ZenEga

By KRV_tripeople

198K 18.3K 3.3K

Season 1 [End] Season 2 [On Going] Kisah ini, tentang Zenata Aurora Syahfilla, yang begitu membenci cowok ber... More

[ZenEga 00]
[ZenEga 01]
[ZenEga 02]
[ZenEga 03]
[ZenEga 04]
[ZenEga 06]
[ZenEga 07]
[ZenEga 08]
[ZenEga 09]
[Visual Tokoh]
[ZenEga 10]
[ZenEga 11]
[ZenEga 12]
[ZenEga 13]
[ZenEga 14]
[ZenEga 15]
[ZenEga 16]
[ZenEga 17]
[ZenEga 18]
[ZenEga 19]
[ZenEga 20]
[ZenEga 21]
[ZenEga 22]
[ZenEga 23]
[ZenEga 24]
[ZenEga 25]
[ZenEga 26]
[ZenEga 27]
[ZenEga 28]
[ZenEga 29]
[ZenEga 30]
ZenEga QnA
[ZenEga 31] END
ZenEga 2 [00]
ZenEga 2 [01]
ZenEga 2 [02]

[ZenEga 05]

6.7K 715 134
By KRV_tripeople

Tekan sebelum baca boleh?😂
Comment nya jangan lupa juga

Biar gak ketinggalan notifikasi Update, jangan lupa follow akun ini 😚

HAPPY READING 😘

"Aku tak percaya kalau kamu benar-benar tulus padaku. Karena apa? Karena yang serius saja belum tentu sayang, apa lagi yang main-main?"

BAB 5

Sepanjang jalan, Zega terus mengajak Zena berbicara sehingga membuat Zena terus-menerus memutar bola matanya malas. Rasanya, gadis itu ingin sekali menyumpal mulut cowok itu dengan sepatu yang kini sedang di pakainya.

Zena lebih memilih untuk menutup mulut, di bandingkan harus menanggapi semua ocehan Zega yang melebihi aliran sungai nil.

"Zen, rumah lo dimana? masih jauh?" tanya Zega penasaran sambil mengerutkan dahinya.

Sedari tadi mereka terus berjalan di perumahan yang semuanya di dominasi oleh rumah-rumah yang tampak elite dan besar.

Zena hanya diam. Sedangkan Zega mengulangi pertanyaan yang sama kembali dan sukses membuat Zena berhenti. Lalu ditatapnya cowok itu dengan tatapan datar.

"Zen, ini rumah lo?" tanya Zega penuh tanya sambil melihat rumah yang berada di belakang Zena.

Zena melirik ke belakang sekilas lalu beralih ke arah Zega. Sebelah alis gadis itu terangkat seolah menyiratkan 'kalau iya kenapa? dan kalau enggak kenapa?'

Zega tersenyum kecil ketika melihat Zena yang terdiam dan itu pertanda iya, bahwa di hadapannya ini adalah rumah gadis itu.

Zega adalah cowok yang selalu menggunakan prinsip pepatah seperti ini...

"Diamnya cewek itu pertanda iya, tapi sayang aja dia gak mau ngaku gara-gara gengsi."

Begitulah pepatah yang Zega anut. Tapi masalahnya, emang ada yang bikin pepatah seperti itu?

Masa bodohlah, yang terpenting Zega sudah mengetahui rumah Zena. Dengan senyum lebar sambil menatap Zena yang berada di depannya, Zega berujar sebelum akhirnya melengos pergi.

"Akhirnya gue tau rumah lo, Zen. Oke kalo gitu tugas gue anter lo pulang ke rumah selesai dengan selamat tanpa tergores sedikitpun. Kalo gitu gue pamit dulu. Bye Zena, jangan kangen ya...Besok kita ketemu lagi kok."

Namun, Zena hanya memutar bola mata nya malas sambil melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertunda.

🍁🍁🍁

Di pagi buta, Zega dengan semangat menyisir rambutnya sambil bersiul-siul menghadap cermin kebanggaannya.

"Wiih! Gue udah ganteng nih, kece pula, gue jamin si Zena bakal klepek-klepek sama gue," ucap Zega sambil memandang dirinya di cermin dengan gaya sok coolnya.

"Sip!" Zega menaruh sisirnya, lalu ditatapnya cermin itu sekali lagi.

