ZenEga

By KRV_tripeople

198K 18.3K 3.3K

Season 1 [End] Season 2 [On Going] Kisah ini, tentang Zenata Aurora Syahfilla, yang begitu membenci cowok ber... More

[ZenEga 00]
[ZenEga 01]
[ZenEga 02]
[ZenEga 03]
[ZenEga 04]
[ZenEga 05]
[ZenEga 06]
[ZenEga 07]
[ZenEga 08]
[ZenEga 09]
[Visual Tokoh]
[ZenEga 10]
[ZenEga 11]
[ZenEga 12]
[ZenEga 13]
[ZenEga 14]
[ZenEga 15]
[ZenEga 16]
[ZenEga 17]
[ZenEga 18]
[ZenEga 19]
[ZenEga 20]
[ZenEga 21]
[ZenEga 22]
[ZenEga 23]
[ZenEga 25]
[ZenEga 26]
[ZenEga 27]
[ZenEga 28]
[ZenEga 29]
[ZenEga 30]
ZenEga QnA
[ZenEga 31] END
ZenEga 2 [00]
ZenEga 2 [01]
ZenEga 2 [02]

[ZenEga 24]

3.7K 322 43
By KRV_tripeople

cie yang seneng akhirnya ZenEga update 😂

"Jatuh cinta pada orang yang tepat itu menyenangkan dan jatuh cinta pada orang yang salah itu menyengsarakan."

BAB 24


Zena mengeringkan rambutnya yang basah selepas mandi. Kepalanya menggeleng pelan kala melihat Zega yang masih terlelap di dunia lain maksudnya dunia mimpi dengan posisi --sungguh, tidak benar-benar elit-- kedua kaki berada di atas sofa sedangkan kepalanya ada di bawah lantai.

Setelah menjemur handuk dan menyisir rambut, Zena menghampiri Zega dan berlutut agar sejajar dengan cowok itu. Zena menghela nafas seraya menepuk pipi Zega pelan.

"Zega."

"Zegaa..."

"Zegaaa..."

"Zega bangun. Malah molor lagi. Ck!"

Zena berdecak kesal. Sudah setengah jam dia mencoba membangunkan Zega dari tidurnya namun tetap saja cowok itu tak mau bangun dari tidurnya. Apa mimpi Zega terlalu indah dari kenyataan hingga dia lupa bagaimana caranya bangun dari mimpinya itu?

"Zega bangun, katanya kamu mau ajak aku jalan-jalan?" tanya Zena pelan, masih dengan posisi jongkok di depan sofa yang ditempati oleh Zega.

"Hm." Zega bergumam tak jelas dengan tubuh yang sedikit menggeliat habis itu dia kembali terlelap.

"Kebo," maki Zena terkekeh. Dia terdiam kala matanya itu menatap wajah polos Zega yang terpampang di depannya. Alis mata yang tebal, hidung mancung, rahang tegas, kulit putih dan mata yang terpejam damai membuat Zena sempat berfikir bahwa Zega adalah seorang bayi polos bukan cowok playboy yang terkenal di sekolah.

"Zega," panggil Zena lembut, lebih tepatnya mencoba bersabar. Gadis itu kini duduk di sebelah Zega setelah capek dengan posisi jongkok.

"Bentar lagi Zen," jawab Zega pelan dengan suara orang tidur.

"Ini udah siang loh, katanya kamu mau ajak aku jalan-jalan?" tanya Zena.

Zega tak menjawab sedangkan Zena mendengus kesal. Baru saja Zena akan bangkit dari posisi duduknya, Zena justru memekik kala Zega menarik lehernya hingga keningnya itu menempel di dada cowok itu. Mata Zena membulat sempurna akibat kaget karena gerakan Zega yang begitu cepat belum lagi jantung cewek itu yang bergemuruh kala dia bisa mencium harum baju Zega dari jarak sedekat ini.

Diam-diam Zega tersenyum dalam tidurnya. "Nah gini kan enak," ucap Zega lalu kembali tidur.

"Zegaa!" Suara Zena tak terdengar jelas akibat Zega memeluk lehernya erat.

