Heroes - BnHA Fanfict (Comple...

By slayernominee

63.2K 7.6K 603

Midoriya tidak menyesali dirinya yang merupakan seorang quirkless. Penyesalan seumur hidupnya justru terletak... More

Prolog
•1•
•2•
•3•
•4•
•5•
•6•
•7•
•8•
•9•
•10•
•11•
•12•
•13•
•14•
•15•
•16•
•17•
•18•
•19•
•20•
•21•
•22•
•23•
•24•
•25•
•26•
•27•
•28•
•29•
•30•
•31•
•32•
•33•
•34•
•35•
•36•
•37•
--First Route--
--Second Route--
**Vote Room**
•••••
-New VillainDeku-

•38•

1.3K 132 1
By slayernominee

Ahem!

All right, dear readers

Pertama, maaf atas keterlambatan apdet yang sangat lama, haha. Tapi ini juga sebenernya author g mau apdet sekarang.

Rencana author mau apdet pas semua rute ending udah selesai ditulis. Tapi sampe sekarang karena kesibukan yang ada author baru selesai nulis satu rute. Rute lain masih proses ditulis ya.

Berhubung author mikir udah lama author blom apdet, ya udah deh apdet dulu satu rute.

Rute lain akan menyusul secepatnya. Entah sebelum bulan desember berakhir, atau tahun depan. Mohon sabar menunggu.

Oke, hope ya enjoy the story~

.
.
.
.
.

"Jangan sakiti Amaya!"

Teriakan itu sesaat menggema pada halaman belakang sekolah yang sebelumnya diisi dengan suara kebengisan Shigaraki.

Shigaraki menghentikan kakinya yang hendak melayangkan tendangan untuk kesekian kalinya pada tubuh Midoriya. Menoleh kebelakang.

Midoriya yang sedaritadi mati-matian melindungi kepalanya di balik dua tangan, langsung lemas ketika akhirnya Shigaraki berhenti memukuli.

Entah sudah berapa banyak lebam di tubuhnya, sudah berapa kali dia merasa sakit karena tulangnya yang retak, perih saat dia mendapat luka terbuka yang baru, tidak bisa bernafas dengan benar, juga berulangkali terbatuk darah.

Kepalanya begitu pening. Dia memang sudah mencoba melindunginya, namun tetap saja beberapa pukulan berhasil menyasar.

Midoriya bertanya-tanya apa yang membuat Shigaraki mendadak diam. Pendengaran dan penglihatannya tidak bekerja dengan baik saat dia melindungi diri.

Namun dia sedikit mendengar suara teriakan. Itu pasti berasal dari anak yang Shigaraki tawan, karena tidak ada orang lain selain mereka bertiga. Kecuali jika ada yang datang.

Pandangan Midoriya yang sedikit buram melihat pada anak perempuan beberapa meter didepannya yang berlutut ketakutan sejak dia datang.

Dengan tubuh yang tergeletak tak berdaya, Midoriya berpikir apa yang anak itu ucapkan hingga Shigaraki diam.

"Ja, jangan sakiti Amaya lebih jauh.." anak itu kembali berujar. Namun kini dia kembali gemetar karena Shigaraki menatapnya lekat.

Lengang sejenak, sebuah seringaian kemudian terbentuk di wajah Shigaraki.

"Hee...Amaya, huh? "

Amaya? Apa itu benar yang Midoriya dengar? Gadis itu bahkan meragukan pendengarannya untuk sekarang karena inderanya tengah lemah.

Nama itu adalah nama samarannya dulu berdasar cerita Bakugou dulu.

"Dia tahu nama itu... meski aku tidak lagi menyamar... tapi aku yakin dia bukan salah satu anak...yang mengetahui kedok penyamaranku dulu... "

Midoriya yakin orang-orang yang tahu semua cerita aslinya tidak akan memberitahu orang lain dengan mudah. Lalu siapa dia?

"Kau salah satu temannya, hm? " Shigaraki nampak tertarik.

Simi hanya diam dengan tubuhnya yang gemetar. Dia memberanikan diri menatap balik villain itu, namun raut ketakutannya tak bisa ditutupi.

