Note Author!
Budayakan klik 🌟 sebelum membaca dan Comment setelah selesai membaca.
Seorang penulis akan mencintai para pembacanya, jika kalian mau menghargai hasil karyanya :)
"Menggapaimu...sama halnya mencari ulat bulu di gelapnya malam, sama-sama sulit untuk kudapatkan."
BAB 8
Zena mendengus kasar, ia melepaskan sarung tinju di kedua tanganya dan melemparnya asal ke bawah lantai. Diraihnya segelas jus jeruk di atas meja, lalu menenggaknya hingga tandas.
Setelah itu Zena menghempaskan tubuhnya di badan sofa yang terdapat Rachel di sebelahnya. Ia melirik sekilas sahabatnya yang tampak asik memainkan ponsel.
"Jadi gak?" Zena berseru, mengalihkan perhatian cewek itu dari ponselnya.
"Jadi donk...lo udah selesai latiannya?"
Mendengar itu Zena mendengus dan menyentil kening Rachel dengan gemas. Gemas ingin menaboknya.
"Menurut lo?"
"Eh iya...udah ya." Rachel terkekeh pelan, lalu menyengir tak bersalah.
Zena kembali mendengus dan bangkit dari duduknya. "Tunggu di sini, gue mau mandi dulu." Setelahnya Zena melangkah pergi dari ruang latihan khususnya.
Di lain sisi Rachel kembali tenggelam dalam akun media sosialnya. Cewek itu sibuk membalas pesan demi pesan yang Zega kirimkan, tentunya tanpa sepengetahuan Zena.
Zega : Jadi lo berdua beneran ke mall gak nih?
Rachel: Iya, jadi.
Zega : oke gue nyusul, inget rencana tadi malem kan?
Rachel: hooh, jang lupa lo! Abis itu kirimin no Gilan ke gue... kalo gak? 🔪🔪🔪
Send
"Chel." Tepukan dipundaknya membuat Rachel terlonjak dari duduknya. Ia menatap Zena penuh kesel, "Ngagetin aja lo! Untung gue gak punya penyakit jantungan."
Zena hanya mengendikkan bahunya acuh. "Jadi gak?" dengan malas Zena melirik Rachel yang tengah memasukan ponselnya ke dalam tas.
"Jadi dong..." Senyum Rachel mengembang, lalu ia mengernyit tak suka melihat penampilan Zena yang apa adanya. "Lo pake baju ginian? gak ada baju lain apa? kek preman pasar ini mah."
Mendengar itu Zena mendengus. Ia sadar penampilannya memang sederhana, hanya kaus putih polos dengan celana jeans yang di bagian lulutnya terdapat garis-garis sobek serta rambut yang diikat asal. Berdanding terbalik dengan Rachel yang tampak anggun dengan penampilan femininnya.
"Jadi pergi atau lo mau terus berkoar di sini sampai mulut lo berbusa?" Zena mengucapkan kalimat itu dengan ekspresi datarnya.
Rachel berdecak dan bangkit dari duduknya. "Pokoknya lo harus ganti baju." Didorong tubuh Zena untuk kembali ke kamarnya. "Ya kali mau ketemu..." spontan Rachel membekap mulut embernya itu.
Alis Zena terangkat satu. "Lo bilang apa tadi? Ditatapnya Rachel penuh curiga.
Rachel menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak...bukan apa-apa, Hehehe." Rachel menyengir, lalu ditariknya lengan Zena. "Udah yuk berangkat!"
Melihat itu, Zena memutar bola matanya malas dan mengikuti langkah Rachel yang menyeret tubuhnya menuju luar rumah.
"Lo apa gue yang bawa?" Zena melirik mobil merah milik orang tua Rachel yang terparkir di depan rumahnya.
"Gue aja...kalo lo yang bawa. Yang ada gue mati di tengah jalan," ucap Rachel, sebelum beranjak masuk ke dalam mobilnya.
Sedangkan Zena hanya mengendikkan bahunya tak peduli, sebelum ikut masuk ke dalam mobil itu.
Sebenarnya Zena sangat malas untuk berpergian di hari libur sekolah. Ia lebih suka menghabiskan waktunya di ruang latihan tinju atau tidur seharian penuh tanpa keluar kamar. Jika bukan karena Rachel yang terus merengek padanya tadi malam- meminta ditemani mencari kado untuk keponakannya yang berulang tahun hari ini, mungkin Zena tidak akan mau beranjak dari rumahnya sama sekali.
🍁🍁🍁
Zega: siap bu Negara, entah gue kirim elah 😌
Send
Setelah membalas pesan Rachel. Zega bergerak memakai jaket kebanggaannya, lalu meraih kunci motor di atas nakas. Beranjak keluar kamar dengan langkah terburu-buru, hingga di anak tangga terakhir yang seharusnya ia pijak justru terlewatkan. Hal itu sontak membuat tubuh cowok itu oleng dan berakhir mengenaskan di atas lantai yang dingin.
Zero yang kebetulan baru kembali dari dapur- lantas menaikkan satu alisnya, melihat hal itu.
Zega meringis dan bangkit dari pose menyedihkannya. Dalam hati menggerutu serta memandang Zero penuh kekesalan. "Adek jatoh tuh di tolongin bang...bukan diem kek patung!"
"Lah bocah ngapa ya?" Zero menggeleng-gelengkan kepalanya, sebelum melangkah menaiki tangga menuju kamarnya. Tanpa mempedulikan Zega yang masih meringis sambil mengusap-ngusap keningnya yang tampak baru saja mencium lantai.
Mendengus kasar Zega mengumpat. "Abang sialan."
Bunyi notif pesan masuk yang bergetar di saku kanan celana jeansnya, membuat Zega bergerak cepat mengambil ponselnya.
Rachel : Gue sama Zena udah sampe. Lo dimana? Awas aja lama! 😈😈😈
Zega : Gak usah bacot! 2 menit lagi gue sampe.
Send
Menyimpan kembali ponselnya dalam saku celana. Zega melangkah lebar-lebar menuju garasi rumah. Kemudian memasangkan helm dengan cekatan dan bergegas naik ke badan motor. Tanpa menunggu lama lagi Zega memacu kecepatan motornya meninggalkan kediaman rumahnya.
🍁🍁🍁
Zena mendengus kasar. Sudah hampir 1 jam ia dan Rachel mengelilingi pusat perbelanjaan untuk mencari barang yang akan cewek itu beli, namun tak kunjung mereka dapatkan. Ah, tetapnya Rachel terus berkata 'ini gak cocok...kemahalan, cari di tempat lain aja yuk.' Dan siklus itu terus terjadi di setiap toko mainan yang mereka kunjungi. Tentunya hal itu membuat Zena ingin meledak karena kesal.
"Zen..." panggilan itu membuat Zena menoleh ke arah Rachel yang berdiri di dekat jajaran rak-rak boneka, tampak sedang menilik satu persatu diantara boneka yang menggemaskan itu.
"Udah ketemu?"
Gelengan kepala Rachel- membuat Zena menghembuskan nafas lelah, sebelum akhirnya cewek itu bergerak melangkah mendekat ke arahnya.
"Terus gimana?" Zena memijat pelipisnya yang terasa pening.
"Yaudah gak jadi beli, mending
kita makan aja yuk, gue laper..."Rachel mengatakan itu dengan wajah polosnya,"Gue dengar ada restoran baru di dekat sini, katanya makanannya enak-enak lho." lanjutnya.
Mendengar itu, Zena meradang dan ingin sekali menenggelamkan kepala sahabatnya di dalam air. Kemudian tanpa sempat Zena mengatakan sepatah katapun, Rachel sudah bergerak lebih dulu menarik lengannya dan menyeretnya keluar dari dalam toko tersebut.
🍁🍁🍁
"Lo mau pesan apa?" Rachel menaikan sebelah alisnya sambil lalu membalikan lembaran buku menu.
Saat ini mereka berdua sudah berada di sebuah restoran yang cukup dekat dari tempat pusat perbelanjaan yang kunjungi tadi.
"Samain."
Setelah mendapatkan jawaban Zena, Rachel bergerak memanggil pelayan dan memesan makanan yang Rachel pilihkan. Selesai mencatat pelayan pria itu berlalu dari hadapan Zena dan Rachel dengan sopan.
Tak selang lama dari itu pesanan mereka datang. Rachel tampak sangat bersemangat mencicipi makanannya berbanding terbalik dengan Zena yang hanya menyesap meminumnya- sama sekali belum menyentuh makanan yang tersaji begitu menggiurkan di depannya.
"Ya ampun Zena...ini enak banget." Rachel kembali menyuapkan makanan dengan bersemangat.
"Calo lo nggda jajabis uhat guea yaaya." Gumam Rachel tak jelas dengan mulut masih mengunyah makanannya. Hingga sedetik kemudian Rachel terbatuk-batuk sambil menepuk-nepuk dadanya.
Zena menghela napas, lalu di sodorkannya segelas air putih ke arah Rachel. "Minum."
Rachel menurut dengan langsung menyambar minuman yang Zena sodorkan dan menenggaknya hingga tandas. Cewek itu mengusap sudut bibirnya yang tampak basah, sebelum meletakkan gelas tersebut di atas meja.
"Jangan dibiasain ngomong pas makan...kalo lo masih sayang nyawa."
Rachel menganggukkan kepalanya dan melanjutkan makan dengan pelan-pelan. Sementara Zena kini mulai menyuapkan makanan sendiri ke dalam mulut.
"Boleh gue gabung?"
Suara itu membuat kedua cewek itu menoleh serempak. Rachel terlihat antusias melihat sosok Zega yang menghampiri mereka, sedangkan Zena hanya bisa mendengus jengah.
"Boleh, boleh banget Ga...duduk aja di sebelah Zena," Rachel mengedipkan matanya pada kursi kosong di samping Zena, sama sekali tidak mempedulikan tatapan cewek itu yang melolot marah ke arahnya.
Zega mengulas senyum, senyum yang mampu membuat para cewek lumer, namun sangat memuakkan bagi Zena.
"Udah pesen makanan?" Rachel bertanya basa-basi pada Zega yang kini sudah duduk anteng di sebelah Zena.
"Belum." Zega menjawab, namun pancaran matanya tampak memberi isyarat pada Rachel.
Seolah mengerti Rachel mengangguk-anggukkan kepalanya dengan bodoh. Tak menyadari bahwa hal itu membuat Zena mengernyitkan dahinya bingung, diikut oleh Zega yang menghembuskan napas frustasi.
Bego! batin Zega.
"Chel..." suara Zena seakan menarik Rachel dalam kesadarannya, "Kenapa?"
"Hah..." Rachel melongo kebingungan.
"Gue nanya lo kenapa?" kata Zena memperjelas.
"Kenapa apanya?"
Bukannya mendapatkan jawaban, Rachel justru balik bertanya.
Zena mendengus kesal, "Kenapa lo ngangguk-ngangguk kepala kayak tadi?"
"Hah, eng-ngak...oh! gak apa-apa." Rachel menyengir lebar berusaha menyembunyikan sesuatu dari Zena.
Sedangkan Zena yang melihat tingkah aneh Rachel, menyipitkan matanya penuh curiga.
"Lo gak ada main busuk, di belakang gue 'kan Chel?"
Pertanyaan Zena bagaikan petir yang langsung menyambar Rachel. Membuat cewek itu ngeri, namun ia tetap berusaha menutupi kegugupannya. Demi Gilan! Rachel rela menjadi santapan berikutnya oleh Zena.
🍁🍁🍁
Repost 30 Desember 2022