Zena berontak namun tenaganya lebih kecil dari tenaga Zega. Zena memukul bahkan dia mencubit perut Zega keras-keras namun cowok itu memekik sebentar lalu kembali memeluk Zena erat.

Zena berdecak kesal namun akalnya tak sampai disitu. Dengan akal licik ditambah dengan gerakan yang tak terbaca akhirnya Zena mampu membangunkan Zega yang kini menekuk wajahnya.

Zena tersenyum miring lalu bangkit dari posisinya tadi.  "Mandi habis itu sarapan."

Zega mengerucutkan bibir sembari mengusap kepalanya, ah lebih tepatnya jambul kebanggaannya yang dijambak paksa oleh Zena. Gadis yang kini sedang tersenyum setan di hadapannya sembari berjalan pelan menuju jendela.

"Zena nyebelin banget sih! Udah tau ini jambul kebanggaan Ega, masih aja dijambak. Kalau rontok kan berabe, malah beli pomade nya mahal lagi," gerutu Zega sebal.

"Zegaaaa..."

"Yang lain mah kalau punya pacar disayang kek, dipeluk kek, diucapin selamat pagi kek, ditanyain 'Ega tidurnya nyenyak gak?' Atau 'Ega mau sarapan apa?' Ini mah malah dijambak, punya pacar gini amat ya Allah. Nyakitin mulu!"

"Aku denger loh!"

Zena memutar bola mata malas ketika mendengar gerutuan Zega yang terdengar jelas di telinganya.

"Untung pacar, jadinya Ega masih bisa sabar. Coba kalau enggak, udah Ega dorong kali dari jendela."

Zena yang sedang menarik gorden langsung menatap tajam ke arah Zega. "Buruan mandi atau aku duluan yang dorong kamu dari jendela?"

"Tapi masih ngantuk," sungut Zega seperti anak kecil lalu bersiap untuk kembali tidur.

"Masih ngantuk ya?" tanya Zena pura-pura tidak mengerti, lalu gadis itu menatap ke arah bawah jendela. "Kita ada di kamar yang letaknya ada di lantai tujuh, kira-kira kalau jatuh dari sini bisa menyebabkan apa ya? Patah tulang? Geger otak? Pendarahan atau--"

BRAK!

Zena tertawa pelan ketika melihat Zega yang buru-buru bangkit menuju kamar mandi namun sebelumnya cowok itu jatuh terlebih dahulu akibat kakinya yang tersangkut karpet hotel.

Selagi menunggu Zega mandi, Zena membereskan kasur yang semalam dia tempati dan juga sofa yang ditempati Zega. Zena bernafas lega kala Zega tak macam-macam pada dirinya ketika dia tidur.

Mengingat perlakuan Zega yang romantis kemarin sore membuat darah Zena berdesir. Senyum kecil perlahan terbit bersamaan dengan detak jantung Zena yang berdetak kencang.

Ini menakjubkan.

Sebelumnya Zena tak pernah merasakan perasaan ini terhadap seorang laki-laki. Yang dia ketahui, bahwa semua laki-laki itu brengsek dan mudah menyakiti perasaan wanita. Termasuk Zega.

Zega memang laki-laki brengsek dan playboy. Tapi setidaknya, dia menunjukkan sifat aslinya ke semua orang daripada dia harus bersikap berpura-pura manis dan baik untuk menutupi sifat aslinya.

Kini Zena paham dengan kalimat, 'Jangan melihat seseorang dari luarnya, dekati dan pahamilah bahwa tidak semua sifat orang sama seperti luarnya.' Dan kini dia tahu bahwa Zega bukan tipe manusia munafik.

Zena menggeser jendela kaca besar yang berfungsi sebagai pintu lalu dia melangkah menuju balkon dan duduk di kursi santai. Sejuk dan tenang, itulah yang kini dirasakan oleh Zena.

Zena menghela nafas. Matanya memandang jauh hamparan langit yang terpampang jelas di depannya. Pikirannya kini berkecamuk kala dia kembali bermimpi buruk tadi malam.

"Kak Ita," lirihnya.

Satu nama yang berhasil membuat sesak dan perih itu datang kembali. Membuat luka itu menganga setelah sekian lama Zena berusaha untuk menutupinya.