"Jadi benar... Dia Amaya. Apa yang terjadi padanya? " Simi menatap pada Midoriya yang nampak setengah sadar disana. "Aku harus menghentikan pria jahat itu melukainya, maka aku bisa menanyakan semuanya pada Amaya nanti.. "

Shigaraki mendengus. "Jadi masih ada yang menganggapnya teman meski sudah tahu dia penipu? "

Simi menanggapi itu dengan terdiam bingung. Dia tidak tahu apa maksudnya. Tapi apapun itu, Simi yakin Amaya melakukannya karena suatu alasan penting.

Shigaraki berbalik dan pergi mendekati Midoriya. Dia kemudian menjambak rambut hijaunya tanpa membuat quirknya aktif untuk memaksanya bangun. Midoriya mengerang karena hal itu membuat sekujur tubuhnya terasa sakit. Dia mencoba melepas tangan Shigaraki namun kekuatannya terlalu lemah.

"A, apa yang kau lakukan, hentikan! " Simi melihat dengan panik.

"Bisa kukatakan kau beruntung memiliki teman baik sepertinya. " ujar Shigaraki pada Midoriya yang memejamkan kedua matanya menahan sakit dari rambutnya yang ditarik kuat.

"Hei, kau. " kini Shigaraki melihat pada Simi. "Dia adalah gadis brengsek yang sudah mengacaukan banyak rencanaku. Jadi, sebaik apapun kau memohon padaku, aku tidak akan berbelas kasih. "

Simi mulai resah. Apa dia tidak punya kesempatan lagi untuk menghentikan perlakuan buruk villain itu? Dia memang hanya anak biasa dengan quirk lemah yang bahkan tidak bisa digunakan untuk melawan. Namun dia tidak mau temannya mati karena itu.

"Kumohon, lepaskan dia... " Simi tidak menyerah untuk tetap mencoba.

Shigaraki hanya menatap dingin.

"Kumohon... lepaskan... "

"Siapa namamu? "

Simi yang tidak mengerti mengapa Shigaraki menanyakan itu, hanya diam.

"Tidak mau jawab? Mau dia kuhabisi sekarang juga? "

"Si, Simi! Namaku Simi... "

Midoriya membuka sebelah matanya. Pandangannya yang buram sedikit berhasil fokus untuk melihat sosok siswi itu dengan jelas.

"Simi...? "

Saat mencoba mengingat nama itu, sebuah potongan ingatan masa lalunya melintas didalam pikiran. Midoriya mengernyit saat hal itu membuatnya merasa lebih pening.

Dia melihat jika dulu dirinya yang berambut hitam nampak dekat dengan siswi itu bersama dengan Shinsou di kelas jurusan umum.

Simi, anak yang duduk di meja sebelahnya, yang sering mengajaknya bicara dan melakukan apapun bersama. Teman baiknya. Namun anak itu tidak tahu apa-apa saat dia pergi dari UA setelah penyamarannya terungkap dan Villain League menjemputnya.

Midoriya mengira-ngira apakah Simi mengetahui soal penyamarannya karena melihat kemiripan atau karena hal lain.

Dia melihat Simi beberapa meter didepannya menatap cemas meski dirinya sendiri juga ketakutan.

"Dengar itu? " Shigaraki kembali bicara pada Midoriya. "Ingat namanya dengan baik, ingat dia sebagai orang yang sempat menyelamatkanmu sebentar. Karena aku akan segera membunuhmu! "

Shigaraki melepaskan jambakannya dan hendak mencekik Midoriya dan menghancurkan lehernya dengan quirk, namun Midoriya mengerahkan kekuatannya untuk menahan tangan Shigaraki dan kemudian berguling menjauh saat melempar tangan Shigaraki ke arah lain.

Midoriya mencoba bangkit namun dia kembali jatuh berlutut.

"Kau masih memiliki banyak tenaga. Aku kurang keras menghajarmu, huh? "

Shigaraki menerjang, kali ini Midoriya tidak sanggup untuk mengelak. Dia menerima pukulan telak dari Shigaraki dan terlempar kemudian terguling hingga berhenti didekat Simi.

Simi segera menghampiri Midoriya yang tergeletak didekatnya.

"Amaya! "

Dia khawatir Shigaraki akan mencegahnya, namun ternyata villain itu hanya diam.

Simi menyentuh pelan pundak Midoriya, memastikan apakah dia masih sadar.

"Amaya..? "

Midoriya mengerang pelan. Dia membuka matanya dan mendesis ketika seluruh tubuhnya semakin terasa remuk.

Dia melihat wajah Simi nampak menangis sedih. Midoriya berpikir kondisinya kini nampak mengenaskan.

"Simi... " panggil Midoriya.

"Y, ya? Aku disini."

Midoriya menyayangkan soal dirinya yang tidak ingat sepenuhnya soal dia. Pertemuan mereka pasti akan lebih baik jika Midoriya ingat semuanya.

"Maaf... aku tidak bisa mengingatmu dengan baik... "

"Apa...? Aku tidak mengerti. Amaya, apa maksudmu? "

"Hei bocah. " Shigaraki menatap kesal. Simi menoleh dengan ketakutan.

"Minggir darisana, aku belum selesai membunuhnya. "

Simi menggeleng. "Tidak, kau tidak akan kuizinkan mendekat. "

"Apa? Izin? Aku tidak perlu izinmu. Kalau aku mau kau bisa kubunuh bersamanya, mengerti? "

Saat itu Midoriya kemudian berusaha duduk dan Simi membantunya.

Manik hijau Midoriya menatap galak pada Shigaraki. "Jangan berani untuk menyakitinya, brengsek. "

Simi cukup terkejut mendengar langsung dari dekat soal perbedaan sikap itu, Amaya yang dulu dia kenal adalah gadis manis yang begitu baik padanya.

"Oh? Kalau begitu jangan bersembunyi padanya dan coba serang aku. "

Midoriya menggertakkan giginya. Jelas dia ingin sekali menghajar wajah Shigaraki, namun kekuatannya sudah habis. Semua lukanya membuatnya tak bisa berkutik.

Meski begitu, Midoriya masih berpikir soal bagaimana dia bisa mengamankan Simi. Dia sudah melihat dimana bom kancing dipasang, dan itu bukan jenis yang bisa dia jinakkan dengan mudah.

Bom itu bisa saja dia lepas, namun perlu waktu karena harus dengan hati-hati. Saat dia mencoba itu Shigaraki bisa saja menggunakan kesempatan untuk membunuhnya.

Saat kondisi terjepit, Midoriya kemudian mendengar suara seseorang berlari mendekati halaman belakang sekolah.

Sesaat kemudian, sosok bersurai ungu kusam muncul dari balik tembok belokan sudut bangunan.

"Shinsou!"

.
.
.
.
.

Sejak berpisah dari Bakugou dan Todoroki, Shinsou mencoba mencari di setiap tempat yang memungkinkan keberadaan Midoriya.

Selain dari arah pergi Todoroki, dia rasa tempat lain terlalu tenang. Padahal dia yakin Shigaraki tidak hanya akan bicara pada Midoriya.

Kakinya terus berlari hingga dia tiba di halaman belakang sekolah.

Tap!

Dia berhenti dan melihat ke halaman luas itu.

"Kosong... "

Shinsou tidak melihat apapun. Dia tidak tahu lagi harus mencari kemana. Arah pencariannya sudah mentok sampai ke halaman belakang saja. Setelah itu hanya tembok pagar sekolah yang ada.

"Apa ada di arena pertarungan? Kalau begitu gawat... Akan lebih sulit mencari disana. "

Tidak menyia-nyiakan waktu, Shinsou segera melangkah pergi dari halaman belakang.

.
.
.

"Shinsou-kun! " Simi berteriak-teriak memanggil pria itu saat Shinsou justru pergi seolah tidak melihat mereka.

"Bagaimana bisa... dia pergi... " Simi tidak mengerti.

Shigaraki sedaritadi hanya menatap kedatangan Shinsou sampai anak itu pergi dengan santai.

Midoriya sadar jika Shigaraki telah melakukan sesuatu pada sekitar area mereka berada. "Ada... orang lain disini... " Midoriya mencoba melihat sekitar namun pandangannya terlalu buram.

Shigaraki terkekeh. "Sudah sadar? Ya, aku memang membawa seseorang lagi kesini. Dia berkemampuan untuk memanipulasi pandangan seseorang. Jadi tidak akan ada yang menggangguku. "

"Tidak mungkin... " Simi nampak kehilangan harapan.

Kalau begitu, tidak akan ada yang menolong kecuali orang dengan quirk manipulasi itu dilumpuhkan.

Masalahnya sulit untuk menyadari keberadaan pengguna quirk itu jika bukan berada di posisi Midoriya dan Simi.

"Bagaimana ini... " Simi khawatir karena kondisi Midoriya sudah terlihat buruk. Gawat kalau Shigaraki sampai menyerangnya lagi.

.
.
.
.
.

Shinsou mengerem langkahnya ketika dia berpapasan dengan Bakugou. Dari raut yang terlihat, mereka masing-masing paham jika belum menemukan keberadaan Midoriya.

Tak lama kemudian Todoroki menyusul mereka. Dia juga tidak menemukan apapun selain Kurogiri yang tengah dilumpuhkan oleh para hero.

"Apa jangan-jangan Shigaraki berada di arena latih tanding? " tanya Todoroki.

"Jalur kesana pasti juga ditutup karena keadaan darurat. Kita tidak akan bisa masuk kecuali bersama guru meski ingin memeriksa." jawab Shinsou.

Bakugou berpikir keras. Dia tidak menemukan keberadaan Shigaraki di area utama sekolah, arena tanding tidak bisa mereka paksa buka bahkan dengan quirk pun akan sulit.

Dia memiliki ide yang cukup nekat. Resiko mereka akan kena hukuman semakin berat jika dilakukan, namun tidak ada pilihan lain.

"Dengar," Bakugou bersuara.

Saat dia akan mengatakan rencananya, perkataannya diinterupsi oleh seseorang yang memergoki keberadaan mereka diluar bangunan sekolah.

"Kalian! "

Ketiga siswa UA itu menoleh, mereka melihat sosok Aizawa menghampiri mereka dengan tatapan emosi. Dia sudah lelah mengurus villain, malah siswanya ada yang bandel keluar dari keamanan gedung.

Kurogiri sudah berhasil diringkus dan dua tawanan selamat. Kini para guru tengah berpencar mencari tawanan ketiga karena Kurogiri tutup mulut dengan sangat keras kepala.

"Kenapa kalian malah berkeliaran, hah?!"

"Sensei, kami-"

"Apa kalian tidak tahu bahayanya jika sampai jadi tawanan? Apalagi diluar awasan guru yang kini tengah sibuk!"

"Sebentar, sensei. " Todoroki mencoba meredakan amarah Aizawa.

"Kita keluar untuk membantu, sejak awal kita sangat berhati-hati untuk tidak tertangkap. "

"Apa jaminan kalian tidak akan tertangkap? "

"Paling tidak kami bisa membela diri dan kabur dari kejaran villain. "

"Tetap saja, sekarang ikut aku kembali kedalam-"

"Aizawa sensei, Shigaraki dan Midoriya tidak ada disini. " Shinsou mengatakan hal utama yang paling genting.

"-apa? "

"Kami sudah memeriksa, dan mereka tidak ada dimanapun. " ujar Bakugou.

"Masih ada daerah latih tanding yang bisa diperiksa, tapi kami tidak bisa kesana tanpa bantuan sensei. " Todoroki menimpali.

Aizawa yang tengah lelah merasa campur aduk. Dia masih kesal dengan ketiga murid yang kabur itu dan resah dengan kabar jika Midoriya tidak ditemukan.

"Masih ada satu murid yang ditawan, semua guru sekarang tengah berpencar mencari. " Aizawa memijat matanya yang pegal. "Kita tunggu kabar hasil pencarian dan memutuskan pergerakan selanjutnya setelah itu. "

"Kami sudah memeriksa. "

"Bisa saja kalian melewatkan sesuatu. Apa kalian yakin sudah memeriksa semua hal? "

"Sebagian besar... " ujar Shinsou pelan. "Namun tidak ada tempat lain yang mungkin menjadi lokasi Shigaraki bersama Midoriya selain yang sudah kami periksa. "

"Sudah, tetap disini dan tunggu kabar bersamaku. Jangan berani berpencar!"

"Ha'i... "

.
.
.
.
.

Midoriya melihat hero midnight hanya melintasi halaman belakang seolah tak melihat apapun seperti yang Shinsou lakukan tadi.

"Jadi Kurogiri sudah kalah, hm? " gumam Shigaraki. Memahami arti dari para hero yang kini berkeliaran kesana kemari.

