Taruhan [END]

Por vialivi_wdh

70.1K 5K 2.3K

Menjadi Taruhan antara beberapa Gengster untuk balas dendam itu sangat menakutkan. Tapi, tidak ada yang menya... M谩s

Prolog
Segment 1. A news
Segment 2. Black Jacket
Segment 3. Beautiful Girl
Segment 4. Kantin
Segment 5. New Game
Segment 6. Polos
Kenapa Hari Kamis...?
Segment 7. Tamu Kurang Ajar
Segment 8. Pulang Bareng
Segment 9. Noda Tanggung Jawab
Segment 10. Rooftop
Segment 11. Penasaran
Segment 12. Mini market
13. Bersalah
14. Ketemu Mantan
16. Minta Jatah
17. Buku Badboy
18. Raden Carmuk
19. Perfect
20. Pesta Dansa
21. Kolam Rahasia
22. Cemburu
23. Salah Paham
24. Merantas
25. Skors
26. Gangster
27. Ancaman Sepupu
28. Muka topeng
29. Bully
30. Something
31. Taruhan
32. Gadis Taruhan
33. Feeling
34. Gadis Penakut
35. Terahasiakan
36. Trauma
37. Tak Disangka (Bertemu)
38. Aldi (Brengsek)
39. Ucap Terima Kasih
40. Utusan Tuhan (Mengaku)
41. Bolos
42. Bukit
43. Mantan berulah (Aldi)
44. Perjanjian
45. Pacar Ajaib
46. Persaingan
47. Penentuan (OM)
48. Papi Pulang
49. Balas Dendam
50. Menjauh (Kata Papi)
51. Sebelum Terlambat
52. Dikurung
53. Kejadian dibingkai jendela
54. Balapan
55. Pada Akhirnya
56. Menempati Janji
57. Sudah Berakhir
58. Ortu Raden
59. Mama
Epilog
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3
Extra Part 4

15. Jadian

1.2K 95 31
Por vialivi_wdh

Saat Luvia kelas 10 at Leuve high school....
.
.
"Kak Aldi. Kenapa kita kesini?" Luvia heran kenapa Aldi berhenti di depan Caffe.

"Kita turun." Perintah Aldi.

Soal hukuman Luvia, sudah selesai dengan baik dan inilah hasilnya dia semakin dekat dengan ketua OSIS SMA Leuve.

"Kakak sudah janji mau bantu Via mengerjakan tugas Matematika loh." Ucap Luvia memastikan.

Aldi membenarkan rambut, "Gue tahu! Ayo masuk dulu."

"Via tidak bisa Kak. Tugas Via banyak, takut dihukum nanti kalau tidak selesai." Tolak Luvia dan Aldi menariknya.

Cowok itu membawanya masuk, "Selain makan, disini juga tempat mengerjakan tugas Via. Apa lo belum pernah melakukannya?"

Luvia menggelengkan kepala belum pernah.

Sedikit susah untuk mengajaknya namun dia suka seperti anak kecil yang menggemaskan dan Aldi juga berfikir Luvia gadis yang baik, tidak mudah diajak kesembarang tempat oleh cowok.

Meraka duduk disuatu ruangan tertutupi oleh kaca, tempatnya nyaman untuk mengerjakan tugas.

"Kalau boleh jujur, baru pertama kali Via mengerjakan tugas di Caffe." Curhat Luvia membuat Aldi berhenti membaca soal lalu menatapnya kagum.

Cewek zaman sekarang tidak pernah mengerjakan tugas diluar? Sungguh Luvia memang berbeda dari yang lain.

"Lo gak merasa bosen?" Tanya Aldi menyelidiki. Luvia menggelengkan kepala.

Kembali dengan rumus yang sudah dibuatkan oleh Aldi lebih ringkas.

Dibidang matematika, Aldi Bang jagonya sampai mengikuti Olimpiade Matematika tingkat Nasional.

Luvia tidak pernah meminta dibantu, tapi Aldi yang memaksa, dia tahu nilai Matematika Luvia tidak sebagus dirinya dan ingin menambah nilai serta sebagai obat semangat dalam belajar, seperti itu rayuannya.

"Via." Luvia menoleh cepat.

"Sudah selesai 'kan tugasnya?" Luvia mengangguk.

Berkat Aldi semua tugasnya dapat terselesaikan yang mayoritas dikerjakan olehnya.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." Tanya Aldi menatap Luvia.