Zena menghela nafas sejenak. Setidaknya dia sedang berusaha mencoba mengurangi sesak yang terlanjur memenuhi rongga dadanya. Zena memejamkan mata, bayangan dirinya dengan seorang gadis itu membuat air mata Zena jatuh dengan sendirinya.

"Kak Ita," lirih Zena lagi.

Air mata Zena mengalir lebih deras seiring dengan perih hatinya yang tak kunjung reda. Gadis itu kini memukul dadanya, berusaha membuat sesak itu menghilang. Namun entah mengapa, sesak itu semakin menjadi ketika dia mengingat peristiwa masa lalu yang terus menghantuinya.

"Kak Ita!"

Zena berteriak sembari terus memukul dadanya. Sesak itu masih ada. Rasanya menyiksa ketika masa lalu pahit yang seharusnya dia lupakan, kini kembali hadir.

"Enggak! Enggak!"

Gadis itu memejamkan mata dan menutup telinganya rapat-rapat. Suara-suara itu terdengar dalam ingatannya bahkan adegan demi adegan kini berputar jelas, seakan memaksa Zena untuk mengingat kembali memori pahit itu.

"Maafin Zena yang pengecut ini! Seharusnya Zena enggak lari, seharusnya Zena bantu Kakak!"

Nafas Zena terengah-engah. Matanya menajam dan tangannya mengepal erat. Amarah, emosi, sedih dan menyesal. Itulah yang kini sedang Zena rasakan.

Bugh!

Satu tonjokan berhasil Zena layangkan pada dinding tak bersalah di depannya. Zena merasa tak berguna dan bodoh karena perbuatan dia dimasa lampau, dia harus kehilangan orang yang dicintainya.

Bugh!

Satu pukulan lagi dia layangkan. Gadis itu marah, emosi dan dendam. Namun kepada siapa dia melampiaskan amarahnya itu? Zena benar-benar menyesal. Namun apa yang bisa dia perbuat? Menangisi masa lalu? Atau marah pada takdir yang dengan kejamnya merebut kebahagiaan Zena?

Persetan!

Zena benar-benar frustasi sekarang. Sial!

"My bebeb Zena, ayang Ega yang ganteng kambek egen! Kok sepi? Wah pasti kamu mau main petak umpet sama aku ya? Sini-sini biar ayang Ega cari. Tapi jangan lama-lama, kan kalau gak ada kamu hidupku terasa hampa. Eaaaa..."

Zena mengabaikan suara Zega. Dia terlalu terlarut dalam sakitnya hingga dia tak mendengar suara cowok itu.

"Zenaaa! Kamu di mana sih beb?! Seru banget ya main petak umpetnya sampe-sampe aku dikacangin?"

"Zena. Yuhuuu..."

"Jangan lama-lama dong sembunyinya, nanti aku cari terus dapet, kamu langsung aku bawa ke KUA sekarang juga lhoo."

"Zena."

"Zena..."

"Zenata Aurora Syahfilla pacar sekaligus calon ibu dari anak-anak Zeganda Angkasa Langit. Where are you?"

Begitulah kira-kira sahutan Zega yang sebenarnya tak berguna itu. Sedangkan Zena tetap menjambak rambutnya frustasi sembari menangis dalam diam.

"Zena! Kamu dimana sih?! Apa iya kamu diculik sama om-om gatel?" jeda sebentar. "Masa iya? Ya kali! Tapi kalau bener gimana? Tapi gue gak percaya. Tapi kalau bener gimana ini? Tapi tetep aja gue gak percaya. Tapi serius ini Zena diculik? Masih mending kalau sama om-om, lah coba kalau sama penjahat? Pedofil yang ngincer anak SMA buat dijual organnya? Mafia? Pembunuh bayaran?"

"Ah, tetep aja gue gak percaya."

Lima menit kemudian...

"GASWAT! ZENA BENERAN DICULIK! POLISI MANA POLISIIIII?"

Brak!

Prang!

Kedebuk!

Gubrak!

"ADOHHHH! JIDAT GUEEEEE!" Zega memekik kencang.

