Mora & Megan 2

By dewisavtr

331K 9.9K 6K

Mora dan Megan terpaksa harus menjalani Long Distance Relationship saat Mora harus menempuh S2 di Kota Jakart... More

Cast
Mora & Megan 2 "Rewrite"
Prolog
Chapter 1 - Jakarta
Chapter 2 - Namanya Alivio
Chapter 3 - Hari Pertama
Chapter 4 - Soal Renatha
Chapter 5 - Jakarta Malam Ini
Chapter 6 - Kembali Lagi
Chapter 7 - Awal yang buruk
Chapter 8 - Salah Paham
Chapter 9 - Terlalu Kecewa
Chapter 10 - Terpaksa
Chapter 11 - Bicara pada Mora
Chapter 12 - Cukup sampai disini?
Chapter 13 - Akhir Cerita Cinta
Chapter 14 - Semua tentang Alivio
Chapter 15 - Tak Ada Pilihan Lain
Chapter 17 - Persiapan Pernikahan
Chapter 18 - Aku Sungguh Cinta Kamu
Chapter 19 - Bahagia Bersama yang Lain
Chapter 20 - Ada aku yang sayang padamu
Chapter 21 - Sahabat Terbaik
Chapter 22 - Kesempatan
Chapter 23 - Bandung Kota Sejuta Kenangan
Chapter 24 - Ulang Tahun Megan
Chapter 25 - Kamu tidak akan mengerti
Chapter 26 - Menjagamu
Chapter 27 - Menyatakan Perasaan
Chapter 28 - Jawaban
Chapter 29 - Reuni (1)
Chapter 30 - Reuni (2)
Chapter 31 - I Can't Without You
Chapter 32 - Gara-gara Mora?
Chapter 33 - Berjuang
Chapter 34 - Pilihan
Chapter 35 - Seseorang yang mengerti dirimu
Chapter 36 - Tidak pernah bisa cinta lagi
Chapter 37 - Bimbang
Chapter 38 - Pulang
Chapter 39 - Perasaan Buruk
Chapter 40 - Pertemuan Terakhir?
Chapter 41 - Gundah

Chapter 16 - Tak Mampu Pergi

2.9K 204 55
By dewisavtr

"RON! MON!" Teriak Kelvin membuat Claveron dan Ramon terbangun seketika.

Mereka berdua kemudian berlari menghampiri Kelvin yang berteriak di dalam toilet. Dan ketika mereka melihat apa yang terjadi, semuanya tiba-tiba saja menjadi panik. Cepat-cepat mereka menggotong tubuh sahabatnya itu yang kedua tangannya kini berlumuran darah ke dalam mobil. Semua orang yang sedang bekerja di tempat bisnis Destroyer itu pun melihat kejadian itu dan bertanya-tanya apa yang terjadi, tapi tidak ada satupun dari Kelvin, Ramon ataupun Claveron yang menjawabnya.

Mereka terburu-buru membawa Megan ke rumah sakit. Sahabatnya itu kini sudah tak sadarkan diri, membuat Kelvin dan yang lain menjadi ketakutan dan khawatir jika semuanya sudah terlambat.

"Bertahanlah, Megan!"

**

'Tuuut..Tuut..Tuuut.'

Mora memutuskan untuk mencoba menghubungi Megan siang ini setelah tadi malam ia bermimpi bahwa Megan ada di sini, datang kembali padanya. Jujur saja, Mora merasa tak tahan pada semua keadaan yang ada, Mora tidak ingin Megan pergi begitu saja setelah semua hal yang telah mereka lalui. Mora hanya ingin tahu apa alasannya, dan kenapa bisa semudah itu? Padahal tidak seharusnya masalah ini ada, tidak seharusnya Megan pergi dan memilih perempuan lain untuk menikah dengannya.

Lama tak ada jawaban, Mora tidak mau menyerah begitu saja. Ia harus mendapatkan jawaban itu sendiri dari Megan. Megan harus mengangkat teleponnya. Setelah sekitar lima kali mencoba menghubungi Megan, akhirnya seseorang yang jauh di sana mengangkat telepon itu, "Halo? Mora?" Suara itu bukan Megan.

