EVENT AIRIZ "Realita di balik...

By AirizPublishing

2.8K 272 81

Work ini akan berisi karya-karya terbaik dari penulis Airiz dengan tema #Realitadibalikvalentine. Event ini d... More

CUAP - CUAP
Despicable Val
Momen Emosional
UNFULFILLED PROMISE
You're not My Valentine
Ingatan dan Lamunan di Hari Valentine
UNDERCOVER
JOIN
CACTUS
Memori Merah Jambu
Kebaikan dalam Lautan Cokelat
CYCLOPATH
Sweet Memorize Sunshine
Pengakuan Tak Terduga
VALENDRA
You are not CLAUDIUS II
Fase Bestfriend
Look-Out
Fix You
Surat untuk Cokelat
Flower Road
Penghujung Kantin
Dari Kara Untuk Fadhil
Memorable Chocolate
LOST STAR
Rachel
MOVE ON
Penenun Nasib
Another Ending
My Almost Valentine
Bloody Val
Duka dalam Kata
Dibalik 14 Februari
Gadis Perindu
Hari Kasih Sayang Terakhir Bersama Ibu
Kasih Sayang

KAMUFLASE

40 4 3
By AirizPublishing

Cerita ini dikarang oleh Sinta Dewi Listianah

*****

Benar tidak, bahwa "Persahabatan hanyalah kamuflase dari cinta terpendam." Semua orang mengatakan itu saat mereka tahu bahwa aku bersahabat dengan Agam, setelah berhasil mematahkan hatinya. Tak dapat di pungkiri, sebenarnya dia sosok yang sempurna. Namun, hatiku bersikukuh tidak akan menerima siapapun, dengan alasan apapun untuk saat ini . Termasuk Agam. Karena prinsip harus tetap di pegang dengan teguh.

Namun, saat ia memintaku menjadi sahabatnya, tak ada yang bisa aku lakukan selain berkata "YA". Dan sejak itu, ia selalu menunaikan tugasnya sebagai seorang sahabat.

Dia selalu hadir saat aku membutuhkan sesuatu.hal hal sepele sekalipun. Ku akui. Dia benar benar sempurna. Apalagi kepribadianya. Bukan hanya perhatian, dia juga seringkali beralih profesi menjadi guru, kakak, ayah, bahkan ibu. Mengomel sekarang menjadi hobinya kalau aku mulai berbuat onar.

Pernah ketika itu, hujan sedang turun dengan lebat. Karena dikejar deadline mengumpulkan tugas dikampus, aku terpaksa menerobos hujan. Besoknya Agam marah marah di telepon gara gara aku bolos akibat sakit. Puas mengomel sampai telingaku panas, dia memutuskan sambungan. Nggak taunya, dia datang ke kos dengan membawa obat, susu, makan siang dan coolfever. Aku hanya tersenyum kecil saat menemuinya. Dasar orang aneh.

Parahnya, dia bodoh. Bersahabat denganku, bukankah itu membuat semua wanita berpikir lain. Mereka tidak lagi mengejar ngejar Agam. Ah, itu mending. Masalahnya, mereka selalu meminta izinku setiap kali ingin mengajak Agam keluar, entah mengerjakan tugas, atau sekedar hang out. Aku rasa ini tidak wajar. Berkali kali kujelaskan pada mereka bahwa kami hanya bersahabat. Namun selalu senyuman misterius yang kudapati sebagai jawabanya.

Ya ya ya, aku sendiri tak bisa menyangkal. Sorot mata lelaki itu masih menyiratkan misteri. Aku pandai membaca mata orang. Tapi tidak dengan matanya. Warnanya yang gelap seperti mata elang, seperti menyimpan berbagai teka teki yng susah ku artikan dengan bahasa manusia. Dan masalah utamanya, aku tidak berani mempelajari bahasa matanya. Kau tau, justru hitam itu yang menyeret kesadaranku tiap kali kutatap. Entah. Black hole kah.

Bukan sekali dua kali dia memandangku dengan cara lain. Kalian benar. Resiko besar menjadikanya sahabat setelah menolaknya. Dan keputusan itu, aku menyesalinya sekarang.

