ZenEga

By KRV_tripeople

198K 18.3K 3.3K

Season 1 [End] Season 2 [On Going] Kisah ini, tentang Zenata Aurora Syahfilla, yang begitu membenci cowok ber... More

[ZenEga 00]
[ZenEga 01]
[ZenEga 02]
[ZenEga 03]
[ZenEga 04]
[ZenEga 05]
[ZenEga 06]
[ZenEga 07]
[ZenEga 08]
[ZenEga 09]
[Visual Tokoh]
[ZenEga 10]
[ZenEga 11]
[ZenEga 12]
[ZenEga 13]
[ZenEga 14]
[ZenEga 15]
[ZenEga 16]
[ZenEga 17]
[ZenEga 18]
[ZenEga 19]
[ZenEga 20]
[ZenEga 22]
[ZenEga 23]
[ZenEga 24]
[ZenEga 25]
[ZenEga 26]
[ZenEga 27]
[ZenEga 28]
[ZenEga 29]
[ZenEga 30]
ZenEga QnA
[ZenEga 31] END
ZenEga 2 [00]
ZenEga 2 [01]
ZenEga 2 [02]

[ZenEga 21]

5.3K 473 91
By KRV_tripeople

Note Author!

Budayakan klik 🌟 sebelum membaca dan Comment setelah selesai membaca.

Seorang penulis akan mencintai para pembacanya, jika kalian mau menghargai hasil karyanya :)















"Rindu itu curang! Masa dia membiarkan kita rindu sendirian tanpa tahu bagaimana caranya untuk berhenti."

Bab 21

Gelap malam yang diterangi rembulan mengundang Zega untuk duduk di balkon depan kamarnya sambil memetik gitar dengan nada yang lembut.

Matanya menerawang jauh dengan memori otak yang memutar kenangannya bersama Mama dan Papanya. Diiringi nada lembut yang dirinya ciptakan membuat Zega semakin tenggelam hingga setetes air keluar dari pelupuk matanya.

"Ma, Pa. Zega rindu." petikan gitar itu berhenti, Zega menyimpan gitar itu di sebelahnya lalu mengusap air matanya.

Dia butuh orang untuk mengubah moodnya menjadi ceria kembali, Zega memang wajar jika merindukan kedua orang tuanya itu. Namun, Zega tidak boleh sampe terlarut. Dan Zega janji besok dia akan menengok kedua orangnya sebelum pergi ke sekolah.

Otaknya tiba-tiba teringat dengan Zena, entah mengapa tanpa diminta dan tanpa disadarinya dengan Zena dia akan merasa tenang.

Zega mengambil ponselnya di atas nakas lalu mulai mencari kontak gadis itu dan setelah ketemu dia mulai menelpon.

Zega tak peduli sekarang jam berapa dan sedang apa Zena sekarang, dia hanya ingin menelpon Zena malam ini walaupun sekarang sudah pukul 10:00 malam.

"Ish, gue yakin lo belum tidur Zen, angkat dong," gumamnya kesal karena Zena belum juga mengangkat telponnya.

Zega mengirim pesan pada Zena.

ZenEga (Zenanyaega)

Zega Angkasa
Angkat telepon gue Zen!!

Read

Zega mendengus kesal pesannya hanya di read oleh gadis itu. Namun, Zega tak menyerah sampe disitu.

Zega Angkasa

Zen
Zenaaa
Zenaaaaaaaaa
Zenaaaaaaaaa! Angkat elah,-
Zena! Woi diem-diem bae, ngopi lah!
Zenaaaaaaaaaa!
ZENAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!

Read

Zega kembali menelpon Zena karena mungkin gadis itu akan mengangkatnya setelah ia spam, dan ternyata dugaan nya benar, Zena mengangkat telponnya dengan langsung menyemburkan kekesalan gadis itu.

"Ngapain sih lo telepon gue malem-malem gini?! Gak punya etika atau otak gak sih lo?! Ini jam tidur tau gak!?" omel Zena ketika gadis itu sudah mengangkat telepon dari Zega.

Zega menganga lebar saat dirinya langsung disembur amarah oleh Zena tanpa aba-aba dahulu, dengan suara yang lumayan membuat Zega menjauhkan ponsel dari jangkauan telinganya.

"Yaelah, Zen. Gua tau kok kalau lo belom tidur. Secara, anak rajin kek lo tuh pasti lagi depan meja belajar sambil mantengin buku iya kan?" tanya Zega.