"Vin.." ucap Mora, yang sudah mengenal betul suara sahabatnya dengan Megan, Kelvin. "Kok handphonenya Megan ada sama lo? Gue pengen ngomong sama Megan, Vin.. Please.. Megan lagi apa? Dia lagi dimana?"

"Uhm.. Megan lagi di.." Kedua matanya kemudian melirik ke arah Megan yang sedang terbaring di tempat tidur rumah sakit, kedua lengannya kini terbalut perban oleh karena luka yang ia telah buat sendiri. Megan yang tahu bahwa Mora lah orang yang ada di balik telepon itu pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan pada Kelvin, berusaha mengisyaratkan Kelvin kalau ia tidak boleh bilang pada Mora bahwa sekarang Megan sedang berada di rumah sakit. "Uhm.. Megan ada, Ra.. di samping gue, gue kasih handphonenya ke dia ya," ujar Kelvin lalu memberikan ponsel itu pada Megan.

Dengan sedikit kesakitan, Megan pun berusaha tegar saat memegang ponselnya, ini adalah pertama kalinya semenjak hari itu— hari dimana terakhir ia dan Mora masih berhubungan, dan kini Megan kembali menyapa Mora lewat telepon, "Hai, Ra.. kamu sudah makan?" Tanyanya.

Mora seketika menangis saat mendengar suara Megan dari telepon, dia tak kuasa menahannya, bagaimana tidak? Dia sudah rindu pada Megan dari beberapa hari yang lalu, "Megan, kamu kemana saja? Kamu tidak pernah lagi memberikanku kabar, kamu sudah lupa ya sama Mora?" ucap Mora sedikit manja, seperti dulu saat ia masih menjadi pacar Megan.

"Megan baik, Ra.." Jawab Megan sembari menghembuskan napasnya pelan, "Mora nggak perlu tahu gimana sebenarnya keadaan Megan. Yang perlu Mora tahu sekarang.. Megan baik-baik saja. Mora pun harus begitu ya."

"Kenapa nggak perlu tahu?" Protes Mora, "Aku sayang sama Megan, Mora ingin tahu semua kabar Megan lagi, Mora nggak ingin kayak gini.."

"Ra.." Megan berusaha menghentikan Mora.

"Megan please, biarin Mora ngomong.." Lanjut Mora, "Megan.. Aku mau minta maaf.. Maafin aku kalau selama ini aku belum jadi perempuan yang baik buat Megan.. tapi aku mau berusaha sekarang. Aku nggak akan egois lagi.. Maafin aku kalau aku sering marah-marah sama Megan, sering bilang Megan cemburuan, sering nggak nurut sama Megan, sering bohong sama Megan, tapi aku janji aku nggak bakal lakuin itu semua lagi kalau memang itu yang Megan mau, dan bisa mengembalikkan Megan pada Mora.. Mora bakal lakuin semua halnya asal— asalkan Megan balik lagi sama Mora, kayak dulu.. bahagia bareng-bareng.."

Megan diam. Tanpa sepengetahuan Mora, Megan pun menangis di ruangan rumah sakit itu setelah mendengar semua hal yang Mora katakan, disaksikan oleh Kelvin, Ramon, dan juga Claveron yang menjaga Megan di sana.

"Apa Megan nggak mau kalau kita bareng-bareng lagi kayak dulu? Mora sayang banget sama Megan.. Tolong, jangan pergi.." ucap Mora sembari menangis sesenggukan, "Aku akan lakukan semua hal yang Megan mau, semua hal.. asal Megan kembali sama aku.. Jangan pergi Megan.. Jangan pilih dia, jangan pilih orang lain.. Mora cinta kamu, lebih dari yang kamu tahu.."

Megan menghapus air matanya sembari menjawab, "Hati Megan memang cuma untuk Mora, nggak pernah buat orang lain.."

"Terus kenapa Megan pilih orang lain?? Kenapa?? Mora nggak terima, Megan.."