"Lemari bangsat! Lemari setan! Lo punya mata kagak sih? Gue lagi panik nih nyari Zena! Orang mah bantuin gue kek, bantuan nyari kek, telpon polisi kek. Bilang gitu kalau Zena disekap sama mafia yang merangkap jadi pembunuh bayaran. Terus bilang Zega yang tampan sudah mencari Zena disetiap sudut hotel, sampe ke lobang semut juga tetep aja gak ada!"

"Zega bego, kenapa lo sewot ke lemari? Aih!"

Zega memukul lemari dengan kesal lalu dengan setengah panik dia menelpon polisi. "Hallo! Selamat Pagi, Pak! Saya dengan Zega ingin memberitahu kalau istri saya bernama Zenata hilang dari rumah ralat dari hotel. Hm... saya gak ada masalah kok Pak bener! Astagfirullah, saya mah bukan yang digosip Pak, yang digerebek selingkuh sama pasangannya. Serius Pak! Cepet cari ya, saya gak mau tau!" Zega mematikan ponselnya dan kembali mencari Zena. Di bawah sofa, di balik tv, dan apapun itu.

Setelah dia mencari tapi tak menemukan Zena, Zega membuka kembali dan menelpon nomor Zena. Tak lama kemudian, terdengar suara dering hp yang sudah dia hafal. Dering hp Zena.

Dengan cepat, Zega berjalan ke balkon dan dia langsung memeluk Zena yang duduk membelakanginya. "Kamu kemana aja sih? Aku panik tau nyari kamu."

Hening.

"Zena... kamu kenapa sih? Kamu sariawan atau--"

Zega diam ketika dia baru menyadari kalau sedari tadi, gadisnya itu menangis dalam diam. "Kamu kenapa Zen? Ada yang macem-macem sama kamu? Siapa?! Bilang sama aku Zena! Jangan diam aja," sahutnya panik.

Hening.

Zega menyentuh dagu Zena agar gadis itu mau menatapnya. "Jawab aku Zen, kamu ini kenapa?"

"Zena gak berguna! Zena pembawa sial!"

"Maksud kamu ini apa?"

Zena menatap Zega dengan sorot matanya yang kosong dan merah serta sembab. "Zena gak ada gunanya di dunia ini. Zena tuh pembawa sial. Zena tuh cuma pengacau."

Zega mengerutkan kening. Ada apa dengan gadis itu?

"Sstt! Kamu gak boleh ngomong gitu Zena."

"Kamu gak akan ngerti."

"Aku ngerti apa yang kamu rasain Zen."

"Apa kamu ngerti, gimana rasanya menyesal tapi gak tau harus berbuat apa? Gimana rasanya terkubur dalam kenangan yang menyiksa? Gimana rasanya ingin melupa namun selalu diingatkan? Gimana rasanya ingin marah namun tak bisa melampiaskan? Gimana rasanya dendam tapi tak terbalaskan?"

Hening.

"Gimana? Jawab, katanya tadi kamu tau." Zena tersenyum sinis. "KAMU GAK NGERTI, ZEGA!"

"Zena--"

"Apa?! Kamu masih mau bilang kalau kamu ngerti aku, iya? Kamu gak tau apa yang aku rasain! Jadi stop untuk bilang kamu ngerti apa yang aku rasain!"

"Zena..."

"Pergi," ucap Zena lirih dengan tatapan kosong.

"Zen..."

"PERGI!"

"Zena..."

"AKU BILANG PERGI!"

Zena memukul Zega yang kini memeluknya. Gadis itu ingin Zega pergi dari sini, dia tidak mau Zega melihat kondisinya seperti ini.

"Tenang Zen."

"PERGI ZEGA! PERGIII!"

"ZENA!"

Dengan terpaksa Zega berbicara dengan nada keras agar gadis itu tenang.  Zega tak tahu apa yang terjadi pada Zena, yang Zega tau Zena sekarang berada dikondisi yang benar-benar down.

"Kamu gak boleh ngomong gitu Zena. Dan inget masih ada aku, Rachel dan lainnya yang bakal ada di sisi kamu." Zega meletakkan dagunya di atas kepala Zena sedangkan tangannya mengusap rambut gadis itu. Zega memejamkan mata. Baru kali ini dia melihat Zena dengan kondisi yang kacau.

"Pergi Zega. Pergi..."