Zena terdiam membuat Zega menyeringai lalu tersenyum lebar.

"Tebakan gue bener kan, Zen? Selain lo lagi belajar, pasti lo juga lagi mikirin gue kan? Kayak 'Zega lagi ngapain ya? Udah makan belum?' lo kangen gue ya kan? Udah lah Zen, lo gak usah munafik. Katakan rindu bila rindu."

Zega terkekeh kecil karena ucapannya itu. Lalu tiba-tiba ada sesuatu yang muncul di otaknya dan Zega pun tersenyum sambil mengigit bibirnya, ia pasti bakal gemas sendiri saat ia melakukan idenya itu dan pasti membuat Zena kesal lalu mengomel dengan kata kata sadis dan singkatnya.

"Lo tuh cuma gangguin hidup orang aja, kalo gak penting gak usah nelpon!" seru Zena kesal.

Zega terbelalak lalu segera mencegah Zena untuk mematikan telponnya. Karena dia tau jika Zena sudah mengucapkan kata itu dia akan mematikan telponnya secara sepihak.

"Ngambek mulu nih Nyai Ratunya Ega," ucap Zega diselingi kekehan di akhir kalimat. "Kalau Ega sekarang lagi di depan Ena, mungkin Ega bakalan cubit pipi Ena saking Ega gemesnya."

Di ujung sana Zena berdecak. "Bodo! Cepetan lo mau ngomong apa? Gak usah buang-buang waktu!"

"Ega cuma pengen bilang kalau Ega--"

"Hm?"

"Kalau Ega..." ucap Zega dengan sengaja menggantungkan kalimatnya.

"Ngomong yang bener! Gue tu--"

"Kalau Ega kangen Ena," ucap Zega cepat sebelum Zena kembali berniat mematikan teleponnya.

Hening.

Zena hanya diam tanpa bicara sedikit pun. Sedangkan Zega diam-diam mengulas senyum kecil.

"Ega kangen Ena. Ena kangen Ega gak?" tanya Zega dengan nada menggoda.

"Apaan sih? Gak jelas!"

"Kurang jelas ya?" tanya Zega dengan nada yang dibuat-buat. "Oke deh, Ega ulang sekali lagi ya. Ehm! Zenata Aurora Syahfilla, aku cuma mau bilang kalau Zeganda Angkasa Langit yang tampan ini rindu."

Hening.

"Yang jadi pertanyaan nya adalah, kamu rindu aku enggak?"

Hening.

"Enggak ya?" tanya Zega dengan nada sedih. "Ck! Ternyata rindu jahat ya! Dia curang! Masa cuma aku doang yang rindu kamu enggak? Keenakan kamu dong kalau aku rinduin terus! Asal kamu tahu, rindu itu menyiksa. Disaat kita sudah terbelenggu dengan rindu, dia membiarkan kita rindu sendirian tanpa tahu bagaimana caranya untuk berhenti."

"Lebay."

"Zen, beberapa hari lagi hari jadian kita yang ke tiga bulan ya?" tanya Zega tiba-tiba.

"Kenapa emang?" tanya Zena dari ujung telepon.

Zega tersenyum. Walau dia tahu bahwa Zena tak melihat senyumnya itu. "Gak apa-apa, gak terasa aja gitu. Kita ngerayain anniversary gak sih?"

"Gak usah! Alay amat lo!"

"Ish! Kan aku udah bilang, kalau mulai sekarang ngomongnya pake 'aku-kamu' oke."

"Sejak kapan lo ngomong kayak gitu?" sahut Zena sengit.

"Sejak tiga detik yang lalu."

"Yayaya, terserah lo! Gue pengen tidur, bye!"

"Eh, tunggu!"

"Apaan lagi sih?!"

Zega terdiam.

"Lama lo! Gue tutup ni--"

"Selamat tidur Zena! Happy nice dream," ucap Zega dengan nada cepat lalu dengan segera dia menutup telponnya.

Zega tak tahu, bahwa selama percakapan ditelepon, Zena diam-diam menahan senyum. Senyum yang mengembang dengan sendirinya untuk menahan sesuatu yang membuncah dari dalam dirinya, ah lebih tepatnya dari hati.

"Gila," ucap Zena sembari menggeleng pelan.

🍁🍁🍁

"Bang, gue mau ke rumah Mama sama Papa lo mau ikut gak?" tanya Zega sambil menyendok nasi gorengnya.

"Sepagi ini Ga? Emangnya lo gak bakalan telat sekolah?" Zero menatap Zega. "Keknya gue gak bisa deh, soalnya gue banyak kerjaam, lain kali aja ya," sambung Zero sambil memainkan handphonenya membuat Zega mendengus.

"Kagak lah bang, ini masih jam setengah 6 juga, dan gue juga udah kangen banget sama mereka, yaudah gak papa kalo lo gak bisa biar gue aja," ucap Zega lalu Buru-buru menghabiskan sarapannya.

Sementara Zero tersenyum tipis.

"Maafin gue Ga, gue gak bisa jujur sama lo," batin Zero dengan rasa sesak sekaligus sesal.

"Bang, gue pergi duluan ye! Lo abisin tuh sarapan, badan lo makin kurus aja kek batang lidi." Zega bersiap dengan sepatunya.

"Jangan terlalu capek buat ngurusin gue, sekarang gue udah gede gak perlu lo pikirin lagi. Kecuali sekolah gue, biaya hidup gue, cicilan motor gue, duit buat isi kartu kredit hehehe. Udah ah gue berangkat dulu," ucap Zega sebelum dia pergi berlalu dengan motor gedenya.

Zero kini tersenyum sedih sekaligus perih. Mendengar ucapan Zega itu membuatnya teringat akan janjinya kepada Orang tuanya dulu.

"Lo tanggung jawab gue sampe gue mati nanti Ga," gumamnya pelan.

Zero menghembuskan nafas lalu mengambil tas dan kunci mobil yang tergeletak begitu saja di atas meja makan. Lalu cowok itu mulai bergegas menuju tempatnya bekerja.

🍁🍁🍁

Zega kini sudah sampai di rumah kedua orang tuanya. Rumah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi mereka yang pergi menghadap Tuhan yang Maha Kuasa. Di tempat inilah, Zega selalu mengenang semuanya. Mengenang masa kecilnya yang dulu begitu menyenangkan berubah menjadi menyedihkan. Mengenang semua peristiwa yang terjadi begitu saja dalam hidupnya. Dimulai dari peristiwa bahagia seperti perayaan ulang tahunnya yang ke lima tahun sampai ke peristiwa menyakitkan, seperti kejadian naas yang merenggut orang-orang terkasihnya .

Dan Zega merindukan mereka, Papa dan Mamanya. Merindukan senyum dan gelengan Mamanya disaat Zega kecil merebut makanan Abangnya, Zero. Zega juga rindu dengan elusan di kepalanya  ketika dia akan pergi berangkat ke sekolah diantar oleh Sang Papa. Zega rindu itu semua. Zega merindukan hal kecil yang entah mengapa sudah tak bisa diulang lagi.

Seandainya Zega bisa mengembalikan waktu. Mungkin dia akan merasakan kembali kasih sayang Mama dan Papanya.

Seandainya Zega bisa merubah takdir. Mungkin dia akan berusaha mengembalikan kedua orang tuanya agar tetap menemaninya di sini.

Seandainya dia--

Ah! Zega tak bisa merubah segalanya! Zega tak bisa mengembalikan waktu, merubah takdir dan apapun itu! Yang bisa Zega lakukan sekarang ini adalah menangis. Menangis karena hidupnya begitu menyedihkan, begitu tragis. Menangis karena dia membenci takdir yang dengan kejamnya merebut semua sumber kebahagiaannya, cahaya nya.

Dada Zega kini sesak. Dadanya seakan diliputi oleh rindu yang teramat sangat. Rindu yang tak bisa terbayar dengan tuntas. Rindu yang tak pernah terobati sejak dulu.

Jika rindu akan terobati dengan bertemu, lantas apa yang harus dilakukan Zega untuk terbebas dari rindu? Mencoba bunuh diri agar bisa bertemu dengan kedua orang tuanya di surga?

Percayalah, bahwa rindu yang sangat berat adalah merindukan mereka yang sudah tak lagi di dunia.

Zega berjongkok di tengah kedua gundukan tanah yang dipenuhi oleh rerumputan dengan tangan yang bergerak membersihkan dedaunan yang mengotori pusaran kedua orang tuanya. Dan tak lupa juga dia berdoa lalu menyiramkan air di atas kedua pusaran itu. 

