Mora & Megan 2

By dewisavtr

331K 9.9K 6K

Mora dan Megan terpaksa harus menjalani Long Distance Relationship saat Mora harus menempuh S2 di Kota Jakart... More

Cast
Mora & Megan 2 "Rewrite"
Prolog
Chapter 1 - Jakarta
Chapter 2 - Namanya Alivio
Chapter 3 - Hari Pertama
Chapter 4 - Soal Renatha
Chapter 5 - Jakarta Malam Ini
Chapter 6 - Kembali Lagi
Chapter 7 - Awal yang buruk
Chapter 8 - Salah Paham
Chapter 9 - Terlalu Kecewa
Chapter 10 - Terpaksa
Chapter 11 - Bicara pada Mora
Chapter 12 - Cukup sampai disini?
Chapter 13 - Akhir Cerita Cinta
Chapter 14 - Semua tentang Alivio
Chapter 15 - Tak Ada Pilihan Lain
Chapter 16 - Tak Mampu Pergi
Chapter 18 - Aku Sungguh Cinta Kamu
Chapter 19 - Bahagia Bersama yang Lain
Chapter 20 - Ada aku yang sayang padamu
Chapter 21 - Sahabat Terbaik
Chapter 22 - Kesempatan
Chapter 23 - Bandung Kota Sejuta Kenangan
Chapter 24 - Ulang Tahun Megan
Chapter 25 - Kamu tidak akan mengerti
Chapter 26 - Menjagamu
Chapter 27 - Menyatakan Perasaan
Chapter 28 - Jawaban
Chapter 29 - Reuni (1)
Chapter 30 - Reuni (2)
Chapter 31 - I Can't Without You
Chapter 32 - Gara-gara Mora?
Chapter 33 - Berjuang
Chapter 34 - Pilihan
Chapter 35 - Seseorang yang mengerti dirimu
Chapter 36 - Tidak pernah bisa cinta lagi
Chapter 37 - Bimbang
Chapter 38 - Pulang
Chapter 39 - Perasaan Buruk
Chapter 40 - Pertemuan Terakhir?
Chapter 41 - Gundah

Chapter 17 - Persiapan Pernikahan

3.4K 171 65
By dewisavtr

"Apakah masih ada yang sakit? Bagaimana rasanya? Aku tahu itu sakit, jangan berpura-pura baik-baik saja," ucap Renatha saat sedang berjalan bersamaan dengan Megan. Satu tangannya mengusap-usap tangan Megan yang masih di balut perban. Megan sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit semenjak tiga hari yang lalu. Namun, Megan menjadi seseorang yang murung dan pendiam sejak kejadian itu. Bahkan, Renatha pun merasakannya, Megan berbeda total dari Megan yang dulu ia kenal.

"Tak perlu menyentuhku," ujar Megan dingin. Kemudian ia menggeserkan badannya sedikit agak menjauh dari Renatha.

Pagi ini, Megan, Renatha, dan kedua orang tua Megan sedang berjalan bersama-sama di dalam suatu gedung yang merupakan pusat dari wedding organizer terkenal di Bandung. Mereka kini sedang melihat-lihat contoh yang menempel di dinding ruangan itu dari seluruh wedding yang pernah mereka kerjakan. Semuanya terlihat mewah dan megah, begitu terorganisir dengan baik. Jelas saja David begitu tertarik dengan wedding organizer tersebut. David sudah membayangkan bagaimana jadinya nanti pesta itu di buat. Megan dan Renatha yang akan berdiri di pelaminan, dan dia bersama Tegar berdiri di sampingnya, semuanya nampak sempurna.

"Aku ingin pernikahan yang serba putih, berada di outdoor, dan semuanya terlihat mewah juga megah. Buatlah sehebat mungkin, berapapun harganya akan ku bayar," ucap David—Ayah Megan sumringah.

"Nggak, Megan nggak setuju," ucap Megan, ia merasa sedih saat Ayahnya memaparkan rencana yang ia miliki itu pada tim wedding organizer, karena pasalnya, tema pernikahan yang seperti itulah yang Megan cita-citakan bersama Mora dulu. Mereka berangan-angan, ingin menikah dengan konsep serba putih, juga berada di outdoor, sama seperti halnya yang Ayahnya katakan tadi.