"Kece? Udah dari lahir. Ganteng? Jangan ditanya, ya pasti lah! Nah tinggal apa lagi ya?" tanya Zega ketika merasa ada yang kurang.

"Nah iya!" Zega menjentikkan jarinya. Lalu dengan asal, dia menyambar botol parfum miliknya. "Gue kurang wangi! Masa iya gue jemput Zena masih bau iler? Gak gue banget!"

Lalu Zega menyemprotkan parfum itu ke bajunya hingga tersisa setengah botol. Dia tidak takut jika parfum yang baru di belinya akan habis dalam sekejap ataupun orang akan pingsan hanya dengan mencium parfum Zega yang menyengat seperti harum bunga bangkai.

Sungguh Zega tidak peduli.

Kalau habis ya tinggal beli, seperti orang susah saja.

Kalau pingsan ya doain mati, jangan seperti orang rempong saja.

Kalau putus ya tinggal cari saja lagi, jangan sampai seperti orang gagal move on. Eh?

🍁🍁🍁

Zega dengan mulus memarkirkan motornya di depan gerbang sebuah rumah yang ia ketahui adalah rumah Zena.

Dengan santainya, ia membuka gerbang tersebut dan melangkah masuk ke dalam. Tanpa peduli jika nanti ia di teriakin seorang maling.

Pemuda itu mengetuk pintu dengan semangat sampai ia tersadar kalau di depan matanya ada sebuah bell pintu. Bodoh sekali.

"Buset gue bego apa gimana sih? Ini bell kok baru keliatan yak?" Zega menggaruk kepalanya heran lalu memencet bell tersebut.

Sambil menunggu pintu itu terbuka, Zega merapikan tatanan rambut jambulnya yang sedikit kusut akibat dia memakai helm lalu mematut diri di kaca jendela samping pintu rumah tersebut.

"Yah, jambul gue rusak," decak Zega sembari membetulkan jambulnya.

"Nah gini kan kece," ucap Zega sambil tersenyum lebar dan tak lama kemudian, pintu tersebut terbuka. Zega yang masih memperhatikan penampilannya pun menghentikan aktifitasnya dan menyambut orang yang membuka pintu tersebut dengan semangat.

"Pagi Zena...."

Seketika senyum bersemangat milik Zega luntur seketika, ketika dia melihat siapa yang membuka pintu tersebut.

"Ya ampun... ada anak ganteng ternyata. Sini nak sama nenek sini. Masuk yuk, aduuuuuh nenek seneng deh akhirnya ada anak muda dateng ke rumah nenek. Ganteng lagi! Ih akhirnya nenek gak jomblo lagi!" pekik perempuan itu girang.

Zega menatap ngeri perempuan paruh baya, ah lebih tepatnya perempuan lanjut usia yang sedang memeluk lengannya.

"Aduh nek, saya kesini mau ketemu Zena buat pergi sekolah bareng nek. Zenanya ada?" Zega berucap sembari berusaha melepaskan pelukan nenek- nenek tersebut dengan perasaan dongkolnya.

Dia sedikit geli ketika nenek tersebut mulai bergelayut manja di pundaknya bak anak monyet yang bermesraan dengan sebatang pohon atau bisa jadi simpanse betina yang sedang merayu simpanse jantan.

"Zena siapa, beb? Aku Lina bukan Zena tau! Kamu jahat sih beb sama aku!" jawab nenek tersebut sambil terus merajuk.

Zega kicep sekejap. "Beb?" tanyanya dalam hati. Membuat dirinya bergidik ngeri sekaligus geli dan berusaha lagi meloloskan diri dari nenek tersebut. Semangat Zega!

"Aduh nek kayaknya saya salah rumah deh, maaf ya nek... saya harus pergi sekolah," ucap zega langsung kabur saat dirinya berhasil melepaskan pelukan nenek nenek tersebut.

"Iih, beb baru dateng kok pergi?!" teriak nenek tersebut sambil mengerucutkan bibirnya, "Iiiiih kamu kok ninggalin akuuu sih?! Jahaaaat banget sih kamuu!"

Namun Zega tak menghiraukan nenek itu. Sekalipun nenek itu nangis darah atau nangis sambil jilat aspal pun, bahkan juga nangis sambil jungkir balik. Zega tak akan peduli! yang terpenting sekarang dia harus berlari menuju motornya agar cepat-cepat bisa keluar dari rumah laknat itu.