Setelah selesai Zega selalu menyempatkan untuk curhat sedikit pada orang tuanya apa yang tengah dia hadapi sekarang.

"Ma, Pa. Ega kangen sama kalian, Ega juga sedih liat bang Zero yang harus bekerja keras demi Ega. Ega juga sedih kalian gak pernah nengokin Ega di dalem mimpi. Ma, Pa andai kalian masih disini sama Ega."

Zega berbicara panjang lebar seolah-olah Mama dan Papanya duduk di depannya dan mendengarkan keluh kesahnya dengan baik.

Dari nada bicaranya, suara Zega terdengar bergetar. Tenggorokannya tercekat, seakan-akan ada bongkahan batu besar yang tersangkut di sana.

"Ma, Pa. Ega sekarang ini lagi bingung sama perasaan Ega. Entah itu perasaan Ega yang terlalu menggebu untuk mendapatkan sebuah hadiah karena taruhan atau perasaan yang ingin melindungi, menjaga bahkan tak ingin melukai cewek yang bernama Zena. Ega bingung, apa itu cinta atau-- ah! Entahlah! Yang jelas Ega bingung." Zega mengusap wajahnya yang gusar.

"Ega pamit dulu ya, Ega mau pergi ke sekolah. I Love You, Mom and Dad."

Zega pun pergi meninggalkan kedua makam itu dan mulai mengendarai motornya menuju sekolah, dia akan membuat rekor sekarang karena dia datang kesekolah di pagi buta.

🍁🍁🍁

"Buset gede banget ilah."

"Sst! Lo ngomongnya kecilin dikit, nanti kedengaran Bu Siska mampus lo!" bisik Vikar penuh peringatan, karena di depan sedang ada Bu Siska yang sedang menjelaskan tugas yang harus muridnya kerjakan.

"Santai ae lah, itu cuma tugas doang."

"Iya si."

Dan selanjutnya fokus mereka teralihkan ke layar datar yang memutar sebuah video.

"Itu tinggal dimasukin, lama amat sih!"

"Kan harus pelan-pelan, gimana sih lo?"

"Oh, iya ya. Baru paham gue kek beginian," bisik Zega lalu dia menatap lagi ke layar ponsel.

"Anjer! Item banget, itu gosong apa gimana?"

"Banyak bacot lo Ga, tinggal nonton apa susahnya."

"EHM!"

"Apaan sih lo Ga, ehem-ehem bae. Lagi serius nih gue nontonnya," ucap Vikar kesal.

"Kok gue? Orang itu suara Bu Siska sih, bukan suara gue," balas Zega polos.

"Kirain gue itu suara lo," sambung Vikar.

"Ya kali gue suaranya cempreng kek tikus kejepit gitu. Suara gue kan serak-serak banjir." Zega memutar bola matanya malas.

"Oh iya, kan lu cowok ya. Udah ah, mending fokus lagi nontonnya." Vikar kini lebih menunduk agar tak ada satupun adegan yang terlewatkan.

"EHM!"

"Berisik banget sih!" gerutu Vikar.

"Lagi nonton apa sih? Seru banget kayaknya," tanya seseorang yang tak dipedulikan oleh Vikar dan Zega.

"Lagi nonton cara bikin anak dengan baik dan benar," sahut Zega dan Vikar barengan.

Bu Siska melotot tak percaya ketika mendengar jawaban yang keluar dari kedua muridnya. Dengan kesal dia menjewer telinga kedua anak muridnya yang kurang ajar ini, yang membuat keduanya meringis kesakitan.

"AW!" ringis Zega dan Vikar dengan nada yang sama, kata yang sama, gaya yang sama dan semoga saja otak mereka tak sama.

"NONTON APA TADI KALIAN?!" teriak Bu Siska murka.

"Nonton cara bikin an-- eh! Cara bikin bolu dengan baik dan benar bu!" sergah Zega dengan cepat.

"JANGAN BOHONG!"

"Serius ini bu," ucap Zega lalu meringis ketika Bi Siska kembali menambah jewerannya. "Kasih liat Vik."

Vikar membuka ponselnya dan menunjukkan video yang tadi mereka tonton.

Bu Siska merampas ponsel itu dengan paksa. Matanya tertuju pada sebuah kalimat yang tertera di atas video yang bertuliskan, 'Cara membuat bolu ubi ungu dengan baik dan benar' dan kembali menatap kedua muridnya dengan tatapan tajam.

"Kalian gak nonton video yang enggak-enggak kan?" tanya Bu Siska dengan nada intimidasi.

"Enggaklah bu! Kami tuh masih polos, masih suci sedangkan ibu penuh desah, eh! Maksudnya dosa! Lagian si Vikar ini mau bantuin emaknya jualan bolu ubi ungu, bu." Zega menatap Bu Siska dengan tampang polos.

"Bener itu Vikar?"

"I-iya bu! Sebagai anak yang baik, murah hati, tidak sombong dan rajin menabung ini, saya harus bantuin emak di rumah bu."

"Awas aja kalian nonton video yang enggak-enggak!" Bu Siska melotot. Jika bisa, mungkin Bu Siska sudah mengeluarkan jurus tatapan laser agar kedua murid yang kurang ajarnya ini lenyap menjadi abu.

"Emang kalau kami nonton video yang iya-iya kenapa Bu? Ibu mau gabung nonton sama kami ya? Kalau gitu, ayo kita nonton bu," ajak Zega dengan nada jahil.

Bu Siska menggelengkan kepalanya sambil menatap miris kedua muridnya itu.

"Harus sabar kalau ngadepin dua bocah kebanyakan makan garem," batin Bu Siska.

"Ibu, ngapain disini? Ini kan belum jam pelajaran ibu. Oh iya Ega lupa ibu kesini kan mau ngasih tugas ya, tapi udah selesai kan bu? Terus kenapa ibu masih di sini? Emangnya ibu gak keperluan lain?" tanya Zega tampang sok polosnya, sebenarnya Zega hanya ingin mengusir gurunya itu secara halus.

"Kamu, ngusir saya?" tanya bu Siska yang peka dengan maksud pertanyaan Zega.

Zega cengengesan sambil tersenyum lebar-lebar. "Aduuh! Ibu kok peka sih saya kasih kode? Mending ibu jadi gebetan saya aja, biar saya gak susah-susah ngejar-ngejar doi yang gak peka-peka. Karena mengejar yang tak mau dikejar itu melelahkan bu dan saya udah pernah ngerasain itu semua bu. Rasanya sakit bu! Sakit!"

Bu Siska mendelik kesal lalu pergi meninggalkan kelas setelah memberikan selembar catatan tugas kepada sekretaris kelas yang harus di kerjakan selama dia tidak masuk.

Namun, tak lama kemudian Bu Siska kembali masuk.

"Oh iya! BUAT ZEGANDA ANGKASA LANGIT KAMU HARUS NGERJAIN DUA KALI LIPAT SOAL YANG SAYA KASIH DENGAN SOAL YANG SAMA TAPI DENGAN CARA YANG BERBEDA,  dan buat sekretaris kasih tau tugas saya ke yang belum datang sekarang." setelah itu bu Siska benar-benar pergi dan Zega belum juga berhenti melongo dengan wajah tercengang.

Sementara yang lainnya berusaha menahan tawanya namun tidak dengan Vikar yang sudah terbahak puas.

"Kampret lo Vik! Malah ketawain gue lagi!" ucap Zega dengan wajah yang dibuat miris sekaligus ketus.

Vikar semakin terbahak sambil memegang perutnya yang terasa sakit akibat tertawa puas sampai mengeluarkan air mata.

"Selamat ya bro," ucap Vikar dengan wajah menahan tawa lalu kembali terbahak saat melihat Zega mendelik kesal.

Zega menyudahi kegiatan menontonnya bersama Vikar dan tak lama kemudian sahabatnya yang lain Aam dan Johan datang dengan suara hebohnya.

"MORNING EVERYONE! ORANG KETCEH SEKALIGUS GANTENG KAMBEK EGEN!" teriak Johan heboh.

Aam terbahak mendengar ucapan Johan yang membuatnya jijik, sampai-sampai dia tersedak karena sambil mengunyah roti coklatnya.

"Idih najis ganteng! Keknya lo butuh kaca deh, jelas-jelas gantengan gue lah!" ucap Aam menimpali Johan sambil terbatuk-batuk karena masih tersedak.

"Heh Am! Kalo lagi makan jangan ngomong dulu, keselek terus mati mampus lo. Lagian lo juga kudu ngaca, badan lo tuh kayak babon," ucap Johan sambil mencomot roti milik Aam lalu mencubit pipi gembil Aam dengan gemas.