"Kenapa? Bukankah pernikahan itu sedang trending di jaman sekarang? Ayah pikir itu bagus," Jawab David sembari tersenyum menatap anaknya.

Megan diam. Dia tidak tahu harus berkata apa saat itu. Ia berpikir jika saja ia bicara soal alasannya itu, kemarahan akan kembali meledak-ledak di sana saat ia katakan bahwa konsep itu yang ia inginkan bersama Mora. Megan sedikit takut Ayahnya kembali membentaknya di hadapan semua orang. Tapi.. siapa peduli? Lagipula jika dipikir lagi, Megan tidak ingin pernikahan ini ada bukan?

"Bagus, Ayah. Aku suka konsepnya, sama persis dengan apa yang aku inginkan ketika aku menikah nanti," ujar Renatha memantapkan segala rencana.

Megan yang berdiri di samping Renatha lalu menatapnya marah, bagaimana bisa ia berkata seperti itu?

"Baik, baguslah jika calon mempelai setuju. Apakah ada rekomendasi lain?" Tanya David.

Merasa muak berada di sana, Megan hanya membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi menjauh dari sana. Kontan saja apa yang ia lakukan itu membuat David terkejut, "Megan! Mau kemana kamu?!"

"Sssh.. bersabarlah sedikit.." Stella berusaha menurunkan emosi David, "Megan kau mau kemana, Nak?"

"Pergi. Ada urusan," ucap Megan, "Papa atur saja apa yang Papa inginkan."

"Maksudmu?" Tanya David menjadi naik darah, "Kau tetap tidak menginginkan ini semua setelah kejadian kemarin itu? Apa kau tidak ingin melihat kedua orang tuamu bahagia, Megan? Lagipula, apa yang akan kau dapatkan dari seorang Mora?"

"Mora adalah segalanya. Seperti kau menganggap Mama adalah segalanya. Tidak bisakah kau memposisikanku seperti dirimu dulu, Papa? Bukankah cinta yang membuatmu menikahi Mama?" ucap Megan membuat David bungkam.

"Terserah apa katamu, Megan. Orang tua lebih tahu apa yang akan membuat anaknya bahagia."

Megan berdecak kesal, "Untuk kebahagiaanku atau untuk kebahagiaanmu? Sudah, Megan nggak mau ada di sini. Lebih baik Megan pergi."

"MEGAN!" Teriak David, tapi Megan enggan kembali. Dia tetap keluar dari ruangan itu dengan terburu-buru. Di dalam hatinya ia berharap, apa yang ia katakan tadi akan merubah semuanya. Walaupun, kemungkinannya hanyalah kecil. Setidaknya, Megan selalu berkata tidak walaupun akhirnya tetap saja tidak di dengar oleh siapapun.

Renatha yang masih berdiri di sana hanya terdiam, merasa bingung dengan semua halnya. Bagaimana bisa ia menikah dengan Megan jika Megan saja tidak menginginkannya? Padahal, ia sangat ingin menikah dengan Megan, orang yang ia harapkan kembali padanya. Renatha kemudian berpikir, berusaha berpikir apa yang harus ia lakukan agar Megan mau menikah dengannya.

"Pa, haruskah Renatha datang pada Mora?" Tanya Renatha pada David, "Setidaknya Mora yang melepaskan Megan agar Megan mau mendengarkan keinginan Papa.. Mungkin selama ini Mora yang masih memberatkan Megan hingga membuat Megan menjadi seperti ini."

"Kau benar, Renatha. Mungkin ada benarnya kau yang harus menemui perempuan itu. Setidaknya agar ia menjauh dari calon suamimu," Jawab David langsung saja setuju pada pendapat Renatha.

"Baik kalau begitu, biar saja aku yang akan mencari tahu soal keberadaan Mora.." Renatha tersenyum dan merasa puas di dalam hatinya. Entah kenapa, semua ini malah semakin membuatnya semangat, semua ini hanyalah untuk mendapatkan Megan kembali.

David mengangguk-anggukan kepalanya seraya mengusap bahu Renatha, "Kamu akan ditemani supir Papa, Renatha. Kamu tidak perlu khawatir."

"Cepat atau lambat, Mora akan menghilang dari pikiranmu, Megan. Dan kamu akan kembali menjadi milikku lagi," Renatha berkata dalam hati.

