saja, aku tidak ingin kakak macam liong-tong."

Cu Cau tertawa getir, buru-buru dia mengalihkan pembicaraan:

"Ehmm, ehm, cuaca hari ini bagus juga ...."

"Sudah, tidak usah mengalihkan pembicaraan, sekalipun kau tidak mau mengakui aku sebagai adikmu, aku tetap akan menganggap kau sebagai kakakku."

Sambil menghela napas panjang Cu Cau menggelengkan kepala berulang kali, keluhnya:
"Aaai, belasan hari berselang kau masih seorang gadis yang lemah lembut, tidak disangka hari ini telah berubah jadi nakal dan susah diatur."

"Tahukah Toako apa sebabnya bisa begini?"

"Tidak."

"Karena Toako yang mengajarkan kepadaku," seru Sui Leng-kong tertawa.

Pendekar Panji Sakti - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang