Taruhan [END]

By vialivi_wdh

71.1K 5K 2.3K

Menjadi Taruhan antara beberapa Gengster untuk balas dendam itu sangat menakutkan. Tapi, tidak ada yang menya... More

Prolog
Segment 1. A news
Segment 2. Black Jacket
Segment 3. Beautiful Girl
Segment 4. Kantin
Segment 5. New Game
Segment 6. Polos
Kenapa Hari Kamis...?
Segment 7. Tamu Kurang Ajar
Segment 8. Pulang Bareng
Segment 9. Noda Tanggung Jawab
Segment 10. Rooftop
Segment 11. Penasaran
Segment 12. Mini market
13. Bersalah
14. Ketemu Mantan
15. Jadian
16. Minta Jatah
17. Buku Badboy
18. Raden Carmuk
19. Perfect
20. Pesta Dansa
21. Kolam Rahasia
23. Salah Paham
24. Merantas
25. Skors
26. Gangster
27. Ancaman Sepupu
28. Muka topeng
29. Bully
30. Something
31. Taruhan
32. Gadis Taruhan
33. Feeling
34. Gadis Penakut
35. Terahasiakan
36. Trauma
37. Tak Disangka (Bertemu)
38. Aldi (Brengsek)
39. Ucap Terima Kasih
40. Utusan Tuhan (Mengaku)
41. Bolos
42. Bukit
43. Mantan berulah (Aldi)
44. Perjanjian
45. Pacar Ajaib
46. Persaingan
47. Penentuan (OM)
48. Papi Pulang
49. Balas Dendam
50. Menjauh (Kata Papi)
51. Sebelum Terlambat
52. Dikurung
53. Kejadian dibingkai jendela
54. Balapan
55. Pada Akhirnya
56. Menempati Janji
57. Sudah Berakhir
58. Ortu Raden
59. Mama
Epilog
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3
Extra Part 4

22. Cemburu

1.1K 85 42
By vialivi_wdh

"Sikap baik dan ramah yang selalu dikeluarkan, justru menjadi boomerang bagi hidupnya."

>Luvia<

***

Raden memposisikan badannya senyaman mungkin, semua posisi sudah dia lakukan mulai dari miring kiri, kanan, terlentang, tengkurep sampai nyunsep tidak ada yang membuat dia nyaman untuk tidur.

Dia masih kepikiran dengan Luvia, hanya Luvia, Luvia, dan Luvia yang ada di pikirannya, dia ingin meluruskan masalah dengan cepat agar dia tetap selalu bersama. Raden tidak menginginkan Luvia pergi dari hidupnya.

Sekitar setengah tujuh pagi, Raden sudah berada di depan rumah Luvia untuk menjemput cewek yang kemaren lusa dia selamatkan.

Tidak sampai lima menit, Luvia keluar dari gerbang dengan roti isi di tangan.

"Apa yang lo lakukan disitu?" Tanya Luvia dalam keadaan mulut penuh dengan kunyahan roti.

"Kalau ngomong itu di telan dulu. Nanti kesedak dan siapa yang repot? Gue." Raden menasehati.

Luvia kesel, kenapa juga dia harus peduli? Terserah dia ingin melakukan apa. Jangankan tersedak, mau loncat ke jurang juga bukan urusannya.

Sok atuh rasanya Ah... Mantap.

Luvia menelan kunyahannya, "Kenapa ke sini?"

"Nongkrong. Jemput lo lah, bogo!"

"Gue bisa sendiri." Luvia melewati motor Raden.

Raden mengejar Luvia dengan motornya, "Naik!"

Gadis itu terkejut lalu menghentikan langkah, "Gue lagi pengan jalan."

"Naik! Luvia."

Mendengar nada bicara Raden yang berubah membuat Luvia takut lalu naik ke jok belakang motor Raden.

Baru setengah perjalanan, Raden meminggirkan motor ke trotoar, "Turun!"

Luvia bingung, "Turun?"

"Sekolah masih jauh." Omel Luvia tidak terima dirinya disuruh turun di pinggir jalan, emang dia apaan?

"Makanya turun dulu, gue jelasin."

Melihat Luvia sudah turun dari motor, dia langsung menancapkan gas ke depan dan meninggalkan Luvia sendiri di trotoar.

Luvia terkejut, dia berteriak memanggil Raden, tapi tetap aja motornya sudah melesat jauh ke depan dan meninggalkannya sendiri disini.

Gadis tersebut mengutuk dirinya karena sudah menuruti perintah cowok tidak punya sopan santun serta cowok tidak bertanggung jawab. Sekarang dia sendiri yang mendapat azab, Raden meninggalkan dirinya seorang diri di pinggir jalan.

Luvia menyeberang jalan menuju halte, moga saja dia bisa mendapatkan Bis dijam seperti ini. Semua Bis penuh bahkan tidak berhenti untuk menampung Luvia.

Di tengah kebingungannya mencari solusi seorang menghentikan motor di depan Luvia

"Kenapa masih di situ? Lo mau bolos ya?" Tanya seorang cowok di balik helm full face.

Gadis itu kebingunan dengan pertanyaan cowok ini, cowok itu kenal dirinya?

"Lo Luvia 'kan?" Tanya cowok itu melepas helm.

Cowok itu tersenyum manis. Berbeda dengan Raden ganya segaris datar tidak berekprasi, sama seperti tembok.

"Kenalin gue Reza. Anak 2-7B." Ucal Reza mengulurkan tangan.

Luvia tidak menerima jabatan tangan, "Luvia."

Reza menyesal dan mencoba tidak terjadi apa pun, "Udah tahu. "

Luvia memutar mata malas dan masih mengedarkan pandangannya ke jalanan yang ramai.

"Sedang apa?" Tanya Reza keheranan.

Seperti biasa Luvia cuek ke semua orang yang tidak dia kenal, "Gak ada."

Cowok itu paham, "Percuma lo cari Bis di jam seperti ini. Sudah penuh."

"Mendingan lo sama gue aja, tuh di belakang masih kosong." Tawar Reza.

"Gak perlu. Gue pesen gojek aja."

"Kelamaan. Nanti telat lo." Timbal Reza melirik jam tangan.

"Kurang lima menit lagi gerbangnya akan di tutup sama Pak Darto. Terus sudah dihadang oleh Pak Jimin." Lanjutnya.

Luvia berfikir.

"Kelamaan mikir. Buruan naik!" Kata Reza memakai helm dan menyalakan motor Sport berwarna hijau.

Hijau? Seperti kenal itu warnanya, tapi dimana? Entahlah lupakan saja. Nanti keingat mantan.

"Atau gak gue tinggal." Tawar Reza kembali sebelum meninggalkan Luvia di halte.

"Jangan! Gue ikut sama lo." Luvia menaiki motor Reza.

"Akhirnya jok belakang gue ada yang dudukin. Cewek cantik lagi. Rasanya, Ah... Mantap."

Luvia mendelik, "Jangan kebanyakan ngomong. Kapan jalannya?"

"Iya, galak bet sih." Reza melajukan motor ke jalanan.

***

"Tumben lo telat?" Tanya Manda.

"Tadi lo dicarin sama Raden." Kata Amel.

Kenapa cowok mencarinya? Dia saja meninggalkannta dipinggir jalan setelah itu mencarinya? Tipikal Cowok seperti apa dia?

"Gak mungkin." Luvia judes.

Manda menatap raut muka Luvia kesal, "Lagi ada masalah sama Raden?"

"Banyak."

"Coba cerita."

Luvia menjatuhkan kepala ke meja, "Males gue. Lagi gak mau bahas dia."

Guru pertama masuk. Pak Adi, Guru mata pelajaran Ppkn memasuki ruang kelas dengan senyuman seperti biasa.

Pak Adi tidak sendirian, dia bersama seorang siswi baru kelas 2-5A.

Awalnya kelas itu ramai seketika hening melihat siswi yang berjalan dibelakang Pak Adi.

Luvia melotot melihat siswi itu.

Ega Avania Zahra. Itu adalah siswi yang masuk bersama Pak Adi yang memperkenalkan diri dengan ramah dan penuh senyuman.

Seketika kelasnya ramai karena pertanyaan tidak bermanfaat yang di keluarkan Ardi.

Dirasa sesi perkenalannya selesai, Ega dipersilahkan duduk di belakang Luvia.

Dengan senang hati Ega melangkahkan kakinya kesana dan dengan gembira Luvia menyambut kedatangan sahabatnya dari SMA Leuve.

"Lo."

"Kejutan!" Kata Ega memamerkan deretan gigi.

Matanya berbinar, "Kok gak bilang bilang kalau mau pindah ke disini?"

"Kalau bilang, namanya gak kejutan dong."

"Hai." Sapa Manda dan Amel bergantian disampingnya.

Ega membalikkan tubuh, "Hai." Sapa balik Ega dengan senyum manis.

"Kalian satu kelas sama Luvia?" Tanya Ega.

"Iya dong."

"Jadi kita berempat."

"Sekelas! Bisa jadi gang 2-5A nih."

"Ega. Anak baru harus sopan." Nasehat Luvia.

Jam istirahat berbunyi, Manda, Amel, Luvia dan Ega menuju kantin. Amel sempat menceritakan semua apa yang dilakukan Luvia. Sampai sampai Ega harus mengoper tempat duduk dengan Manda agar tidak ketahuan Guru.

Mulai dari kelakuan Luvia yang galak, judes ke laki-laki bahkan Amel juga menceritakan kalau Luvia pacarnya Raden. Tak lupa bagi Amel juga menceritakan sosok yang menjadi pacarnya Luvia.

Walaupun tanpa di ceritakan, Ega sudah mengenal Raden dari awal saat mereka di pertemukan di balapan liar.

Ega adalah sahabatnya Aldi bisa dibilang juga sohibnya karena Luvia dulu pacaran sama Aldi, mereka sudah seperti saudara yang saling bertukar pikiran, jadi Ega mengetahui semuanya tentang musuh Aldi terutama Raden, musuh bebuyutannya.

Saat di depan karidor kelas Raden, kebetulan dia sedang berada di depan kelas lengkap dengan paket cabe-cabean.

Tatapan tajam Luvia terlempar untuk Raden. Cowok itu juga begitu, menatap mata Luvia tajam.

Entah kenapa hati Raden tidak terima miliknya di sentuh oleh cowok lain. Reza memboncengkan Luvia sampai sekolah. Mengingat itu hatinya panas dan tidak terima ceweknya berboncengan dengan cowok lain selain dirinya.

Ega memperhatikan mereka. Ega baru pertama kali melihat Luvia memberikan tatapan setajam itu.

Dulu saat di SMA Leuve, Luvia terkenal dengan keramah tamahannya yang membuat semua orang menjadi nyaman berada di dekatnya sehingga memiliki banyak teman. Luvia berubah total.

Sesampainya di kantin, Amel mendapat giliran memesankan makanan.

Sementara mereka bertiga memilih tempat duduk sambil bincang-bincang.

"Lo pacaran dengan Raden?" Tanya Ega.

"Lo tahu itu dari mana?" Kejut Luvia.

Seberapa ternarnya cowok yang tidak punya sopan santun itu, sampai hubungan mereka tersebar luas.

Luvia merasa aneh, "Lo 'kan stalker pasti tahu lah."

"Nah tuh tahu." Percakapan mereka tidak ada menjawab namun hanya saling melempar pertanyaan.

"Lo kenal Raden?"

"Astaga, Via. Siapa yang gak kenal sama Raden? Kasih tahu gue, dia pasti kudet." Sinis Ega.

"Raden itu rivalnya pacar lo. Eh! Mantan maksudnya. Di balapan liar, gue udah lama kali kenal sama dia."

"Makanya kalau pacar balapan itu nonton." Sinis Ega yang selalu menyakiti hati lawan bicara.

Luvia menyukai sahabat seperti itu, menyampaikan kesalahan orang didepannya langsung. Dari pada menceritakan kejelekan di belakang itu sangat menyakitkan. Depan baik belakang bangsat.

"Terus lo mau hidup gue dalam bahaya lagi?" Kata Luvia menyesal.

Pernah sekali bagi Luvia menghadiri balapan liar, itu menjadi awal hidupnya berantakan dan trauma mendalam.

"Hehe. Itu beda, Via." Jawab Ega cengar cengir.

"Hidup lo dalam bahaya? Maksudnya?" Tanya Manda menyimak.

Luvia merundukkan kepala. Ega mendengar itu menyiritkan dahi, dugaannya benar mereka belum mengetahui masa lalu Luvia.

"Lo belum cerita ke mereka?"

"Cerita apaan?" Kini Amel yang bertanya.

Amel membawa nampan yang berisi empat mangkok ramen ichiraku dan empat gelas jus buah yang berbeda.

"Lo beneran belum cerita?" Tanya Ega penuh penekanan.

Rasa penasaran mereka membuat Luvia terdesak. Luvia hanya menggelengkan kepala menjawab Ega.

"Kenapa?"

"Kerana mereka orang baru?" Tebak Ega tepat sasaran dan Luvia bungkam.

"Astaga, Via. Mereka itu baik, walaupun gue baru kenal mereka kemaren. Tapi, gue lihat mereka itu orangnya baik dan peduli sama lo."

"Mungkin mereka juga ada solusi buat lo kedepannya kalau lo cerita ke mereka, Via." Desak Ega panjang lebar.

Luvia tidak kuat untuk diam, dia mengangkat kepala lurus ke depan, mengumpulkan tenaga untuk berkata.

"Maaf, Ega. Gue belum bisa bersikap terbuka seperti dulu."

"Sikap ramah dan polos gue, hanya jadi boomerang bagi hidup gue. Lo tahu itu dan lo juga gak merasakan apa yang gue rasa." Unek-unek Luvia keluar di iringi air mata.

"Gue tidak merasakan apa yang lo derita. Asal lo tahu, gue juga bisa merasakan itu saat lo drop. Membayangkan kejadian itu membuat hati gue sakit. Gue paham trauma lo!" Timpal Ega berkaca-kaca mengingat kronologis kejadian yang di timpa oleh Luvia.

Ega memegang pundak Luvia, "Gue bukan yang mengalami itu. Tapi, melihat lo sudah buat gue sadar dengan sosok Aldi yang sebenarnya."

"Gue tahu penampilan dan sifat lo berubah 180°. Agar lo gak di manfaatin lagi 'kan?"

"Tapi cara lo salah."

"Seharusnya ada beberapa orang yang tahu kondisi lo, agar mereka juga bisa membantu lo untuk melupakan kejadian itu. Seperti lo cerita ke mereka, Via."

"Dan Raden,"

"Kenapa? Karena Raden musuh bebuyutan Aldi. Jika lo cerita ke Raden, dia bisa membatu lo untuk membuat Aldi jera." Jelas Ega dengan semua pemikirannya.

"Lo tahu? Semanjak lo pergi dari kehidupan Aldi, dia semakin gak punya hati. Tiap hari gonta ganti cewek, menyakiti perasaannya sebagai pelampian dan tiap hari juga dia selalu ke kelas untuk menanyakan kabar lo gue."

"Gue gak mau jawab. Tapi, Aldi terus mendesak gue. Gue gak tahan lagi sebab itulah gue pindah ke sekolah ini dan untuk menjaga lo, jika suatu saat Aldi nekat." Kata Ega sudah capek dengan Aldi.

Luvia diam mendengarkan penuturan Ega. Dia mencoba berfikir secara dewasa. Emang benar apa yang dikatakan Ega, dengan dirinya sedikit terbuka, dia bisa merasa lega dan mungkin mereka bisa memberikan solusi.

"Lo bener, Ega. Gue hanya terlalu kekanak-kanakan mengambil keputusan."

Luvia menatap kedua sahabatnya, "Manda, Amel. Gue minta Maaf, gue belum bisa berbuka sama kalian. Maafin gue."

Sekarang Luvia menatap Ega kembali yang menghapus sisa air mata, "Ega. Lo emang sahabat gue yang paling pengertian. Gue beruntung punya lo. Baiklah, sekarang gue minta lo ceritakan semuanya ke mereka dan untuk Raden, biar gue sendiri yang menceritakannya."

Luvia  melangkahkan kaki untuk pergi dari tempat itu.

"Luvia. Lo mau kemana?" Tanya Ega mencegah.

Tidak ada jawaban dari Luvia.

Sebelum keluar dari kantin. Bahu Luvia tidak sengaja menabrak seseorang, dia tidak menatap orang yang di tabrak hanya kata maaf yang di ucapkan sambil terus berjalan.

Raden, orang yang di tabrak. Cowok menatap bingung, melihat gestur mukanya yang sedang menangis, ada apa denganya kali ini?

"Dia kenapa?" Tanya Raden ke Ega yang sedang menatap kepergian Luvia.

"Kejar dia Raden!"

Raden langsung mengejar Luvia.

Luvia menangis sepanjang jalan, berlari kecil tanpa mengetahui tujuannya kemana. Tiba-tiba dia menabrak seseorang sedikit keras.

"Luvia?!" Tanya Reza orang yang di tabrak.

Luvia mendonggakkan kepala, "Raza."

"Lo nangis?" Tanya Reza penuh kekawatiran.

Tangan Reza menangkap pipi Luvia yang merah akibat menangis. Gadis itu mengusap air mata kasar.

"Gak kok. Siapa yang nangis?" Jawab Luvia sok tegar.

"Jangan bohong. Lo diapain sama Raden? Pasti dia 'kan yang buat lo nangis?" Kata Reza blak-blakan.

Luvia berdiam, bingung ingin menjawab seperti apa.

"Ikut gue!" Kata seseorang mengcekal tangan Luvia dan menariknya.

Taruhan











.
.
Tbc...

Part yang panjang...?
Atau part yang membingungkan...?

Sekarang apa yang akan Raden lakukan? Perasaan Raden selalu menarik Luvia untuk mengikuti ke mana dia mau....

Capek ya gak? Hidup itu itu harus penuh dengan kebebasan tapi kebanyakan kebebasan itu juga tidak baik. Tergantung dari siapa kita...

Stop. Via malah curhat wkwk...

Tetap lanjut, oke?
Via akan UP lagi di hari Kamis berikutnya...

See you....

.
.
Vialivi Wdh • Taruhan 22

Continue Reading

You'll Also Like

410K 47.6K 52
Kisah mereka dimulai ketika Mirele dipertemukan dengan Galen, kakak kelas yang menabraknya di halaman sekolah. Galen itu warna baru bagi Mirele, seme...
59.6K 8K 63
>MaiTake Omegaverse< and other couple āš Alur santaiāš  ā€¢Chapter 1-15: Childhood ā€¢Chapter 16-44: Toman Formed ā€¢Chapter 45-56: Moebius Arc ā€¢Chapter 57-?:...
17.9K 1.8K 43
Menerima perjodohan hanya untuk balas dendam. Itulah yang di lakukan Krittin Shaqille kepada sang istri Pavel Carden, Omega yang ia nikahi lima tahun...
298K 14.7K 39
"Kalau yang ngawasin cantik kayak lo, gue bakal mau dihukum tiap hari." Satu kata yang menggambarkan seorang Ralika, menakutkan. Ya, menakutkan dala...