Mora & Megan 2

By dewisavtr

331K 9.9K 6K

Mora dan Megan terpaksa harus menjalani Long Distance Relationship saat Mora harus menempuh S2 di Kota Jakart... More

Cast
Mora & Megan 2 "Rewrite"
Prolog
Chapter 1 - Jakarta
Chapter 2 - Namanya Alivio
Chapter 3 - Hari Pertama
Chapter 4 - Soal Renatha
Chapter 5 - Jakarta Malam Ini
Chapter 6 - Kembali Lagi
Chapter 7 - Awal yang buruk
Chapter 8 - Salah Paham
Chapter 9 - Terlalu Kecewa
Chapter 10 - Terpaksa
Chapter 12 - Cukup sampai disini?
Chapter 13 - Akhir Cerita Cinta
Chapter 14 - Semua tentang Alivio
Chapter 15 - Tak Ada Pilihan Lain
Chapter 16 - Tak Mampu Pergi
Chapter 17 - Persiapan Pernikahan
Chapter 18 - Aku Sungguh Cinta Kamu
Chapter 19 - Bahagia Bersama yang Lain
Chapter 20 - Ada aku yang sayang padamu
Chapter 21 - Sahabat Terbaik
Chapter 22 - Kesempatan
Chapter 23 - Bandung Kota Sejuta Kenangan
Chapter 24 - Ulang Tahun Megan
Chapter 25 - Kamu tidak akan mengerti
Chapter 26 - Menjagamu
Chapter 27 - Menyatakan Perasaan
Chapter 28 - Jawaban
Chapter 29 - Reuni (1)
Chapter 30 - Reuni (2)
Chapter 31 - I Can't Without You
Chapter 32 - Gara-gara Mora?
Chapter 33 - Berjuang
Chapter 34 - Pilihan
Chapter 35 - Seseorang yang mengerti dirimu
Chapter 36 - Tidak pernah bisa cinta lagi
Chapter 37 - Bimbang
Chapter 38 - Pulang
Chapter 39 - Perasaan Buruk
Chapter 40 - Pertemuan Terakhir?
Chapter 41 - Gundah

Chapter 11 - Bicara pada Mora

3.1K 192 53
By dewisavtr

Malam ini Megan bersenang-senang di salah satu club Kota Bandung yang letaknya tak jauh dari rumah. Berkali-kali botol itu ia minum lalu membeli lagi, dan lagi hingga Megan melupakan segala masalah yang sedang ia hadapi. Tentu saja semua ini bukan masalah kecil, ini semua tentang hati Megan yang sudah terluka lalu patah pula. Dia merasa, tidak ada satupun orang yang kini berpihak padanya, tidak termasuk dua orang tuanya.

Pertama ada Mora, kekasihnya yang amat sangat ia cintai itu tiba-tiba saja berubah, enggan bertanya apa kabarnya, bahkan memberi kabar tentangnya pun tidak. Lupa? Apa mungkin Mora lupa dengan Megan? Bagaimana bisa? Pikirnya. Apa karena hadirnya sosok teman baru, Mora lalu tiba-tiba saja melupakan Megan? Apakah itu masuk akal? Batinnya bertanya-tanya, tidak mengerti apa yang terjadi dengan Mora.

Lalu kedua orang tuanya, kenapa pula mereka ingin menikahkan Megan dengan Renatha? Apakah dengan begitu bisnis itu akan berjalan dengan lancar? Megan rasa tidak. Entah apa yang kini ada di dalam pikiran sang Papa karena tiba-tiba saja beliau dengan adanya paksaan meminta Megan untuk menikah. Kenapa pula harus Renatha yang menjadi anak dari Om Tegar? Renatha, orang yang dulu pernah Megan benci dan berjanji untuk tidak akan menemuinya lagi. Kenapa takdir seolah berkata Megan harus kembali bersama dengan seseorang yang dibenci? Sama saja luka lama itu kini kembali muncul dengan segala kebencian yang ada.