"Mau ngomong apa Kak?" Ucap Luvia menatap Aldi.

Ditatap seperti itu membuat Aldi semakin gugup. Baru kali ini dia tidak bisa bergerak melihat tatapan mata teduh,,hanya punya Luvia yang membuat dia merasa tidak ada apa apanya.

Mencoba memegang tangan Luvia, gadis itu bingung apa yang akan dikatakan oleh Aldi.

"Gue tidak pandai rangkai kata dan tidak bisa romantis." Luvia menyiritkan dahi belum mengerti maksud perbincangan Aldi.

"Jadi, langsung saja." Aldi berdehem dan membenarkan duduknya.

"Sebenarnya.... Gue suka sama lo!" Luvia terkejut.

Suasana disini mendadak canggung, Aldi berdeham lagi memecah kecanggungan.

"Mau gak jadi.... Pacarnya Aldi?" Akhirnya Aldi bisa mengatakan itu.

Aldi menembaknya? Apakah dia sedang mimpi? Astaga, pasti ini mimpi.

Luvia merunduk, dia sudah dari awal menyukai Aldi namun dia hanya bisa melihatnya, sangat tidak mungkin untuk berjalan disampingnya. Bahkan pertanyaan itu tifak terpikiran sama sekali. Tapi, Aldi menembaknya.

"Gimana? Lo mau 'kan?" Tanya Aldi melihat Luvia hanya diam saja takut jika dia ditolak.

Gadis itu menatap Aldi yang menunggu sebuah jawaban dengan cemas. Luvia tersenyum manis, Aldi menagkap senyuman itu kalau Luvia menolaknya.

Aldi tidak menyangka akan sesakit ini ditolak oleh orang yang dia sayang. Luvia tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai Kakak kelas payah dalam soal percintaan.

"Kenapa ekspresi Kakak seperti itu? Kakak baik-baik saja 'kan."

Aldi melepas tangan Luvia lalu membuang pandangan ke arah lain. Dia mengambil nafas panjang dengan mata berkaca kaca dan mencobanya untuk tidak terjatuh.

"Iya gue baik. Hanya tidak menduga saja. Baru pertama kali mengutarakan perasaan dan langsung ditolak dalam tiga detik." Ucapnya kecewa.

Luvia menahan tawa lucu melihat Aldi yang sudah berdiri namun berpegangan dengan kursi untuk menopang agar tidak jatuh.

"Siapa bilang? Via belum ngomong loh." Ucal Luvia berdiri.

Dia memegang tangannya, "Via mau jadi pacar Kak Aldi."

"Lo serius?" Kata Aldi belum percaya ternyata dia salah paham.

Luvia mengangguk. Jawaban itu membuat kakinya semakin lemas sampai Aldi terduduk dikursi.

"Jadi, sekarang gue punya pacar?"

Cowok itu berdiri memeluk Luvia, "Aku sayang kamu, Luvia."

Mendengar gaya bicara Aldi berubah membuat Luvia senang.

"Sekarang aku tidak sendiri lagi. Aku punya pacar."

"Luvia pacarku!" Teriak Aldi membuat mereka menjadi sorotan pengunjung.

Gadis itu merasa malu, "Kakak hentikan! Ini tempat umum."

Aldi menatap Luvia lalu memeluknya kembali seperti cowok itu sengaja membuat pengunjung semakin riuh dan bertepuk tangan serta ucapan selamat.

***

Kembali ke masa sekarang....
.
.

Luvia duduk di kursi disebuah taman, melihat anak-anak bermain membuat suasana hatinya membaik.

Andai saja hidupnya ini seperti anak kecil yang bermain dengan kedua orang tuanya, begitu harmonis dan bahagia.

Mengingat tentang orang tua, mereka lebih memilih lembaran dokumen di kantor dari pada anaknya sendiri.

Saat di rumah pun mereka juga di sibukkan oleh pekerjaan, bahkan hanya sekedar makan bersama, mereka tidak punya waktu.

Mendadak Luvia sedih mengingat semua itu, tapi dia sudah berjanji dengan Bok Jum, asisten keluarganya untuk terus kuat dan menghadapi semuanya dengan senyuman.

Lagi pula, dia memiliki seorang adik yang sangat perhatian dan tidak rela jika Luvia sakit lagi.

Luvia menarik ujung bibir teringat kata Bok Jum yang menginspirasikan untuk bangkit, bangkit dan bangkit.