Hal terakhir yang bisa aku lakukan adalah bertahan dengan mata tajamnya. Aku selalu menyadarkannya bahwa kita sahabat, tidak lebih. Entah lewat perlakuan atau kalimat halus.

Namun siapa sangka. Saat aku berusaha mati matian meyakinkanya, hatiku sendiri yang perlahan berubah. Ah. Bodoh memang. Apa yang harus kulakukan. Haruskah aku mengaku padanya, mungkin saja dia masih menyimpan perasaan yang sama. Tepat sekali, besok adalah hari valentine. Aku bisa mengatakan semua yang ada didalam benakku. Tapi..

"Ra. Besok gue mau kencan sama sama Reina. Kalau lo jadi posisi dia, lo mau gue ajak kemana.?" Pesan singkat dari Agam, yang seketika menghancurkan keberanianku untuk mengungkapkan segalanya.

"SNC aja. Pas banget sama hari Valentien kan :v ." Jawabku sesimpel mungkin. Kutambah emoticon agar tidak terkesan canggung atau aneh. Tapi nihil. Agam tidak membalas dengan sepatah katapun.

Haaaaaah. Bego banget sih ra. Padahal besok kesempatan lo. Bahkan bisa jadi yang terakhir. Gimana kalau besok Agam bakal ngungkapin perasaanya. Arghhhhhh.

***

Jam dindingku bergetar keras tepat pukul 6 pagi. Membangunkan lamunanku yang aneh sepanjang malam. Perasaanku tidak tenang. Sesak, sekaligus miris. Apa aku harus ikhlas, tanpa sedikitpun mencoba?. Tapi Agam berhak tau ini. Ya. Mungkin terlambat. Rasanya bukan lagi untukku. Tapi setidaknya, aku bisa menatapnya tanpa ekspresi kebohongan seperti yang saat ini coba ku perankan.

Aku segera berangkat ke kampus. Menemuinya.

***

"Apasih ra. tau kalau gue ganteng." Agam akhirnya bersuara, setelah mataku terus terusan menghujaminya.

"Masa ga paham si." Aku memelas sambil menunjukkan mataku yang berbinar harap.

"Lo kira gue paham bahasa mata. Sorry, gue bukan alien kaya lo." Hrrr. Aku jadi geram mendengarnya.

"Cariin gue cowok." Ucapku spontan. Ah, aku benar benar tidak habis pikir. Bukankah tujuanku berada disini, menatapnya dalam dalam, adalah semata karena aku ingin mengungkapkan perasaanku.

"Ooooohh." Agam tersenyum, tapi sedetik kemudian ia tertawa. Terbahak bahak bahkan. Uh. Sama sama jomblo aja mengejek.

"Apa ra. nggak denger." Agam kemudian memasang wajah tanpa dosa. Tiba-tiba, tanganya keluar dari saku jaket sambil memegang hp. Dan, what!.

"Cariin gue cowok." Bunyi hp itu. Aku melotot. Itu suara gue, asli!.

"Gam." Mukaku memerah. Aku segera meraih hpnya. Tapi nihil. Gerakan tangan dan kakinya lebih cepat untuk menghindariku.

"Gam gam. Apaan sih direkan gitu. Sini nggak hp nya. Hapus!." Aku berteriak seperti orang gila sambil mengejar ngejar Gamma yang jauh berada di depanku. Melewati kantin, lorong, lapangan, sampai-deg. Mataku menangkap sosok laki laki yang sedang duduk dibawah pohon rindang sambil memainkan gitar.

Sesekali tanganya menyisir rambut kebelakang. Aku mematung. Tidak salah lagi, dia Rama. Cowok kelas sebelah. Ah. Mendengar petikan gitar yang ia mainkan, aku jadi merinding. Kutatap lama wajah itu, sambil berhati hati. Takut ia sadar kemudian menoleh. Tanganya berhenti memainkan gitar. Memainkan lagu baru dengan judul pelangi di matamu. Wah, suaranya sangat indah dan khas.

"Wah gila. Baru tadi minta dicariin cowok. Lah ini, udah nemu gebetan aja." Agam mulai mengacaukan lamunanku. Saat kutoleh lagi, laki-laki itu sudah pergi.