Zega memeluk Zena yang berucap lirih. Sedangkan Zena memejamkan mata akibat pusing yang menyerang kepalanya. Tubuhnya terasa sangat lemas hingga tubuhnya ambruk dalam pelukan Zega.

Zega merasakan tubuh Zena yang ambruk dalam pelukannya buru-buru membawa tubuh Zena ke dalam dan merebahkan gadis itu di atas kasur.

Zega menyibak rambut yang menutupi wajah gadisnya itu dan terlihatlah wajah Zena yang sembab. "Jangan kayak gini lagi Zen, aku khawatir. "

Zega mengecup kedua mata Zena yang terpejam dan menggenggam tangan gadis itu.

"Sekuat apapun wanita menyimpan pedihnya luka dan beban dalam hidupnya, pasti ada masa dimana dia harus meluapkan segala rasa yang ada di hatinya." Zega tersenyum kecil. "Meskipun begitu, mereka tetap terlihat tegar dan mampu menutupi kesedihannya dengan topeng yang paling sempurna yaitu senyuman."

"Eh btw, gue belum pernah liat Zena senyum nih. Ah, pokoknya gue harus buat Zena senyum lebar atau perlu senyum sepanjang hari biar makin cakep."

🍁🍁🍁

Berhubung acara jalan-jalan pagi batal dikarenakan Zena harus beristirahat, akhirnya Zega memutuskan untuk mengajak cewek itu keluar dari hotel malam ini. Sekalian dinner gitu.

"Mau ngapain sih? Pake iket tangan segala?"

Zena mendengus. Tangannya diikat dengan tali yang dihubungkan dengan sebelah tangan Zega sedangkan cowok itu tampak adem ayem di sebelahnya. Cewek itu berdecak.

"Biar kamu gak hilang," jeda. "Kamu kan spesies manusia yang paling susah dicari. Kalau kamu hilang terus diculik. Berarti kamu bakalan punah dong?"

Zena menginjak kaki Zega membuat cowok itu memekik kesakitan. "Udah cepet! Aku laper."

Zega menekuk bibirnya. "Ternyata kalau Zena lagi laper gini serem ya."

Zena langsung melotot. Sedangkan Zega tersenyum polos. "Maaf."

Zena memutar bola mata. Lalu dia menyeret Zega di sebuah restoran outdoor yang berada di depan pantai.

Tak lama kemudian seorang pelayan datang menghampiri keduanya ketika mereka sudah duduk di tempat.

"Pesen apa ya?"

"Pesen menu spesial dan termahal yang ada di restoran ini ya Mba," sahut Zega tanpa membuka daftar menu. Sedangkan Zena berdecak. Sok banget idih si Zega, pikirnya.

"Punya uang?"

Zega tersenyum dan memainkan alisnya. "Ye enggak lah, tapi tenang aja kan ada Abang Zero yang bakalan transfer uangnya."

Zena mengernyit. "Zero?"

"Iya Abang aku, kapan-kapan aku kenalin deh sama dia. Tapi inget! Kamu jangan naksir apalagi suka sama dia! Ntar aku bunuh diri gara-gara kamu ketahuan selingkuh sama dia, terus aku bikin judul film 'Mantanku ternyata Kakak Iparku'. Tapi jangan mau sama dia, karena masih gantengan aku daripada dia, kalau mau selingkuh cari aja yang level dewa jangan level kantong kresek kayak si Zero."

"Iyain biar cepet."

Sedangkan Zega hanya tertawa.

Tak lama kemudian pelayan datang dengan pesan mereka. "Selamat menikmati."

Zena mengambil pesanannya dan langsung saja dia menyantapnya tanpa memperdulikan Zega yang kini sedang sibuk memfoto makanan di depannya terus upload di sosmed. Katanya mah biar hits gituu.

"Tinggal upload Instagram, yuhu." Zega tertawa kecil. Namun saat dia ingin menyantap makanannya tiba-tiba saja terdengar suara yang memanggil namanya.

"Hey."

"Hey."

Zega menoleh dan mendapati seorang anak kecil berbadan gemuk yang duduk berseberangan dengannya, memanggil namanya. "Iya dek," balas Zega ramah.