Ice Crim coklat muncul di hadapannya. Itu beneran atau halusinasi?

Ice Crim itu menyentuh hidung kecilnya, terasa dingin di kulit. Ternyata asli bukan khayalan.

Benda itu tidak terbang sendiri, seseorang membawanya. Di ikuti uluran tangan kekar itu, ternyata Raden yang membawanya.

"Ambil." Ucap Raden duduk di samping Luvia.

Luvia menerima dengan senang hati dan memakannya.

"Gue gak tahu lo suka rasa apa. Setau gue cewek itu sukanya coklat." Raden membuka bungkusan Ice Crim miliknya rasa vanila.

"Gak masalah. Gue juga suka coklat. Tapi, yang gue suka itu rasa vanila sama seperti punya lo." Jawab Luvia.

"Rakus."

Raden menatap Luvia asik memakan Ice Crime seperti anak kecil, lucu.

Tanpa sadar Raden menarik kedua ujung bibirnya tersenyum melihat cewek di sampingnya. Raden meletakkan tangan di sandaran kursi yang ditempati Luvia.

"Mau coba punya gue?" Tawar Raden menyodorkan Ice Crim miliknya.

Luvia merapikan mulut jika ada sisa Ice Crim di ujung bibir agar nanti Raden tidak akan mengusap ujung bibir yang belepotan seperti di drakor yang sering tonton setiap malem sampai lupa tidur.

"Beneran boleh?" Raden mengangguk kecil.

Luvia mendekat ke Ice Crim Raden. Belum sempat Luvia menjilat, Raden iseng memajukan Ice Crim itu dan mengenai hidung kecil Luvia.

Luvia terkejut, dia melemparkan tatapan tajam seperti ribuan tombak yang sudah siap meluncur menyerang lawan.

Melihat muka Luvia yang comot, Raden tidak kuasa menahan gelak tawa yang sudah tersimpan sejak awal kejailannya di mulai.

"Hahahaha!" Tawa Raden pecah.

"Bilang aja kalau tadi lo gak mau Ice Crim lo di cobain sama gue." Kata Luvia membersihkan hidupnya dan menjilat jari telunjuknya.

"Jorok."

"Ih! Siapa yang jorok? Tangan gue bersih. Sayang Ice Crim nya kalau di buang. Lagian lo sih iseng banget jadi orang."

Menatap kelakuan Luvia yang polos itu, Raden mendekati Luvia dan memutar pundaknya.

"Sini gue bantu, muka lo tambah jelek." Raden membersihkan Crim di hidung Luvia.

Luvia membeku, awalnya dia tidak menginginkan Raden membersihkan sisa makanan disudut bibir. Tapi, Raden melakukannya.

Mereka saling menatap, bukan adu tatapan tajam seperti biasanya, melainkan tatapan teduh yang di berikan oleh keduanya.

Hampir saja Raden terbawa suasana, mata itu sangat tenang bila empunya tidak menajamkannya.

Raden memutuskan kontak mata lalu menarik hidung Luvia gemes.

"Aaaww! Sakit tahu!" Luvia memegang hidung yang di tarik oleh Raden.

"Biar mancungnya keluar." Masih melihat muka Luvia yang kini di gantikan dengan warna merah menahan rasa sakit.

"Hidung gue mancung kali, cuma kecil."

Raden menatap, "Sama saja, Via mancung."

Luvia kesel. Tidak habis habisnya membuat Luvia kesel, ada saja kejadian yang selalu membuat Luvia menjadi tidak karuhan.

Luvia masih mengelus elus hidungnya yang kini menjadi merah. Dia menatap Raden, doa teringat sesuatu tentang kejadian di Caffe.

"Lo kenal cowok yang di Caffe tadi?" Tanya Luvia takut Raden marah.

Raden menoleh, "Aldi maksud lo?"

Luvia mengangguk, "Lo kenal?"

"Dia musuh gue."

Luvia melototkan mata, "Musuh? Dalam hal apa? Balapan? Atau Gang motor?"

"Dua-duanya."

"Apa lo tahu, cewek yang menjadi taruhan yang pernah Aldi sepakati?" Tanya Luvia cepat.

"Gue tahu."

"Jadi. Lo tahu gue sebelumnya?" Raden menyiritkan dahi lalu menatap Luvia heran.

"Enggak." Jawab Raden membuat Luvia lega.