"Ganggu aja. Jadi pergi kan orangnya." Aku berakting sebal.

"Dih. Kok gue disalahin." Saat Rendy sedikit terkecoh, akhirnya aku berhasil meraih handphonenya, lalu segera berlari sekencang kencangnya.

"Percuma dihapus. Udah gue sebar di grup." Agam berteriak dari kejauhan. What!. Gila!. Aku mengecek whatsapp dan line untuk mencari pembenaran. Dan yap!. Dengan baik hatinya, dia bahkan memberikan caption dan me-mention akunku. Waw. Pembacanya lebih dari seratus orang lagi. Aku terduduk lemas disamping kolam. Kubayangkan wajah wajah yang akan menatapku dengan senyum tertahan.

"Hwaaaaa. Tega banget sih lo." Aku merengek kearah Agam yang saking gembiranya, sampai loncat loncat menuju tempatku duduk.

"Asli ra. kok gue seneng banget ya."

"Please ren. Ini nggak lucu." Dikemanakan mukaku coba. Hwaaa. Aku memasang wajah sebal. Seketika Agam berhenti tertawa, kemudian duduk di sampingku.

"Iya iya. Sorry. Nih." Agam tiba tiba menyodorkan sebuah tiket. SNC.

"Mau nggak?." Tambahnya, setelah melihatku tetap diam.

"Apaan." Jawabku malas.

"Yeee. Awet aja ngambeknya. Mau nggak?. Kalau nggak mau gue tawarin Elang aja.

"Gratis?." Agam mengangguk. Dengan malas malasan, aku mengambil tiket yang ia sodorkan.

"Ih. Lo tuh ngeselin ya. Udah tau gue jomblo, ngapain dikasih beginian. Cuma satu, buat besok lagi. Lo kan tau, besok itu hari valentine." Aku menatap kakiku yang terayun ayun. Berharap Agam paham.

"Ya bareng gue lah ra. Yakali gue ngebiarin lo sendirian. Kayak jones akut."

"Ih. Mentang mentang ada gebetan sekarang. Eh tapi, lo kan mau pergi ke SNC sama Reina. Oh, lo mau jadiin gue obat nyamuk. Nggak bangetttt. No, very no. meskipun gratis, tetep no." aku menyilangkan kedua tangaku. Parah. Agam benar benar berbeda sekarang.

"Ya sama gue lah ra. Kencan gue batal." Sejenak aku tersenyum, sebelum kemudian membalas pernyataanya.

"Wah. Alhamdulillah deh. Gue jadi dapet tiket gratis. Hehe."

***

Jam 17:00 tepat aku sudah rapi. menunggu Agam dengan perasaan yang campur aduk. Selang beberapa menit, mobil merah berhenti tepat didepan pagar. Sekilas, kulihat Agam turun dari mobil sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Aku terpaku. Entah karena aku tidak pernah memperhatikan penampilanya, atau karena dia tampil berbeda sore ini, satu hal yang pasti. Dia terlihat sangat tampan.

"Sorry, tadi ada urusan dulu sama nyokab." Aku hanya mengangguk. Takut Agam bisa menebak apa yang aku pikirkaan.

Sampai disana, aku dikejutkan dengan banyak orang. Tempat itu sangat ramai. Dan semua, berpasangan. Wajahku memerah. Aneh rasanya, kemari bersama Agam saat status kita adalah sahabat.

"Wah. Salah besar gue kesini bareng lo. Ini mah bucin semua isinya." Aku geleng-geleng kepala sambil menyapu sekitar.

"Berani yang mana nih." Agam mengalihkan pembicaraan. Tanganya meraih tanganku, menyusuri kerumuan orang menuju rumah hantu.

"Nggak nggak. Apaan sih kok kesini. Mending nonton aja yuk. Atau ke spot foto."

"Jauh jauh kesini mau foto. Nggak. Yang ini aja." Aku terpaksa menurut karena tidak memungkinkan lagi keluar dari antrean. Sepanjang perjalanan, aku hanya memegangi tangan Agam dengan terpejam. Tidak berani membuka mata.