Sementara itu di lain tempat, Megan baru saja memarkirkan mobilnya di tempat usaha milik Destroyer. Megan datang ketika semua teman-temannya kebetulan sedang berada disana, memantau pegawai baru yang baru saja bekerja disana hari ini. Ketika sang ketua datang, semua orang langsung saja beranjak dari tempatnya dan menghampiri Megan.

"Lo udah boleh keluar rumah? Syukurlah kalau gitu, gue pikir lo di tahan selamanya di rumah setelah kejadian kemarin itu," Kelvin yang kini berada di samping Megan lalu mempersilakan Megan untuk duduk. "Sehabis dari rumah sakit, lo nggak kasih kabar apapun.. kita semua lega kalau lo baik-baik aja."

Megan menggeleng pelan, "Nggak ada yang baik-baik aja, Vin. Pernikahan itu tetap berjalan sebagaimana mestinya. Gue udah nggak tahu harus ngapain lagi."

Ramon menghembuskan napasnya berat, "Memangnya.. kapan pernikahannya itu? Apa dalam waktu dekat ini?"

"Gue nggak tahu," Jawab Megan putus asa, "Yang jelas, pernikahan itu akan di lakukan secepatnya. Hari tadi gue, Renatha dan bokap nyokap gue dateng ke wedding organizer. Mereka udah rencanain semuanya.. padahal gue nggak mau itu semua.. Gue nggak mau nikahin orang yang sama sekali nggak gue cintai.."

"Lo jangan putus asa dulu, kita semua bakal pikirin, gimana caranya pernikahan itu batal dan bokap lo nggak bakal lagi maksa lo kayak gini hanya karena bisnis, gue yakin semuanya pasti ada jalannya.." Claveron berusaha berpikir positif, setidaknya Megan tidak menyerah sebelum adanya usaha.

Megan mengangguk dengan kedua matanya yang berkaca-kaca, "Gue cuma mau pernikahan itu batal. Gue nggak mau pernikahan itu ada.. gue nggak mau semuanya kayak gini.."

"Lo yang sabar ya, kalau emang lo itu jodohnya Mora, lo nggak bakal menikah sama orang lain gimana pun caranya.." Kelvin lalu menepuk-nepuk bahu sahabatnya itu pelan, berusaha memberi semangat. "Kita semua di sini ada di pihak lo.. lo jangan khawatir ya.."

Setelah meluapkan segala kekesalannya, Megan duduk di sana sembari meminum bir yang dulu sering ia minum bersama sahabat-sahabatnya. Kedua matanya sembari memperhatikan satu persatu sahabatnya yang sedang bekerja, membangun bisnis mereka yang sedari dulu sudah mereka rencanakan juga inginkan. Kelvin, berada di bar bersama Megan, sembari memberikan sosialisasi dan juga mengarahkan para pegawai baru, dimana mereka akan bertugas dan bagaimana pekerjaan itu harus mereka lakukan. Kelvin sesekali pun memantau Megan, takut-takut jika Megan melakukan lagi hal yang tidak di inginkan.

Sementara Ramon dan Claveron, mereka berdiri di area bengkel, memberi arahan kepada para pegawai agar mereka dapat melakukan tugasnya dengan baik. Beberapa teman-teman dari komunitas lain bahkan ikut membantu memberi masukan untuk bengkel Destroyer yang baru saja melakukan soft opening dari beberapa waktu lalu, tanpa Megan. Ya, Megan sedang berada di rumah sakit kemarin dan sementara semuanya harus tetap berjalan. Mereka harus tetap melakukan soft opening beberapa hari yang lalu karena sebuah pengumuman itu begitu penting bagi mereka di dalam usaha bisnis mereka yang baru, karena usaha atau bisnis tersebut akan diperkenalkan kepada beberapa orang terpilih, termasuk beberapa teman dari komunitas lain untuk mencoba kelayakan dari bisnis tersebut, sebelum akhirnya diperkenalkan umum ke publik. Megan mengetahuinya, dan tidak merasa keberatan dengan semua hal itu. Megan sudah terlalu percaya pada semua sahabat-sahabatnya.

Hari sudah semakin larut, dan Megan bahkan sudah meminum bir itu hingga beberapa botol banyaknya, "Gan, nggak boleh kebanyakan minum ya!" Seru Kelvin, "Nanti lo tepar!"