"Sialan emang... gue dikerjain, bangsat." Zega mengumpat kesal sembari menaiki motornya. Lalu dipakai lagi jaket berserta helm.

Saat sedang asik memakai helm, dia merasakan bahwa seseorang sedang menoel pundaknya. Zega pun melihat ke samping kiri. Seketika, Zega melotot kaget dan mematung. Lalu dalam hatinya, ia berkata.

"Shit, sial lagi gue."

"Halo abang ganteng. Bonceng aku dong bang," ucap seorang banci sambil mencolek genit dagu Zega. Zega menghempaskan tangan om, eh maksudnya cewek tampan di sebelahnya dengan kasar.

"Anjing, sialan lo main colek gue," umpat Zega kesal. Tak dapat dipungkiri, sebenarnya Zega ini takut terhadap banci di karenakan dia mempunyai trauma akan masa lalunya yang pada saat itu di peluk bahkan di cium sama banci.

"Ih, ko abang kasar sih. Jangan gitu abang, ayang ga suka dikasarin. Ayang sukanya di lembutin kek gini," ucap banci tersebut sembari mengelus dada Zega dengan lembut.

Kalau tak mengingat akan eksistensi nya di sekolah, mungkin sekarang Zega sudah menangis dan melempar banci itu dengan helmnya. Namun dia berusaha untuk tetap tidak takut dengan banci genit di depannya ini.

"Untung nih banci makannya nasi. Kalau kanibal, bisa jadi zombie dah gue gara-gara terkena rabies nih banci."

"Pergi gak lo!" Zega membentak sarat emosi.

"Ih, abang galak deh," ucap Banci tersebut sambil hendak memeluk Zega. Namun, Zega langsung berlari dengan kencang dan banci tersebut tak tinggal diam untuk mengejar Zega.

"Abaaaaang, jangan lari dari eneng baaaang!!" teriak Banci tersebut.

"Pergi lo, atau gue lempar sepatu!" ancam Zega sambil melepas sepatunya dan di lemparkan ke arah banci itu, namun tetap saja banci itu masih mengejar Zega.

"Abaaaaang, jangan larii. Eneng takut jadi janda baaaaang!"

"Huaaa mama!" Zega berteriak saat dirinya berhasil di tangkap oleh banci itu. Rasanya Zega ingin menonjok Banci itu tapi keberanian nya itu hilang saat melihat bibir banci itu mendekat ke arahnya.

"Eh-eh, lo mau ngapain bego?!"

"Mau cium abang laah, eneng udah lama gak cium abaaang. Sini, eneng cium dulu."

"Setan!" maki Zega. Perutnya kini terasa ingin muntah saat melihat kumis yang berada di atas bibir hitam banci itu. Belum lagi ketika ia melihat kaki banci itu yang di tumbuhi oleh bulu-bulu yang keriting. Menjijikkan!

"Siapa pun tolong gueee!" batin Zega berteriak.

"Gue bawa pisau nih, cium gue mati lo!" Zega bergerak seakan-akan dia ingin mengambil pisau di saku celananya.

"Ih, si abang galak banget sih, iya deh eneng pergi," gumam banci tersebut akhirnya dan pergi meninggalkan.

"Ck ck, untung pergi lo kalo enggak udah gue gampar bolak balik. Dasar jelmaan anak monyet lo." Zega mengambil sepatunya yang tak jauh darinya lalu memakainya dan bergegas mengambil motornya dan pergi dari tempat itu.

"Sialan bener, awas aja ya si Zena. Abis lo," sambil mengendarai motornya, Zega terus saja mengumpat kesal karena baru pagi saja, semangatnya sudah rusak akibat kejadian tadi.

Kebetulan, saat sedang asik asiknya mengumpat, Zega melihat Zena yang sedang berjalan santai dengan wajah datar. Itu wajah datar aja masih tetap cantik! Heran deh!

Zega tersenyum penuh arti dan berjalan mendekati Zena, tak lupa ia memasang wajah sok kerennya.

"Zena," panggil Zega.

Lima detik kemudian Zena menghentikan langkahnya, tanpa berbalik menghadap cowok tersebut.