"Ra, lihat deh. Lucu tau." Agam berusaha melepas tanganya.

"Gaaam. Jangan dong. Gue takut beneran. Aku memeluk tanganya agar ia tidak berusaha kabur."

"Ih. Beneran lucu lho. Kok nggak percaya sih."

"Mana ada, di dalem rumah hantu ya pasti serem semua. Nggak ada yang lucu."

"Ada tuh. Kamu. Hahaha."

"Ih bercanda lo garing tau nggak. Udah cepetan jalanya." Bulu kudukku merinding. Rumah hantu ini memang dikonsep dengan apik. Bahkan dengan mata terpejam, aku masih bisa merasa ketakutan dengan suara-suara yang berlalu lalang. Agam meraih bahuku, lalu menuntun keluar dari tempat tersebut. Sedetik, darahku berdesis. Jantungku berdetak tak karuan.

"Nih. Nggak liat hantunya aja, muka lo jadi pucet gitu. Apalagi liat langsung." Agam menyodorkan sebotol susu coklat dingin. Aku membisu. Andai dia tau, yang membuatku terpaku adalah perlakuanya barusan.

"Ya udah deh. Kita ke spot foto. Gue bakal jadi fotografer lo malam ini."

"Beneran?. Awas aja nanti ngeluh." Aku tersenyum senang, kemudian berjalan ke tempat spot foto.

"Kurang bagus gam. Tanganku kurang keliatan nyatu sama gambarnya. Coba deh agak kedepanan motoinya. Atau gue nya jangan ditengah. Kameranya kurang ke kanan." Selama sesi pemrotetan Agam terus menghela nafas karena omelanku.

"Udah ah. Capek. Ini memori hp ku udah full lho. Nih liat. 200 foto masih kurang?." Agam menyodorkan hpnya yang berisi peringatan ruang penyimpanan hampir habis.

"Hehe. Rollcoaster yuk."

"Alah sok sok an. Blue shake aja. Rollcoasternya tutup."

"Oke." Jawabku yakin. Namun, begitu melihat wahana yang ia sebutkan tadi aku jadi begidik. Gerakanya yang berputar putar. Uh. Membayangkanya saja membuat perutku seperti diaduk.

"Gam. Kayaknya lebih seru naik komedi putar deh." Aku berbalik arah menuju komedi putar.

"Gitu barusan sok sok-an. Deh. Malu kalau gue." Aku menyengir. Selanjutnya, kami menaiki komedi putar. Menikmati keindahan kota Surabaya dari ketinggin.

"Reina nggak marah, kalau dia tau lo jalan sama gue?. Lo nggak pengen cerita, kenapa kencan lo batal." Aku buka suara, setelah mencari momen yang pas. Topik awal yang menarik.

"Nggak tuh." Jawabnya sambil menatap kebawah.

"Yakin nih. Kali aja kan gue bisa bantuin lo." Agam diam. Enggan mengeluarkan sepatah katapun sampai bianglala berhenti. Ah. Sepertinya aku salah bicara. Jangankan, mengungkapkan semua kalimat yang ku susun sejak tadi, bicara denganku saja Agam malas.

"Belajar darimana agar jadi orang sekuat lo ra." Kalimat itu membuatku terkejut.

"Maksud lo kuat?."

"Dan gimana caranya, gue bisa menjadi sosok yang penting buat orang kuat kayak lo. Gue rasa, semua cara udah gue lakukan ra, tapi lo. Gue kira hati lo bakal berubah sementara gue jauh. Nyatanya gue salah. Prinsip lo terlalu kokoh buat gue patahkan ya?. Ternyata tiga bulan nggak cukup buat dapetin hati lo ra." Agam berdiri, masih dengan memandangku yang mematung. Wait. Maksudnya?. Aku mengernyit. Benar benar tidak paham.