Megan tertawa kecil, "Nggak apa, ada lo ini kan?"

"Sialan! Gue yang repot!" Seru Kelvin kesal sembari ikut tertawa.

"Kelvin bener, Gan. Jangan kebanyakan minum, nggak baik.." Tiba-tiba saja terdengar suara perempuan dan membuat Kelvin maupun Megan mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara tersebut.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Megan geram, "Lo nggak usah dateng ke rumah gue! Gue udah cukup muak liat lo setiap hari di rumah bokap dan nyokap gue! Untuk apa lagi dateng kesini?"

"Aku mau jemput kamu pulang, Megan.. Ayo kita pulang, lo nggak akan bener kalau disini.." ucap Renatha membuat Kelvin ikut geram.

"Wo.. woo.. tunggu dulu, nggak akan bener apa nih maksudnya?" Tanya Kelvin, "Yang ada lo yang bukan perempuan bener, soalnya kalau perempuan bener itu nggak bakal rebut pacar orang lain!"

Renatha langsung saja mendorong tubuh Kelvin marah, "Jaga omongan lo, ya!"

"Lo tuh yang jaga sikap lo!" Kelvin balik menyentak, hingga membuat Renatha diam. "Keluar lo darisini, ini bukan tempat lo!"

"Pergi, Ren. Gue bisa pulang sendiri." Megan bangkit dari duduknya sembari sempoyongan, "Jangan sampai gue lakuin kekerasan ke lo ya, sekarang juga lo cabut! Cabut sana! Bilang ke bokap gue, gue bisa pulang sendiri!"

"Nggak, gue nggak bakal cabut. Lo harus tetep pulang sama gue, atau nggak.. gue bakal datengin Mora ke Jakarta," ucap Renatha kesal, merubah gaya bicaranya menjadi gue-lo karena kesal, membuat Megan terdiam. Bagaimana ia bisa tahu bahwa Mora berada di Jakarta? Apakah ia pernah memberitahunya soal Mora?

"Jangan pernah lo temuin Mora! Atau—"

"Atau apa? Lo mau ngancem gue lagi? Gue ini calon istri lo, Gan."

Belum saja menjawab, Megan sudah terkulai lemas ke bawah dan memuntahkan semua minuman yang sedari tadi siang ia minum. Tubuhnya begitu lemas hingga Kelvin dan Ramon langsung saja berlari untuk menggotongnya. Sementara, Renatha hanya berdiam diri disana melihat semuanya itu terjadi.

"Udah gue bilang. Sekarang lo cabut darisini, biar Megan kita yang tanganin," ujar Kelvin ketus.

Mendengar itu, Renatha hanya bisa menelan ludahnya sendiri. Ia merasa kesal pada Kelvin dan semua teman-teman Megan yang sepertinya tidak menyukai kehadirannya disana. Lantas dengan emosi yang menggebu-gebu, Renatha berlari keluar bar itu dan masuk ke dalam mobilnya sembari menangis, merasa sakit hati dengan perlakuan Kelvin.

Bagaimanapun, ia harus menemui Mora. Kemudian, satu tangannya berusaha merogoh ponselnya yang tersimpan di dalam tas. Ia ingin menghubungi Mora hari ini agar ia bisa bertemu Mora besok hari. Untungnya, ia sudah mempunyai nomor ponsel Mora dari semenjak Megan di rawat di rumah sakit. Kebetulan hari itu ponsel Megan tergeletak di meja, dan dari sana lah Renatha menemukan kontak Mora. Renatha tidak bisa membiarkan semuanya berjalan seperti ini.

To: Nomor Mora
Mora, ini Renatha, calon istri Megan. Kalau besok ada waktu, boleh kita bertemu?

***

Hai hai haiiiii maaf kalau part ini sedikit acak acakan wkwkwk maklum buatnya cepet cepet karena masih ada urusan:(( huhu tapi semoga suka sama chapter ini yaaa!!

So gimana chapter ini? Adakah pesan pesan yang ingin kalian tujukan pada Renatha? Wkwkkw komen dibawah!

Butuh vote dan komen yang banyak nih biar semangat!! Cayo!! Thank you!!!🥰🙏🏻

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 26K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
306K 24.7K 56
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
514K 19.5K 45
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
2.8M 301K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...