"Babon gini gue imut ya," jawab Aam sambil bergaya sok imut membuat yang lainnya menatap jijik Aam.

"Iya lo imut Am," celetuk Zega dengan nada serius. Membuat Aam sedikit terharu.

"Imut kek boneka santet tapi Am," lanjut Zega dengan tampang polosnya.

Seisi kelas terbahak sementara Aam semakin memajukan bibirnya sambil mencak-mencak karena kesal.

"Ish, mereka tuh ya selalu sibuk masalah ganteng, padahal udah jelas gantengan gue tapi gue gak sombong." Zega  merapihkan rambut jambulnya.

Vikar mendengus  "Lo ngomong gitu sama ae lo sombong pe'a."

"Oh gitu?" jawab Zega dengan nada sok kagetnya membuat Vikar mendelik lalu menoyor lelaki itu. Zega terbahak lalu terkekeh kecil melihat sahabatnya bete sambil mencak-mencak karena kelewat kesal.

"Udah ah, Pangeran mau jemput Nyai Ratu Zena dulu," ucap Zega hendak berdiri.

Vikar dan Aam terbahak mendengar panggilan Zega untuk Zena.

"Nyai Ratu?" tanya Vikar sambil menahan tawanya lalu terbahak.

"Lo kira dia nyai Ratu Nyi Rorokidul, yang ada di pantai Selatan," lanjut Vikar setelah selesai tertawa, lalu kembali terkekeh geli.

Namun Zega hanya tersenyum lebar sambil merapihkan jambulnya yang sedikit rusak.

"Iya dia Ratu di hati gue, aseeeeek." Zega mencolek dagu Vikar sambil berkedip genit.

"NAJIS LO GA GELI GUA." umpat Vikar sambil menjauhkan tangan Zega dari dagunya yang sudah ternodai oleh tangan Zega.

"Lo mau jemput Zena ke rumahnya?" tanya Johan sambil melongo karena sebentar lagi adalah jam pelajaran.

"Bego! Ya kagak lah! Gue jemput dia di gerbang terus anterin dia deh ke kelas." Zega tersenyum lebar.

"Keknya ada benih-benih cinta bermekaran," ucap Johan sambil terkekeh.

"Apa sih?" Zega berusaha untuk ketus namun bibirnya berkhianat dengan menampilkan senyum tipis yang membuat usahanya sia-sia.

"Jadi gitu ya! Ega udah mulai ada rasa sama Zena. Oke fiks! Kita musuhan!" Aam melipat tangannya lalu  membuang muka.

"A-aku bisa jelasin," ucap Zega dengan tangan bergerak seolah-olah dia ingin menggapai tangan Aam.

"LEPASIN! JANGAN SENTUH AKUH! JANGAN SENTUH AKUH! AKUH JYJYQ! AKUH JYJYQ SAMA MAS! AKU JYJYQ! AKU BENCI!"

"AFIFAH! AFIFAH!"

"AKU JYJYQ SAMA MAS! AKU JYJYQ!  AKU BENCI! HIKS! HIKS!" Aam menangis dengan sebelah tangan yang menyilang di depan dada dan satu lagi bergerak menepis tangan Zega.

Dan selanjutnya Aam berlari keluar kelas disusul oleh Zega. Dan terjadilah aksi kejar-kejaran seperti di film India yang berjudul 'Orang Ketiga'

🍁🍁🍁

Zega sibuk mencari Zena di parkiran motor, Zega tersenyum saat melihat orang yang dicarinya sedang melepas helm lalu merapihkan rambutnya.

Zega menghampiri Zena sambil tersenyum manis andalannya, namun hanya dibalas oleh tatapan datar gadis itu dan dengan dia santainya melewati Zega begitu saja.

"Ish, Nyai Ratu jangan cuekin Ega dong," ucap Zega sambil mengerucutkan bibirnya.

"Gue mau ke kelas, bentar lagi bel mending lo pergi deh," jawab Zena dengan wajah datarnya.

"Ish! Kok lo-gue lagi sih? Kan udah janji bilang aku-kamu," ucap Zega semakin mengerucutkan bibirnya.

Sementara Zena hanya diam dan terus berjalan menuju kelasnya.