"Aku ingin jujur ra. Selama kita sahabatan, perasaan gue nggak pernah berubah. Tetap sama dan bahkan bertambah. Sebelumnya gue ingin berterimakasih. Lo izinin gue kenal lo lebih jauh, di samping lo lebih lama. Itu cukup buat gue bahagia. Asal lo tau ra, sampai detik ini, gue masih berusaha buat melunakkan hati lo. Dan ini salah satu caranya. Ketempat yang paling ingin lo datangin untuk ngabisin valentine lo suatu saat. Lo inget kan pernah cerita ini ke gue."

"Gue sadar gue salah. Kita sahabatan, tapi gue masih berusaha dapetin hati lo. Tapi ra. Please. Sekali aja. Lihat kesungguhan gue buat ngejalanin semua ini."

Dari kemarin gue ngejauh, berharap lo bisa ngerasain kehilangan sosok gue, yang mungki saja bisa buat lo sadar bahwa gue penting dan berharga buat lo. Tapi nyatanya, lo baik baik aja tanpa gue ra. Kayaknya, gue masih sama dimata lo. Nggak penting." Aku terpaku. Dari sini aku mulai paham. Gam, lo salah besar.

"Sorry ra. Gue masih terlalu sayang sama lo. Sorry kalau gue nggak bisa ngubah rasa itu. Sorry kalau gue gunain kata sahabat untuk menutupi semuanya. Itu hanya satu satunya cara agar lo bisa paham, gimana tulusnya gue sayang sama lo."

Lo nggak perlu mikir harus jawab apa ra. Perasaan itu ada bukan untuk di sesali. Dan gue nggak pernah nyesel mencintai lo sedalam ini. Masalah Reina, cewek yang gue ceritain dari kemarin, semua itu bullshit. Nggak nyata. Gue Cuma pengen liat reaksi lo aja kalau gue punya pacar satu semacamnya. Yah, tindakan bodoh emang. Karena lo nggak bereaksi seperti yang gue pengen." Agam menghela nafas.

"Gue rasa, waktu gue udah cukup buat bersandiwara. Mulai besok, gue bakal berhenti jadi sahabat lo. Sorry ra, gue nggak bisa jadi sahabat yang tulus buat lo." Agam membalikkan badan. Air mataku terjatuh tepat ketika punggungnya membelakangiku.

"Lo peramal ya. Sok banget tahu isi pikiran gue." Aku ikut berdiri, kemudian melangkah mendekatinya. ini saatnya bicara.

"Lo lupa, kalau selain menghabiskan waktu valentine ditempat ini, gue juga pengen datengnya bersama orang yang gue sayang. Apa lo masih nggak sadar, kenapa gue nge-iya-in ajakan lo buat dateng ke tempat ini?."

Agam menoleh. Matanya meminta penjelasan.

"Gue juga sayang sama lo." Suaraku melirih. Air mataku menggenang di pelupuk. Berdesakan untuk segera keluar.

"Sorry gam, gue terlambat menyadari perasaan ini. Maaf kalau gue lebih mengedepankan ego dan nggak berani jujur. Kenangan gue tentang sebuah hubungan sebelumnya emang buruk. Tapi, gue akan sangat menyesal kalau gue ngebiarin lo pergi kali ini." Agam tersenyum. Wajahnya berseri. Aku lega, akhirnya bisa mengungkapkan semua yang ingin kukatakan sejak kemarin.

"Jadi?." Agam menaikkan salah satu alisnya.

"Stay bye me." Aku tersenyum. Kali ini, aku menyerah. Selamat tinggal, ego dan semua prinsip konyolku.

****

Hayo Bagaimana?

Jangan lupa vomment ya~

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 171K 64
Tentang jiwa Delon yang berpindah ke raga Kara. _______ Delon Nugraha, remaja tengil yang sayangnya memiliki wajah menggemaskan serta manis secara be...
1.1M 21.6K 24
Yusuf Kuswanto, 35 tahun. seorang duda yg ditinggal pergi oleh istrinya saat melahirkan sang buah hati Ery Putri Kuswanto. anaknya sensitif dengan su...
661K 17.2K 51
WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJASAMANYA. INI ONESHOOT ATAU TWOSHOOT YA...
26.8K 2.2K 33
" maaf untuk sebelum nya judul nya aku ganti " 🔞🔞🔞 Tidak bagus di baca untuk anak di bawa umur!!!