Setelah Megan meneguk botolnya yang terakhir, ia pun kemudian berdiri dengan sempoyongan, kedua matanya buram— tak bisa melihat dengan jelas. Beberapa orang disana yang kenal dengannya lantas menggotongnya dan membawanya pulang dengan menggunakan mobil yang juga Megan bawa kesana. Untung saja, Megan berada di club yang benar— club yang berisikan orang-orang yang sudah lama mengenalnya.

Setelah setengah jam mobil itu mereka bawa pergi beserta Megan yang telah tertidur di jok belakang, kedua orang temannya lantas kembali harus menggotong tubuh itu saat mereka kini telah sampai di depan rumah Megan. Megan yang sudah tak sadarkan diri lantas hanya bisa mengigau sembari terkulai lemas ketika dua temannya membawanya masuk ke dalam kamar. Kedua orang tua Megan pun yang mengetahui hal itu lantas hanya bisa menarik napas panjang kesal, apalagi David, mengetahui anaknya yang pulang larut malam dalam keadaan mabuk seperti ini sangat-sangat membuatnya marah.

Di dalam benaknya, David menyalahkan Mora. Apa yang sudah Mora berikan pada anaknya hingga membuat Megan begitu mencintainya? Begitu rela melakukan apapun asalkan tetap dengan dia? David berpikir ini mungkin sudah diluar batas. Megan telah mencintai orang yang salah. Bagaimana bisa Megan mencintai orang yang hanya bisa merusak hidupnya? Dalam hatinya ia berjanji, bahwa ia akan tetap menikahi Megan dan juga Renatha bagaimana pun caranya. Renatha adalah yang terbaik untuknya, dibandingkan dengan Mora.

Setelah tidur dengan pulas di kamarnya, Megan tiba-tiba saja terbangun saat alarm berbunyi, menunjukkan waktu pukul 8 pagi. Biasanya pagi-pagi seperti ini Megan akan langsung bersiap untuk pergi ke bengkel— usaha milik Destroyer. Tapi, entah kenapa pagi ini Megan mendadak tidak mood untuk pergi menemui teman-temannya disana. Entah karena permasalahan yang baru saja menimpa hidupnya, atau hanya karena merasa lelah.

Baru saja Megan ingin mengambil ponselnya di meja, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan keras dan memunculkan David dari luar. Wajahnya geram, dua matanya memperhatikan Megan dengan tajam, "Mabuk kamu kemarin?" Tanyanya tegas.

Megan hanya diam, enggan menjawab.

"JAWAB!" Seru David— Papa Megan, membuat Megan terkejut, "Kamu mabuk hanya karena Papa menjodohkan kamu dengan Renatha dan kamu menolak? Begitu Megan? Kamu menolak karena kamu hanya ingin berhubungan dengan Mora yang sudah jelas membuat hidupmu rusak, iya?!"

"Mora cewek baik, dia nggak mungkin bikin hidup Megan rusak, Pa.." Bela Megan.

"Kalau dia tidak membuatmu rusak, harusnya tidak ada kejadian kamu mabuk seperti kemarin! Tidak ada mabuk-mabukkan hanya karena memikirkan dia seorang!"

Megan terdiam lagi, hanya menunduk.

"Papa tidak akan menarik lagi ucapan Papa. Kamu akan menikah dengan Renatha entah itu kamu setuju atau tidak," ujar David, "Jika tidak, Papa sendiri yang akan bicara pada Mora. Bahwa Papa tidak ingin melihatnya lagi berhubungan denganmu!"

Megan langsung saja mengalihkan pandangannya pada sang Papa, "Jangan, Pa.. Jangan lakukan hal apapun padanya. Mora bisa menangis, atau bahkan sakit hati nantinya. Megan nggak mau menyakiti hati perempuan yang Megan cintai. Biar Megan yang bicarakan semuanya baik-baik."

"Kalau begitu bagus. Esok lusa, Papa tidak mau kau menyebut namanya lagi, Megan."

Megan menundukkan wajahnya lalu menjawab dengan bibir yang bergetar, "Megan akan lakukan apapun untuk Papa. Walaupun itu jelas membuat Megan sakit, semuanya adalah untuk Papa, orang tua Megan. Tapi.. biarkan Mora bahagia. Jangan lakukan apapun dan jangan katakan apapun padanya. Mora tidak boleh tahu kenapa Megan pergi dari dia. Mora tidak boleh tahu apa alasan Megan. Mora— Mora harus bahagia walaupun bukan dengan Megan, melainkan dengan yang lain."

David hanya diam, lalu kemudian membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya pergi dari kamar Megan tanpa merasa berdosa. Sementara Megan yang masih berada disana hanya bisa menangis. Entah kapan terakhir kali Megan menangis, tapi ini adalah yang paling menyakitkan.

Setelah berpikir lama, akhirnya Megan langsung bersiap untuk kembali ke Jakarta, menemui Mora. Dengan mengendarai mobilnya, Megan langsung tancap gas untuk membicarakan semuanya pada Mora dengan berat hati. Mora tidak perlu tahu soal perjodohan itu, tetapi yang Mora harus tahu adalah, perpisahan itu nantinya akan menjadi jalan yang terbaik untuk mereka, karena sesungguhnya hati Megan hanyalah untuk Mora seorang. Tidak akan ada orang yang bisa menggantikannya. Mora hanyalah satu, tidak ada Mora kedua ataupun Mora ketiga. Cintanya hanya untuk satu perempuan saja.

Mobil itu kini sudah melaju di dalam tol dengan kecepatan penuh, buru-buru ingin bertemu Mora dan memeluknya erat. Megan bahkan merutuki jalanan yang entah kenapa kali ini terasa begitu jauh dan lama. Dan sialnya, baru saja berada di tengah-tengah jarak antara Bandung dan Jakarta, Megan harus pula terjebak macet yang walaupun tidak begitu padat tapi tetap saja menyita waktunya. "Sial! Kenapa harus pake macet segala sih!" Serunya sembari memukul stir mobilnya kesal.

**

Mora berjalan sendirian di kampus sore ini sembari melamun. Dia belum berani untuk memberikan kabar apapun pada Megan, takut kalau-kalau Megan akan memarahinya lagi. Mora begitu takut lebih dulu memberikan kabar, ia hanya ingin Megan kembali memberikan pesan padanya seperti dulu tanpa harus memakai emosi, bahkan inginnya, Megan sudah melupakan semua masalah kemarin itu.

"Hey! Mau kemana?" Seseorang tiba-tiba saja menyadarkan lamunan Mora, Alivio lalu berjalan berdampingan di sisi Mora sembari menampilkan senyumannya. "Hm, masih cemberut. Jangan bete gitu dong, apa mau jalan-jalan lagi?"

Mora menggelengkan kepalanya pelan, "Vi, apa.. apa gue kontak Megan duluan aja kali ya? Gue sebenarnya takut sih, cuma.. Megan benar-benar nggak kabarin gue dari waktu itu. Lo pikir ini semua wajar nggak sih? Megan tuh nggak biasanya kayak gini.."

Alivio mengangguk, "Hm— boleh, jangan gengsi buat kontakin Megan duluan deh Ra. Kalau lo kangen bilang aja kangen, masa pacaran lama masih gengsi-gengsian sih? Gimana Megan mau tahu perasaan lo? Gimana Megan mau tahu kalau lo kangen orang lo nya aja nggak pernah hubungin dia?"

Mora menghembuskan napasnya pelan, lalu segera mengeluarkan ponselnya, mencari nama Megan disana sembari berjalan keluar kampus.

"Nah, mulai sekarang nggak boleh gengsi-gengsi lagi. Megan itu kan pacar lo, Ra. Lo harus bilang apa yang ada di dalam hati lo itu ke dia. Seandainya gue jadi Megan pun, gue bakal melakukan hal yang sama kok. Gue pasti bakalan setakut itu kehilangan lo, Ra," ujar Alivio pelan, namun Mora masih terfokus pada ponselnya, tidak mendengarkan.

Mora kemudian langsung mencoba menghubungi Megan. 'Tuut..tuut..tuutt...' suara sambungan telepon berulang kali itu menyadarkan Mora bahwa Megan sudah jelas tak mau mengangkat teleponnya. Baru saja Mora akan mematikan sambungan teleponnya, tiba-tiba kedua matanya menangkap seseorang yang kini terlihat berdiri dihadapannya. Mora langsung terpaku menatapnya, "Megan?!" ujarnya senang.

"Mora telepon Megan?" Tanya Megan sembari tersenyum.

Tanpa aba-aba, Mora langsung saja berlari dari sisi Alivio kepada Megan dan memeluknya begitu erat. Meninggalkan Alivio yang juga mematung disana. Melihat semua itu, Alivio lantas tersenyum tipis dan segera pergi dari sana tanpa ingin mengganggu. Setidaknya, Mora sudah kembali dengan Megan, pikirnya.

"Megan! Mora kangen Megan bangeeet!" Seru Mora dengan semangat, wajahnya berubah sempurna menjadi penuh bahagia, senyuman lebar langsung terukir diwajahnya.

"Megan— juga kangen sama Mora.." Jawab Megan sedikit terbata.

"Megan, udah nggak marah kan sama Mora?" Tanya Mora manja.

Megan pun menggeleng cepat, "Megan udah nggak marah kok. Megan kesini cuma—"

"Cuma apa?" Mora mengernyitkan dahinya, "Oh, Mora tahu deh! Megan cuma kangen sama Mora kan makannya kesini lagi deh ke Jakarta!"

Megan tersenyum tipis, tak mampu untuk mengucapkan kata-kata itu, "Iya, Megan kangen banget. Megan mau ajakin kamu jalan-jalan hari ini, mau?"

"MAU BANGET DONG!" Seru Mora berteriak semangat, ia langsung saja memeluk Megan senang sembari masuk ke dalam mobil. "Ayo, kita senang-senang, let's goo!"

Melihat Mora yang begitu antusias, Megan pun ikut merasa senang dan langsung menaiki mobilnya untuk pergi bersama Mora. Walaupun ia tahu akhirnya akan terasa pahit, tapi setidaknya sebelum semua itu terucapkan, Megan harus membuat Mora bahagia walaupun hanya sebentar saja.

Tanpa bertanya apapun pada Mora, Megan langsung mengajak Mora bermain ice skating yang berada di salah satu Mall besar di Jakarta. Mendengar bahwa Megan akan membawa Mora untuk bermain ice skating, Mora begitu senang bukan main. Bermain ice skating apalagi bersama Megan mungkin akan langsung meredamkan hati yang kemarin kemarin sempat meledak-ledak. Tak memakan waktu yang lama, akhirnya Megan pun telah sampai disana.

Keduanya kemudian cepat-cepat berjalan ke tempat dimana ice skating itu berada. Begitu tiket masuknya telah dibayar, keduanya pun langsung memasuki wahana tersebut dengan wajah yang nampak bahagia. Di wahana tersebut, pengunjung diperbolehkan bermain ice skating, meluncur bebas diatas salju buatan, terlihat jelas sensasi nya sangat menyenangkan. Hawa sekitar wahana terasa begitu dingin khas Eropa, itu merupakan dampak salju dingin disana. Wahana permainan ini begitu seru hingga membuat Mora ataupun Megan melupakan semua masalah yang ada dan tertawa bersama-sama disana. Mora bahkan berkali-kali hampir terjatuh karena licin, tetapi Megan selalu berada disana tiap kali Mora akan jatuh. Megan akan selalu melindungi Mora dimanapun Mora berada.

Puas bermain ice skating dengan waktu yang sudah ditentukan, Mora dan Megan pun langsung beralih ke salah satu restaurant disana untuk makan malam bersama. Selagi makan malam, keduanya saling mengobrol tentang kegiatan satu sama lain, melupakan apa yang seharusnya Megan katakan hari ini. Mereka begitu romantis hingga membuat beberapa orang disana menjadi iri.

Setelah makan malam bersama, mereka lalu berkeliling mall, mencari baju-baju yang Mora inginkan dan Megan dengan senang hati membelanjakan perempuan yang begitu ia cintai saat ini. Keduanya saling berpegangan tangan, seperti enggan melepaskan layaknya dunia hanya milik berdua. Tertawa-tawa sembari mengelilingi mall, membeli ice cream favorit Mora, dan menuruti semua apa yang Mora mau lakukan hari itu. Tanpa lelah, Megan hanya mengiyakan semuanya, tak ingin berhenti. Ia tak ingin siapapun lagi di dunia ini kecuali Mora, tapi kenapa takdir tak berpihak padanya?