"Pokoknya mulai sekarang kamu harus mulai biasain bilang aku-kamu sama aku biar romantis," ucap Zega sambil tersenyum manis.

"Ogah! Alay lo."

"Gak papa alay juga yang penting kamu sayang aku." Zega terkekeh kecil lalu tersenyum manis.

"Najis."

Diam-diam Zena merasakan sesuatu yang aneh detik ini saat Zega tersenyum manis dan terlihat tulus dalam senyumnya, namun Zena tak peduli dan memilih terus berjalan dan mengabaikan cowok di sebelahnya ini.

"Kayaknya ini perasaan ini bener bener tanda gue jatuh cinta sama lo deh Zen," batin Zega bergumam.

"Yaudah gue balik ke kelas dulu ye, tugas gue anterin lo ke kelas udah selesai." Zega pun melengos pergi lalu bel masuk pun berbunyi nyaring tanda bahwa jam pelajaran akan segera di mulai.

🍁🍁🍁

Pak Amin kini sibuk menjelaskan materi pelajaran geografi tentang fenomena geosfer.

Sementara Zega sibuk bermain game di handphonenya karena merasa bosan dan mulai mengantuk mendengarkan penjelasan Pak Amin.

Otaknya sudah terlalu lelah untuk menampung materi tersebut yang menurutnya benar-benar membosankan itu. Padahal sekarang masih pagi.

Pak Amin berhenti menjelaskan materi lalu dengan santai menghampiri Zega yang sedari tadi dia perhatikan selalu menunduk dan membuatnya kesal karena merasa sangat tak dihargai sebagai guru.

Dengan sangat sadis pak Amin merebut handphone lelaki itu lalu menjewer telinga Zega membuat sang empunya mengaduh kesakitan.

"Aduuuuuuh!" ucap Zega sambil meringis kesakitan.

Pak Amin melepaskan jeweranya lalu menatap Zega kesal.

"Kamu dari tadi saya perhatikan main hp terus! Kamu ke sekolah niatnya belajar atau mau apasih?!" bentak pak Amin.

"Bapak mau saya jujur apa bohong?" jawab Zega polos.

Johan menepuk jidatnya dia tau apa yang akan terjadi setelah ini. Sahabatnya itu memang sangat ajaib kan terkenal sok polos jika dimarahi oleh guru.

"Jujur!" jawab pak Amin tegas.

Zega tersenyum lalu mengangguk. "Oke, saya jujur. Sebenernya saya ke sekolah cuma mau dapetin uang saku, ketemu gebetan, nongkrong sama temen-temen dan saya kalo belajar seniatnya aja pak," jawab Zega santai.

Pak Amin semakin menatap Zega dengan garang siap meledakkan bom amarahnya.

"KAMU BERANI BERANINYA YA KURANG AJAR SAMA SAYA!" bentak pak Amin semakin murka.

"Salah saya apa lagi pak? Kan saya udah jawab jujur sesuai permintaan bapak."

"KELUAR KAMU DARI KELAS SAYA!" usir pak Amin.

Zega tidak menolak dan malah tersenyum senang.

"Oke pak siap saya laksanakan!" jawab Zega sambil hormat dengan tegak.

"Kamu harus mengerjakan soal-soal yang ada di buku LKS semuanya dalam waktu seminggu lalu di kumpulkan pagi-pagi ke ruangan saya, dan kamu juga sekarang harus membersihkan toilet laki-laki yang ada di lantai 1, 2, 3 dan juga bersihkan lapangan basket sampai bersih!" ucap pak Amin dengan wajah datarnya.

Zega melongo sambil menganga lebar, di otaknya sibuk membayangkan semua hukuman itu jika dia kerjakan semua.

Sementara yang lainnya menahan tawanya agar tak menyembur namun tidak dengan Gilan yang tak peduli dengan kejadian sekitarnya karena dia sibuk membaca materi yang sedang dibahas.

Zega meringis pelan lalu membuka suaranya.

"Pak boleh dicicil gak? Kalo dikerjain sekarang, saya bisa gempor pak terus jatuh sakit. Kalau saya sakit, saya bisa minta macem-macem loh kayak minta mobil, rumah atau minta dinikahin sama Zena," jawab Zega sambil menggaruk tengkuknya.

"Kamu pikir itu hutang yang bisa dicicil?! Ga bisa! Kamu beresin semuanya sekarang juga!" Pak Amin melipat tangannya di dada dengan angkuh.