"HEY TAYO! HEY TAYO! HAHAHAHAHA!"

Tiba-tiba saja anak kecil itu tertawa membuat Zega menekuk mukanya kesal. Untung di sebelah anak kecil itu ada Emak sama Bapaknya, lah kalau enggak mungkin udah Zega culik terus dijual ginjalnya.

"Tayo kecil sialan! Semenjak ada tuh film, gue jadi ragu nengok pas ada yang manggil 'hey!'"

Zena diam-diam tersenyum ketika mendengar gerutuan Zega.

"Ka."

"Ka."

Suara itu terdengar lagi membuat Zega menunduk sembari bergumam, "Jangan nengok. Jangan nengok."

"Zega kamu dipanggil beneran itu," ucap Zena supaya Zega mau menoleh.

"Tuh bocah songong Zen, aku dikibulin tadi."

"Kamu beneran dipanggil tuh, coba aja nengok."

Zega menghela nafas, awas aja tuh bocah songong kalau  mempermainkannya, Zega kepret entar.

"Kamu adalah bukti dari cantiknya paras dan hati..."

Sialan tuh bocah gendut malah nyanyi!

Zena tertawa sedangkan Zega mencebikkan bibirnya kesal. "Untung anak orang, kalau gak udah gue mutilasi tuh bocah," gumam Zega pelan.

"Mas."

"Mas."

"Gue gak bakalan tertipu bangsat, hahaha." Zega tertawa kecil sembari berusaha agar tidak menoleh, sedangkan Zena hanya menggeleng dan melanjutkan kembali acara menyantap makanannya.

"Mas kok dipanggil anak saya gak nyaut sih?"

Zega terdiam. Itu kayak suara Bapak-bapak, tapi emang beneran suara Bapak-bapak deng. Zega mendelik. Sialan tuh bocah pake nyeret Bapaknya segala lagi buat ngerjain Zega.

"Kenapa gak nengok? Kamu ditegur Bapaknya loh Zega," sahut Zena kalem sedangkan cowok itu memasukkan makanannya dan mengunyahnya dengan ganas.

Zega mendengus dan meletakkan sendok dan garpunya, lalu dia menoleh dengan wajah seramah mungkin. "Bapak manggil saya?"

"Bukan saya tapi anak saya," ucap Sang Bapak.

Zega menoleh ke bocah gendut yang tadi mempermainkannya, dia melotot namun secepat mungkin dia tersenyum ketika Bapaknya bocah itu menoleh ke arahnya.

"Mas," panggil si bocah.

"Adeknya panggil saya?"

Bocah itu menggeleng pelan lalu dia berkata dengan nada keras, "MASUK PAK EKO!"

Bapak dan bocah gendut itu tertawa sedangkan Zega tersenyum masam.

"Sabar ya," ucap Zena sembari menepuk pundak Zega pelan. Cowok itu menggerutu sebal membuat Zena terkekeh kecil.

"Et bocah sarap, udah gendut, songong, dekil, idup lagi! Coba aja gak ada orang tuanya, mungkin tuh bocah gendut udah gue telan idup-idup dari tadi. Nyebelin akut, Emaknya pasti ngidam liat orang makan piring atau gak ngidam liat pertunjukkan sirkus gajah kali makanya anaknya sarap gitu."

Zena tertawa. "Udah ah, mendingan kamu cepetan habisin makanannya."

Zega menghembuskan nafas lalu tersenyum lembut ke arah Zena. "Iya sayang."

Namun beberapa menit kemudian Zega kembali berbicara.

"Zena, kamu tau gak--"

"Gak."

"Ish dengerin dulu."

"Hm..."

"Kenapa manusia punya kaki dua?"

Hening.

Zega mendengus. "Jawab dong."

"Gak tau."

"Tebak dulu ish, masa gak ada usahanya sih?"

"Karena takdir," sahut Zena malas.

"Karena takdir juga kita dipertemukan dan disatukan dalam hubungan yang spesial seperti sebuah ikatan. Eaaaaaaaaa..."

Krik...krik

Zega berdeham. "Zen kamu tau gak?"

"Apa?"

"Gajah gajah apa yang baik?"

Zena menoleh malas. "Gajah baik hati."

"Salah."