"Sialan lo, ngerjain gue! Gara gara lo nih hari ini gua sial," omel Zega dingin. Namun, Zena hanya diam tampak tak peduli lalu berniat kembali melanjutkan langkahnya kalau saja tangan kanannya tidak di cegah oleh tangan Zega.

"Lo lagi sariawan atau lagi puasa ngomong sih?! Gak cape apa tuh mulut? Diem-diem mulu." Zega terus berceloteh.

"Ayo kita berangkat bareng ke sekolah," ajak Zega sambil menatap Zena penuh harap.

Namun Zena tetap bersikukuh pada pendiriannya untuk tetap diam.

"Mau apa kagak?" tanya Zega sekali lagi, mendesak.

"Gak." Zena menyahut singkat lalu ingin melangkah pergi namun kembali di cegah oleh Zega.

Lantas lelaki berjambul itu turun dari motornya. Lalu ia bergerak mencengkeram lengan Zena lebih erat agar gadis itu tak lagi kabur.

"Naik atau gue gendong?"

"Gak dua duanya," jawab Zena singkat. Kini Zega tak tinggal diam. Ia serius dengan ucapannya, buktinya saja kini ia sudah menggendong paksa Zena. Ada beberapa pasang mata yang memandang aneh tindakan sepasang remaja tersebut dan itu membuat Zena malu! Perempuan itu terus memberontak sambil memukul cowok itu dengan berbagai cara. Namun, cowok itu tetap saja menggendong nya dengan paksa, membuat amarah Zena semakin memuncak.

'"Turunin gue gak?!" bentak Zena di telinga Zega yang membuat cowok itu meringis kecil. Namun tetap saja cowok itu tetap menghiraukan Zena.

Zega mendudukkan Zena di atas motornya. "Diem Zen, ntar lo jatuh," ucap Zega sambil menatap mata Zena.

"Turunin gue!" teriak Zena sambil memukul punggung Zega dan berlanjut pada rambut Zega yang kini ia jambak.

"Rambut guee..." pekik Zega saat Zena terus menjambaki rambut kebanggaannya ini.

"Diem Zen!" Zega berucap serius namun di acuhkan oleh Zena.

"Zen lo diem atau mau gue cium?" ancam Zega serius. Kali ini dia benar-benar serius akan ucapannya.

Zena terdiam. Entah mengapa sesuatu dalam dirinya ini bergejolak dan amarah Zena sudah berada di puncak tertinggi. Disisi-nya, tangan Zena sudah terkepal erat, hingga kuku tajam miliknya menancap di telapak tangan.

Zega menatap Zena dengan senyum kemenangan karena ia telah berhasil membuat Zena menuruti perkataannya. Namun senyumnya menghilang saat dia bertatapan dengan bola mata Zena yang berbeda dari sebelumnya.

Napas Zena memburu tak lama kemudian tangannya bergerak menampar Zega dengan teramat keras. "Bangsat!"

Zega langsung meringis perih. Dengan refleks ia memegang pipinya yang terkena kesadisan Zena.

"Perih anjir, merah pasti." Zega meringis sambil mengaca di spion motornya untuk memeriksa keadaan pipinya. Dan benar saja pipinya merah dan tercetak jelas bekas telapak tangan Zena.

"Sekali lagi lo kurang ajar sama gue, gue gak segan-segan bikin tulang lo patah!" desis Zena tepat di telinga Zega.

Lalu tanpa merasa bersalah, Zena meloncat turun dari atas motor Zega dan berlari pergi meninggalkan cowok tersebut.

"Anjir, tamparannya kuat banget gila. Makan apaan sih tuh cewek," tukas Zega sambil mengelus pipinya yg memerah akibat tamparan maut dari Zena.

Sungguh, hari yang menyenangkan memang. Huh.

****

Repost 23 Desember 2022

Whoa, kami kambek egen~~

KANGEN AUTHOR GAK?

ZENA? ATAU ZEGA?

HAYO YANG FANS ZEGA MANA SUARANYAAAA???? *Capslock keinjek Onta :v

Jangan lupa beri dukungan pada kami :) vote dan comment jika suka :*

Hai :) gue Zega :*

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

749K 36.5K 51
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1M 50.6K 67
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
5.5M 373K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
1.3M 58.4K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...