Waktu terus berlanjut hingga akhirnya sudah menunjukkan pukul 10 malam. Keduanya pun lalu keluar dari mall itu dan mencari cemilan malam diluar, dan tanpa lelah. Megan bahkan mengajak Mora berkeliling Jakarta malam itu, sama seperti yang Alivio lakukan. Keduanya hanya bersenang-senang, tanpa ada pertengkaran, tanpa ada amarah, tanpa ada apapun. Megan lalu tiba-tiba saja menjadi bisu saat ia menyadari bahwa sebentar lagi, perpisahan itu akan terjadi. Megan akan melepaskan Mora, dan membiarkannya bahagia bersama orang lain. Belum saja sampai di kost Mora, Megan sudah ingin menangis.

Dia tak rela melepaskan orang yang sangat ia cintai. Siapapun tak akan pernah rela.

Mobil itu kini telah sampai tepat di depan kost Mora. Keduanya turun dari mobil dengan ekspresi wajah yang berbeda. Mora berwajah senang, sementara Megan berwajah frustasi dan sedih. Menyadari hal itu, Mora langsung saja bertanya pada Megan, "Loh? Megan kenapa?"

Megan menundukkan wajahnya menangis, kemudian memeluk Mora erat, "Maafin Megan ya, Ra.. Megan belum bisa buat Mora bahagia.. Maaf ya, Ra.. Megan sayang kamu.."

"Apaan sih? Megan nggak boleh gitu ah! Mora jadi takut.. kamu kenapa?" Tanya Mora, kedua matanya menjadi berkaca-kaca. Bahkan, tas belanja yang tadi ia genggam pun ia jatuhkan begitu saja di pinggir jalan.

Megan lalu melepaskan pelukan itu dan menghapus air matanya, sambil menundukkan wajahnya ia menjawab, "Ra.. apapun yang terjadi. Megan mau— Megan mau kamu tetap jadi Mora yang Megan kenal. Mora yang ceria, Mora yang galak, Mora yang berani, dan Mora yang Megan cintai. Maafin Megan.. kalau selama ini, Megan cuma bisa bikin kamu pusing, bikin kamu marah, bikin kamu benci, Megan nggak maksud kok.."

Mora yang mendengar itu pun ikut menangis, "Terus, maksud Megan ngomong kayak gini tuh apa?"

"Kalau nanti Megan nggak ada.. Kamu nggak boleh nakal ya. Kamu nggak boleh bikin Megan khawatir lagi.. Kamu harus lanjutin sekolah bener-bener. Banggain kedua orang tua kamu, banggain Megan.. Maaf kalau Megan nggak bisa dampingi kamu sampai akhir.."

"Maksudnya?!" Tanya Mora menjadi kesal, "Maksud Megan apa?! Megan mau tinggalin Mora?!"

"Maafin Megan, Ra.. Tapi- Megan mau hubungan kita cukup sampai disini."

***

PUTUS!!!:(( SEDIH HUHUHUHU SIAPA SEDIH JUGAK?!

Nggak mau lanjut kalau kalian nggak kasih komen dan nggak semangatin aku! Bhay!:( wkwkwk

To be continued..

Continue Reading

You'll Also Like

560K 51.5K 55
⚠️ BL LOKAL Awalnya Doni cuma mau beli kulkas diskonan dari Bu Wati, tapi siapa sangka dia malah ketemu sama Arya, si Mas Ganteng yang kalau ngomong...
1.7M 54.9K 69
Cinta atau Obsesi? Siapa sangka, Kebaikan dan ketulusan hati, ternyata malah mengantarkannya pada gerbang kesengsaraan, dan harus terjebak Di dalam n...
3.1M 211K 60
CERITA MURNI HASIL PEMIKIRAN SENDIRI GAES ‼️‼️⚠️ KALO ADA KESAMAAN YA MBOH Mungkin akan banyak typo, salah nulis nama atau semacamnya jadi kalo mau t...
3.8M 116K 87
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...