"Terus?"

"Gajahat. Hahahahahahahaha."

Zena menggeleng pelan sedangkan Zega tertawa terbahak-bahak. Melihat itu senyum lebar Zena terbit di wajahnya.

Zega meredakan tawa. "Kamu tau gak? Kemaren aku tambal gigi lho."

"Terus?"

"Pake tambal ban, hahahahaha."

Zega tertawa lagi.

"Zen..." ucap Zega lagi membuat Zena menaikkan sebelah alisnya.

"Hm?"

"Kamu cantik."

Hening.

Zena menatap Zega seolah sedang menunggu lanjutan perkataan Zega. Sedangkan Zega tersenyum lebar. "Tapi masih cantikan aku lah, hahahahaha!"

"Apa si? Receh."

Zega meneguk minumnya ketika dia sudah selesai tertawa. Tenggorokannya sedikit kering akibat dia terus berbicara.

"Ekhm." Cowok itu berdeham. "Zena kamu cantik."

"Tapi cantikan aku?" balas Zena seolah dia tau maksud Zega. Gadis itu memutar bola mata.

"You so beautiful," ucap Zega. "Aku jatuh cinta sama kamu, sejatuh-jatuhnya sampai aku lupa bagaimana caranya bangkit dari cinta ini."

"Aku minta, apapun yang terjadi nanti. Kamu harus percaya kalau aku beneran tulus cinta sama kamu, beneran sayang sama kamu."

Zena diam.

"Jangan percaya perkataan orang lain, ikuti kata hati kamu supaya suatu saat nanti kamu tidak akan menyesal ketika kamu sudah memilih suatu pilihan yang sulit."

Zega menggenggam tangan Zena. Namun baru saja dia akan membuka suara tiba-tiba saja dering ponselnya berbunyi. "Ish ganggu orang mau romantis aja nih."

Zega melepaskan tangannya dan mengangkat telepon itu. Sedangkan Zena menyandarkan tubuhnya di kursi dan menatap Zega yang kini sedang bercengkrama dengan seseorang di ujung telepon.

"Hallo?" sahut Zega. "Iya Pak, saya Zega.  Iya tadi saya yang telpon polisi buat lapor kalau istri saya hilang, tapi sekarang udah ketemu kok Pak. Astagfirullah, istri saya mah baik Pak. Gak digerebek gara-gara ketahuan selingkuh. Bener Pak, ya Allah. Bapak nih kedengarannya pro banget ya? Apa istri Bapak yang digerebek gara-gara selingkuh? Eh maaf Pak, saya bercanda deng. Ya ampun Pak maaf. BUSET PAK! SAYA JANGAN DIPENJARA! NTAR ISTRI SAYA SIAPA YANG NAFKAHIN? MASA IYA SUAMI TETANGGA? JANGAN PAK!"

Zena mengerutkan kening. Sedangkan Zega terus berbicara keras dan panik di telepon.

"Iya deh Pak. Saya minta maaf, suer dah Pak ini mah beneran minta maaf nya. Enggak php kayak janji dia," balas Zega. "Hehe maapin ye Pak. Kalau gitu terima kasih, selamat malam."

"Kenapa?"

Zega memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu menatap Zena. "Tadi aku telpon polisi dan bilang kalau istri  aku hilang, tapi si bapaknya malah nuduh istri aku yang enggak-enggak."

"Istri?"

"Kamu."

"Aku bukan istri kamu."

"Ralat, tapi belum."

Zega tersenyum lebar sedangkan Zena mendengus, namun tak ayal gadis itu merasakan sensasi menggelitik di perutnya akibat kupu-kupu beterbangan di sana.

🍁🍁🍁

HUYUU!

Gimana bab ini menurut kalian?

Rindunya udah terobati belum?

BTW JANGAN LUPA YA CEK WORK SEBELAH YA! BAKALAN ADA EVENT COVER BERHADIAH! JANGAN LUPA IKUTAN YA!

Semoga beruntung:)

Oke see next time gaiz!


Salam Cinta dari Kici, Rischa, dan Vena 😗

Continue Reading

You'll Also Like

616K 45.5K 30
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.3M 123K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
2.4M 141K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
5.6M 374K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...