"Emang lo kenapa?" Tanya balik Raden.

"Gak apa-apa." Luvia memamerkan deretan gigi.

"Terus hubungan lo dengan Aldi apa?" Tanya Raden sangat penasaran dari tadi.

"Lo tahu 'kan gue dari sekolah mana? Pasti tahulah siapa Aldi. Sudahlah bukan hal yang besar hanya masa lalu." Jawab Luvia sekadarnya.

Raden berfikiran kalau memang Luvia itu bukan mata-mata dari sekolah Aldi, tugas itu terlalu besar dan tidak mungkin Luvia yang polos bisa menjalankan misi dengan baik.

Ada alasan lain untuk Luvia meninggalkan sekolah itu. Tapi apa?

Sudahlah bukan hal yang penting juga untuk diketahui karena Raden sudah tahu semuanya.

Mengingat kemaren dia jadi lupa kalau jam Luvia masih ada bersamanya.

"Vi!" Luvia menoleh.

Raden mengeluarkan jam dari kantung seragam jas abu-abunya. Diambil juga tangan kirr Luvia yang masih tertera bekas luka, perlahan Raden memakaikan jam ke tangan kecil itu.

Gadis itu diam dengan perlakukan Raden. Kata Vino dia sudah cerita kepada cowok itu mungkin dia juga merasa berdeba dengan dirinya kali ini.

"Jam lo."

"Lain kali jangan ditinggal disembarang tempat kalau masih ada gunanya." Cowok itu memaksa membuat Luvia tertawa.

"Kok lo maksa."

Raden tertantang, "Kan lo cewek gue."

"Kok gitu?!"

Raden menyiritkan dahi, "Emangnya lo gak suka dibilang cewek gue?"

"Enggak!"

"Banyak loh cewek yang mau jadi pacar gue." Pamer Raden dan Luvia tidak perduli.

"Bodo amat."

"Pokoknya lo jadi cewek gue!"

Luvia menatap horor, "Apaan gak!"

"Gue gak menerima penolakan." Senyum miring Raden terpancar.

"Kok lo sendiri yang putuskan? Gak adil namanya." Sengak Luvia tidak terima.

"Terserah." Raden meninggalkan Luvia yang masih duduk di kursi taman.

Melihat itu, Luvia menyusul Raden agar tidak di tinggal pulang olehnya.

Akhirnya mereka sudah sampai di gerbang rumah Luvia.

Tanpa berkata apapun Luvia langsung berlari menuju dalam rumah meninggalkan Raden yang masih melongo di atas motor.

Raden berkekeh melihat tingkah konyol Luvia.

"Emang beda tu cewek." Batin Raden menggelengkan kepala.

Sebelum Raden meninggalkan gerbang rumah Luvia, dia mendengar sebuah teriakan dari dalam sana dan di intipnya melalui celah pagar putih yang pemiliknya masuk tidak menutupnya dengan rapat.

"LUVIAAA!!"

Di intipnya ke dalam dan melihat muka seseorang yang menemanggil nama Luvia sedang berpelukan dengan gadis itu.

"Jadi cewek itu?! Ah!!" Kata Raden membanting tanggi motor keras dan tancap gas dengan kecepatan tinggi.

Taruhan

.


.
Tbc...

Siapa dia ya...?
Mau tahu...?

Tetap lanjut, Oke....

Maaf ya, Via bingung gimana caranya agar kalian masuk ke cerita punya.nya Via...

Jangan lupa vote dan komen...
Hari kamis, Oke....

Ig : @Vialivi_Wdh

See you...

.
.
Vialivi Wdh • Taruhan 15

Seguir leyendo

Tambi茅n te gustar谩n

35.1K 630 12
BxB 18+ ya kalau ada typo maklum baru belajar jd kurang bagus mungkin? geminifourth/fourthgemini?
5.6M 590K 75
"Gue udah bilang, gue gak mau jadi pacar lo Galak!!" Pekik Gisha menolak tegas. "Gue gak peduli. Intinya, lo pacar gue! Dan lagi, Siapa yang lo maksu...
142K 918 3
Love,Race And Family "No matter how you are, a race is still race" "Don't be afraid about you car, be afraid if you can't control it" "You mess with...
2.3M 297K 59
"Zizel ini kenapa lo ninggalin celana dalam gua? kenapa nggak sekalian lo cuci!" cecar Maclo memperlihatkan celana dalam berwarna biru yang ia pegang...