"Ini perihal orang tua Megan, Ra.. Yang perlu kamu tahu, Megan lakukan ini untuk kebaikan Mora. Walaupun, mungkin kamu nggak bisa rasain apa yang sebetulnya Megan lakukan. Tapi ini semua untuk lindungin Mora.. Megan nggak peduli seberapa sakitnya itu buat Megan, yang jelas Megan cuma mau lindungin kamu dari siapapun yang bisa melukai kamu," ucap Megan panjang lebar, berusaha membuat Mora mengerti walaupun sulit. "Megan nggak punya pilihan.."

"Kenapa pilihan itu seolah tak ada? Padahal seharusnya kamu bebas untuk memilih siapa orang yang kau cinta," ucap Mora seperti merasa kecewa.

"Megan harap kamu ngerti, Ra.. Mungkin nggak hari ini, tapi suatu hari pasti Mora bakal ngerti, apa yang Megan lakukan hanya untuk kamu.."

Mora diam, masih menangis di sana. Ini semua membuat Megan sangat frustasi. Dia tidak bisa membuat Mora seperti ini. Tapi apa lagi yang harus dilakukannya? Membiarkan Mora tersakiti oleh karena sang Ayah? Megan tidak mau semua itu terjadi.

"Ra.. kalau seandainya kita berjodoh.. Megan pasti akan kembali pada Mora kapanpun itu kalau memang waktu mengizinkan kita kembali. Megan tahu ini berat untuk kita berdua, tapi.. percayalah, Megan nggak pernah ada niat untuk menggantikan kamu dengan orang lain. Kalau memang pilihan itu ada, sudah dari awal Megan pilih kamu Ra. Ini semua untuk kamu.. Jaga diri kamu selalu ya, Ra.. Terimakasih Tuhan, karena Megan masih diberikan kesempatan untuk bisa mendengar suara kamu hari ini.. Megan sayang kamu, Ra.. Lebih dari apapun." Megan kemudian menutup telepon itu tanpa ingin mendengar apapun lagi dari Mora, semua itu sudah cukup menyakitkan. Sakit rasanya mendengar Mora menangis seperti itu.

Ponsel itu kemudian diberikan lagi pada Kelvin, membuat Kelvin bertanya, "Kenapa? Kenapa lo nggak bilang yang sejujurnya sama Mora? Kenapa lo nggak bilang kalau lo rela mati demi nggak menyakiti dia? Kenapa lo nggak bilang, Gan?!"

Megan menggeleng pelan, "Dia nggak perlu tahu gue hari ini ada di rumah sakit setelah kejadian gue menyayat-nyayat tangan gue sendiri. Dia nggak perlu tahu gue lakuin itu karena benci sama hidup gue, Vin.. Dia nggak perlu tahu apa-apa soal gue."

"Tuhan masih kasih kesempatan lo hidup pasti karena ada alasannya, lo nggak boleh putus asa kayak gini, Gan! Gue sejujurnya benci lihat lo kayak gini," ucap Ramon, "Kalau gue bisa, gue bakal ngomong semuanya sama bokap lo, dan gue bisa hilangkan Renatha dalam sekejap. Tapi gue dan yang lain nggak bisa apa-apa karena lo bener, kita pun nggak punya pilihan, tidak semudah itu."

"Lo nggak tahu gimana paniknya kita waktu lihat lo kayak tadi pagi. Kita semua gotong badan lo dengan perasaan takut, kita semua takut lo lewat pagi tadi! Please, Gan.. Lo nggak boleh kayak gini. Lo nggak boleh putus asa, kita cari jalan keluar bareng-bareng.." ucap Claveron seraya meneteskan air matanya, salah satu sahabat Megan itu menangis karena tak tega melihat Megan seperti ini.

Megan hanya tersenyum tipis, "Terimakasih semuanya.. kalau nggak ada kalian.. mungkin hari ini gue udah nggak ada lagi di dunia, cuma tinggal nama. Terimakasih semuanya.. gue nggak tahu kalau nggak ada kalian, gue bakal gimana.. Lo semua adalah yang terbaik."

"Jangan pernah lagi lakuin hal itu, Gan. Jangan lagi," ucap Kelvin seraya mengusap bahu sahabatnya yang sedang terbaring itu. Megan hanya tersenyum seraya mengangguk. Di dalam hatinya, ia bahkan tetap berpikir bagaimana ia mengakhiri semua masalah dalam hidupnya ini.