"Baiklah, aku harus mengurusmu secepat mungkin. "

Simi melindungi Midoriya dibalik tubuhnya. "Jangan mendekat. " dia sudah lebih berani seiring waktu berlalu. Karena ada nyawa yang menjadi taruhan.

"Perubahan rencana, akan kubunuh kalian berdua. "

Midoriya menepuk pundak Simi dan mencoba bangun.

"Amaya..?"

"Aku sudah cukup istirahat." ujar Midoriya dengan ringisan saat menahan sakit ketika dia berdiri.

"Tidak mungkin, luka-lukamu tidak akan membaik dalam waktu sesingkat tadi. "

"Membaik kok, percaya padaku. " Midoriya mengulas senyum kecil.

Simi tidak bisa mencegah lebih jauh setelah Midoriya berjalan maju menghadapi Shigaraki sekali lagi.

Shigaraki menyeringai. "Yakin masih mau melawan? Kuhajar sekali saja pasti juga roboh. "

"Jangan banyak bicara. " Midoriya menegakkan badannya. "Diam dan majulah, Shigaraki. "

Shigaraki mendengus. "Kau tidak mau kubantu untuk bisa menemui ibumu dengan cepat. Bukankah kau merindukannya? "

Midoriya mengepal kuat. Perangai Shigaraki yang sombong dan banyak bicara memberinya sedikit keuntungan.

Kali ini dia berencana sengaja membiarkan Shigaraki membakar emosinya. Dengan begitu dia akan mendapat kekuatan saat kemarahannya memuncak, dimana dia akan mengabaikan seluruh rasa sakit dan resiko luka tambahan.

Midoriya akan mengakhiri pertarungannya selama dia punya kekuatan sementara itu.

"Kenapa diam? Ah, apa kau ingin mengucap selamat tinggal lebih dulu pada teman-temanmu? Baiklah, akan kubuat kematianmu datang perlahan. Sehingga setidaknya saat mereka datang kau masih hidup dan gunakan menit-menit terakhirmu untuk berpisah dengan baik. "

Baiklah, sudah cukup. Midoriya melesat maju. Mengerahkan sisa-sisa terakhir tenaganya.

.
.
.
.
.

"Bagaimana, Mic? " tanya Aizawa melalui alat komunikasi.

"Tidak ada, seperti kata anak-anak yang bersamamu itu."

"Apa sudah ada yang pergi kembali kedalam gedung untuk memeriksa cctv? "

"Ya, beberapa saat lalu. Seharusnya sebentar lagi akan ada kabar-"

"Perhatian! " sela hero lain pada alat komunikasi. "Terdapat beberapa cctv yang sengaja dirusak. Akan kusebutkan lokasinya, siapapun yang mendengar dimohon berpencar memeriksa sesegera mungkin. "

Aizawa kemudian sangat fokus mendengarkan lokasi mana saja yang tidak bisa dipantau setelah cctv dirusak.

Hero lain mengonfirmasi kemana mereka akan pergi. Sisa satu tempat.

"Halaman belakang, kita pergi kesana, cepat!" seru Aizawa bersamaan dengan kakinya yang melangkah pergi.

Ketiga siswa yang bersamanya ikut berlari mengekori.

"Tidak ada apa-apa disana. " ujar Shinsou yang telah melewati tempat itu tadi.

"Tetap kita harus periksa mengapa cctv disana rusak. " Aizawa tidak berhenti berlari.

Sesampainya di halaman belakang, seperti sebelumnya, tidak ada apapun yang terlihat.

Aizawa diam melihat sekitarnya.

Satu persatu hero yang tiba di lokasi masing-masing menkonfirmasi jika tidak melihat apapun.

Cementoss meminta pemeriksaan daerah arena tanding melalui kamera pengawas. Disana juga tidak terlihat apapun, dan tidak ada kamera yang rusak disana.

Mendengar itu, Bakugou, Shinsou, dan Todoroki ikut bingung. Dimana Shigaraki? Apa dia sudah pergi dari daerah sekolah?

"Mic, perlu kita cari diluar sekolah?"

"Huh? Ah, ya mungkin kita bisa melakukan itu untuk jaga-jaga. "

"Kalian, kembalilah ke dalam gedung. Aku akan mencari diluar. "

Terlihat jelas raut ketika siswa didepannya menolak melakukan itu.