Zega mengerucutkan bibirnya, namun seketika bibirnya tersenyum kecil saat ide cemerlangnya muncul begitu saja di otaknya.

"Oke pak siap laksanakan!" ucap Zega sambil tersenyum lebar. Teman seisi kelasnya hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menahan tawa, mereka sudah hafal apa yang lelaki itu lakukan jika di hukum.

Sudah bukan hal yang aneh bagi kelas itu jika Zega salah satu penghuninya dihukum atau menjahili guru, karena sudah sangat sering dan kejadian wajib yang harus Zega lakukan saat berada di kelas.

🍁🍁🍁

"Cup!" teriak Zega memanggil Ucup yang sedang duduk di ujung lapangan futsal sambil meminum pop ice coklat.

Ucup melambai tangannya tanda merespon panggilan Zega lalu memberi kode untuk menunggu dan dia segera menghampiri Zega.

"Ada apose lo manggil gue?" tanya Ucup sambil mengerutkan dahinya.

"Gue punya tugas buat lo," jawab Zega sambil tersenyum miring.

"Apaan?"

"Gue kan di hukum suruh bersihin toilet cowok di lantai 1, 2, 3 nah gue pengen lo yang ngerjain terus gue asih duit sama kuota 5 GB terus teraktir bakso selama 2 hari sepuasnya gimana? Tapi lo kudu bisa selesain semuanya hari ini juga dan jangan sampe pak Amin tau gimana?" Zega menatap Ucup penuh dengan harapan.

Ucup mengangguk membuat Zega tersenyum lebar lalu menepuk pundak Ucup.

"Thanks bro," ucapnya senang.

"Tapi gue gak bisa kerjain sendiri, gue butuh dua orang buat bantuin gue," ucap Ucup setelah dia memikirkan tawaran Zega.

Zega berfikir keras. Kalo gitu berarti dia juga harus memberikan bayaran yang sama seperti Ucup dan itu pasti menguras dompetnya, namun sepertinya tidak masalah dan Zega pun mengangguk setuju.

"Oke sip, kalo gitu kerjain cepet. Kelas lo kan lagi jamkos seharian penuh."

Ucup mengangguk lalu mengajak kedua temannya melaksanakan tugas dari Zega.

Baginya membersihkan lapangan basket yang adem itu tak masalah jika dia sendiri yang melakukannya lagian lapangan itu tidak terlalu kotor dan semakin melonggarkan tugas hukumannya Zega pun berjalan santai menuju lapangan basket.

"Sial banget gue hari ini." Sepanjang jalan menuju lapangan basket Zega terus menggerutu kesal karena mengingat tuas matematika dan Geografi nya yang banyak itu.

"Itu salah lo sendiri ngelawan guru, makanya jangan kurang ajar sama guru."

Zega menghentikan langkahnya lalu menatap orang yang baru saja berbicara dengannya dengan nada datar khas milik orang itu.

"Diem deh lo Lan gue enek denger suara lo." Zega mendelik kesal sambil mendengus.

"Lo tuh kayak cewek ya, baperan!" sarkas Gilan dengan wajah datarnya.

"Bomat!" jawab Zega lalu melengos pergi.

"Gue tau lo udah mulai jatuh Cinta sama Zena kan?"

Zega menghentikan langkahnya lalu berbalik dan menatap Gilan dengan wajah datarnya.

"Iya! Gue mulai suka sama dia kenapa?! Lo ga suka?!" Zega tersenyum miring lalu kembali melangkah mendekati Gilan.

"Gimana sama taruhan lo?" tanya Gilan.

"Gue, gak peduli." jawab Zega lalu melengos pergi.

Gilan menghela nafasnya kasar lalu menatap tajam punggung sahabatnya itu.

"Gue bakal biarin lo sama dia kalo lo emang tulus, tapi kalo lo cuma mainin dia, gue sendiri yang bakal habisin lo Ga walaupun lo sahabat gue," batin Gilan.

🍁🍁🍁

HOLA KAMI KAMBEK EGEN!

BTW KANGEN AUTHOR GAK?

ZEGA?

ZENA?

KALIAN TIM MANA NIH? KOMEN YA.

#TIM_GILAN

#TIM_EGANTENG

KOMEN YA!

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 266K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
706K 55.5K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
353K 43.7K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
878K 86.6K 48
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...