Tak lama, suara pintu terdengar terbuka. Semua orang kini melihat ke arah pintu itu dan memunculkan kedua orang tua Megan dan juga Renatha. Mereka berjalan mendekati Megan, Ibunya dan juga Renatha nampak terlihat khawatir, "Megan.. anakku, apa yang kau lakukan, Nak?" Tanya Ibunya.

"Jadi ini apa yang kau lakukan semalam?" Tanya sang Ayah geram. "Kau bodoh, Megan!"

"Kalian memberitahu mereka? Untuk apa?" Megan balik bertanya pada teman-temannya.

Ramon pun terpaksa menjawab, "Mereka adalah orangtuamu, apapun yang terjadi kami harus memberitahu mereka.."

"Tapi itu semua tidak ada gunanya, Mon." Jelas Megan sembari membuang muka, tidak ingin melihat wajah kedua orang tuanya yang kini tepat di hadapannya.

"Jangan membuang mukamu seperti itu Megan, kami adalah orang tuamu," ucap Ayah Megan, "Apa yang kau lakukan semuanya adalah bodoh! Aku tidak pernah mendidik kamu untuk menjadi bodoh seperti ini kau paham?!"

Megan diam, tidak menjawab apapun.

"Persiapan pernikahan akan tetap berjalan," sambung Ayahnya, "Setelah menikah, kau dan Renatha akan tinggal di Amerika."

"Megan tidak mau. Megan hanya mau Mora."

"Tidak ada lagi Mora, hanya ada Renatha. Kau pilih saja, lebih baik dengan Mora tapi aku tidak akan membiarkan hidupnya tenang, atau kau menikahi Renatha dan bahagia bersamanya? Itu semua pilihanmu."

"Ayah tidak bisa menentukan dengan siapa Megan akan bahagia. Hanya Megan yang bisa menentukannya," ucap Megan tegas.

"Itu semua adalah pilihanmu, Megan. Pikirkan lagi semuanya agar kau tidak akan menyesal di kemudian hari," ujar David lalu berjalan pergi meninggalkan ruangan itu.

"Megan.. jangan lakukan ini.. Kamu tega meninggalkan Mama? Mama harap kamu bisa berpikir dewasa, bahwa tidak ada orang tua yang tidak memikirkan masa depan anaknya. Ayahmu hanya inginkan yang terbaik untukmu.." Ibunda Megan lalu berusaha mengusap puncak kepala Megan, tapi Megan menepisnya sekuat tenaga.

"Tidak ada orang tua yang tidak memikirkan kebahagiaan anaknya." Tegas Megan membuat sang Ibu dan Renatha lagi-lagi terdiam.

Terlebih lagi Renatha, Renatha langsung saja menundukkan wajahnya. Merasa kecewa dengan jawaban Megan. Apakah Megan tidak menginginkannya? Haruskah Renatha menghilangkan Mora?

***

Hiiii guys setelah 2 minggu tidak update akhirnya aku punya hari dimana aku bisa lanjut nulis lagiii hihi maaf yaaa tapi ku senang banyak yang menunggu next chapternya! Sooo, gimana chapter yang ini?:))

Adakah pesan yang ingin kalian sampaikan pada Ayah Megan dan Renatha? Komen dibawah:))

+200votes dan komentar sebanyak-banyaknya ku lanjut yaaaa! Itu tandanya banyak yg menunggu Mora Megan 2 update! Trims🤗❤️

Continue Reading

You'll Also Like

627K 56K 54
⚠️ BL LOKAL Awalnya Doni cuma mau beli kulkas diskonan dari Bu Wati, tapi siapa sangka dia malah ketemu sama Arya, si Mas Ganteng yang kalau ngomong...
307K 30K 44
"Ma, aku ngga mau ya punya assisten baru" "Plis lah Maa" "Aku tu CEO punya aissten dengan pakaian sexy itu biasa" "Lianda Sanjaya!!!" "Ikutin kata ma...
237K 17.8K 43
Nara, seorang gadis biasa yang begitu menyukai novel. Namun, setelah kelelahan akibat sakit yang dideritanya, Nara terbangun sebagai Daisy dalam dun...
2.3M 106K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...