"Jangan membantah. Aku masih maafkan kelakuan pertama kalian tapi kali ini tidak. "

Kini mereka bertiga tidak tahu harus berkata bagaimana lagi agar diizinkan untuk tetap diluar. Perasaan mereka buruk jika harus kembali kedalam.

"Sensei-"

Todoroki yang hendak membujuk menghentikan ucapannya saat ponsel Shinsou berbunyi.

"Sumimasen. "

Shinsou merogoh sakunya dan mengangkat panggilan yang dia terima. Meski dia heran kenapa orang itu menelponnya.

"Halo? "

"Shinsou-kun! Jangan pergi! Kami ada didekat kalian! "

Netra Shinsou melebar. Dia segera melihat sekitar.

"Apa? Dimana? "

Yang bisa dia lihat hanyalah halaman yang kosong. Shinsou kemudian memasang mode loud speaker agar orang lain bisa mendengarnya.

"Tepat didepanmu! Ada seseorang dengan quirk semacam hipnotis di tempat ini, cepat lumpuhkan dia! Amaya dalam bahaya-"

Suara Simi terputus, ponselnya seperti direbut dan dibuang jauh-jauh.

Shinsou menatap Aizawa dengan raut panik. Bakugou dan Todoroki juga tidak bisa berkata-kata mendengar hal tadi.

Kini mereka tahu mengapa Shigaraki tidak ditemukan dimanapun.

"Berpencar dengan hati-hati dan lakukan apapun untuk menemukan orang itu! " seru Aizawa. Ketiga muridnya kemudian langsung serentak pergi.

"Mereka ada di halaman belakang. Shigaraki menggunakan orang yang membuatnya seolah tak ada disini dengan quirknya. Siapapun yang mendengarku, dimohon datang dan cari dia! " Aizawa mengumumkan melalui alat komunikasinya.

Orang suruhan Shigaraki bersembunyi dengan quirknya yang membuat orang lain berpikir tidak bisa melihatnya. Namun batas kemampuan penggunaannya sudah terlewati, sehingga kekuatannya melemah.

Hal itu menyebabkan Todoroki dapat melihatnya ketika kebetulan berada di dekatnya.

"Dia disini! " seru Todoroki keras-keras.

Orang asing itu sontak melarikan diri ketika dirinya ketahuan. Namun Todoroki menggunakan esnya untuk menangkap kaki orang tersebut.

Zrash!

Gelombang es berhasil membekukan langkah penyusup itu. Dia nampak panik saat kakinya tak bisa bergerak. Mencoba menggunakan quirknya sekali lagi, namun tidak bisa.

"Jangan berani berulah lagi! " Todoroki kesal dan akhirnya membekukan seluruh tubuh orang itu.

Seketika setelah penyusup itu terkurung dalam es, pengaruh quirknya hilang seketika. Orang itu memang memfokuskan quirknya bekerja untuk menyembunyikan keberadaan orang lain, sehingga dirinya tidak terlindung dengan baik saat dia mulai lelah.

Saat itu juga, mereka berempat melihat apa yang sejak tadi tersembunyi dari pandangan mereka. Bersamaan dengan datangnya Present Mic yang mendengar pengumuman Aizawa.

.
.
.
.
.

To be continue--

Continue Reading

You'll Also Like

6K 516 27
{Hiatus} Hinata shoyo dia adalah gadis cantik periang dan imut tetapi dia menyamar menjadi laki laki sejak kedua orang tuanya terlibat kecelakaan jad...
29.5K 3.1K 10
Terjadi sebuah konfik besar antar Aliansi Penjahat dan Hero. karena sebuah alasan pemerintah dan kepala sekolah Yuuei meminta tolong sebuah organisas...
28.1K 3.3K 11
M/n itu polos!!! Tapi bego juga Di hari itu m/n tak sengaja melihat seseorang yang menghajar preman dengan brutalnya Bukannya pergi atau takut M...
21.2K 2.3K 32
UDAH END BUKAN BERARTI KAGAK MINTA VOTE!!!! "Aku memberimu berkat hidup abadi. Bukan umur panjang dimana kau akan ditinggalkan oleh orang-orang yang...