Davendra

By cutesforme_

1.9M 97.2K 3.6K

Dave tidak bisa lepas dari Kana-nya Dave tidak bisa tanpa Kanara Dave bisa gila tanpa Kanara Dave tidak suka... More

AWAL
1•Davendra
2•Davendra
3•Davendra
4•Davendra
5•Davendra
6•Davendra
7•Davendra
8•Davendra
9•Davendra
10•Davendra
11•Davendra
12•Davendra
13•Davendra
14•Davendra
15•Davendra
16•Davendra
17•Davendra
18•Davendra
19•Davendra
20•Davendra
21•Davendra
22•Davendra
23•Davendra
24•Davendra
25• Davendra
27• Davendra
28•Davendra
29•Davendra
30•Davendra
31•Davendra
32•Davendra
33•Davendra
34•Davendra
35•Davendra
36•Davendra
37•Davendra
38•Davendra
39•Davendra
40•Davendra
41•Davendra

26•Davendra

32K 1.5K 80
By cutesforme_

Happy reading

Terdapat kata-kata kasar di setiap chapter⚠️
Adegan toxic, umpatan, pergaulan bebas, toxic relationship ⚠️

Dave mengamuk. Terbukti dengan pacaran kaca dimana-mana, barang-barang yang berserakan sembarang arah, suasana kamar benar-benar kacau dan mencekam.

Mata pria itu memerah, lengannya sudah penuh dengan goresan-goresan bekas pecahan kaca yang ia lempar sembarang arah.

"ARGH!" Suara teriakkan menggelegar memenuhi seisi ruangan. Siapapun yang mendengarnya pasti merasa takut.

Davendra mengepalkan tangannya hingga muncul urat-urat tegang, ia menggenggam gelas dengan kuat hingga gelas itu pecah di tangannya.

Lelehan darah mengalir dari kepalan tangan pria itu. Seperti seakan tidak mengenal rasa sakit, ia malah semakin kuat mengepalkan tangannya. Darah segar terus mengalir.

Prang!

Tepat setelahnya, kaca di banting ke arah tungku api bermodel klasik itu.

Tidak, ini bukan lagi sosok Dave yang selalu brutal. Kini, jiwa itu tergantikan oleh sosok Daven yang tenang. Saat dimana Dave merasa tersiksa, tertekan, marah, maka saat itu Daven akan mengambil alih tubuhnya.

Tatapannya yang tajam mampu membuat siapapun menunduk takut, aura intimidasi nya menguar ke seluruh ruangan.

Daven melangkahkan kakinya dengan tegas ke arah pintu, ia mengetukkan pintunya dengan tenang.

"Buka," suara serak berkata dengan tenang.

Terdengar suara dari luar, itu suara penjaga yang berjaga diluar kamarnya. "Mohon maaf tuan muda, anda tidak di perbolehkan keluar sementara oleh bapak."

Daven tertawa menggelegar, seperti hal tersebut terdengar lucu baginya.

Laki-laki itu meredakan tawanya, seketika matanya kembali menatap tajam dan datar. Bunyi langkah menjadi pertanda bahwa laki-laki itu mulai menjauh dari sekitar pintu.

Daven berjongkok menatap kobaran api yang menjadi satu-satunya sumber cahaya di kamar ini selain lilin yang ada di sudut ruangan.

"Cantik," gumamnya seraya menatap lekat ke arah api yang merah menyala.

Tanpa takut merasa sakit, Daven mengambil satu batang kayu yang masih menyala dengan tangan kosong, seolah-olah ia tidak bisa merasakan panas sama sekali.

Ia melangkahkan kakinya dengan tenang, melangkah kembali ke arah pintu. Masih dengan menggenggam kayu api yang menyala, Daven dengan santai membakar pintu berbahan utama kayu jati itu.

Butuh waktu lama untuk membuat api itu menyebar di area pintu, namun Daven masih di posisi semula dengan memperhatikan pintu yang mulai dilahap habis oleh api.

Pintu terbakar!

Masih dengan memandangi pintu, Dave kembali ke tungku perapian dan mengambil kayu yang menyala lainnya. Tanpa rasa ragu, ia mulai membakar sofa dan kasur yang ada di ruangan itu.

Melihat pintu yang mulai terbakar habis oleh api, penjaga diluar segera mengambil alat pemadam api. Mereka memadamkan api dengan cepat sambil memanggil tuan mudanya, takut terjadi apa-apa kepada tuan mudanya.

"Tuan, keluar! Cepat keluar, sebelum apinya kembali besar." Teriak sang penjaga yang melihat tuannya sedang berdiri menatap mereka dengan bersidekap dada.

Beberapa orang penjaga berhasil masuk, dua orang memegangi lengan Daven untuk mengecek apakah tuannya baik-baik saja.

"Tuan, anda baik-baik saja?" Tanyanya dengan penuh khawatir, sedangkan orang-orang yang berhasil masuk mulai memadamkan api di berbagai sisi.

"Lepas," ucap Daven enggan disentuh sama sekali oleh siapapun.

Penjaga yang memegangi lengan Dave terdiam kaku, ia langsung melepaskan tangannya sambil menunduk tidak bersalah.

"Api tidak pernah menjadi tuan yang lembut, ia selalu menggarap habis apapun yang ada di sekitarnya. Api terdengar serakah bukan? Ia tidak pernah puas meskipun sudah hampir membakar habis ruangan ini beserta isinya."

"Tuan, keluar, kami akan segera memadamkan api." Penjaga itu tidak mengindahkan penuturan Daven, ia mempersilahkan Daven untuk keluar kamar karena api semakin membesar saja.

"Bukankah kamu lelah? Kenapa tidak kamu biarkan saja api itu?"

Penjaga itu merasa jika tuan mudanya ini sangat berbeda dari sosok tuannya yang sebelumnya, ia merasa seperti sedang berhadapan dengan orang yang berbeda namun berwujud tuan Davendra.

"Tuan, saya mohon, keluar, ini berbahaya." Terpaksa, penjaga itu mulai menarik lengan Daven dengan temannya.

"Bagaimana kamu tahu kalau itu berbahaya?" Tanya Daven tampak tidak percaya.

"Tuan, api itu panas."

"Kamu pernah merasakannya? Bagaimana bisa kamu mengatakan api itu berbahaya?" Daven tersenyum miring, lalu tanpa diduga ia mendorong dada penjaga itu dengan kuat hingga penjaga itu terjatuh di ranjang kasur yang penuh dengan kobaran api.

Suara teriakan kepanasan dari penjaga itu memenuhi ruangan.

Daven terkekeh mendengar itu semua. "Nah, karena kamu sudah merasakan api secara langsung. Sepertinya kita harus bercerita tentang api bersama-sama nanti."

****

Setelah menghabiskan waktu cukup lama di rumah sakit, Kanara kini sudah kembali beraktivitas seperti biasa. Ia kembali pergi sekolah dengan tenang tanpa ada gangguan ataupun kehadiran mantan kekasihnya itu.

Sayangnya meskipun Kanara telah beraktivitas normal lagi, hubungan Kanara dengan Devina tidak juga kunjung membaik. Mereka masih saling mendiamkan satu sama lain.

Sepertinya saat ini, mereka duduk sebangku namun tidak ada percakapan hangat diantaranya.

"Kayaknya lo bahagia banget ya, hidup tanpa kehadiran Dave lagi?" Sindir Devina saat melihat Kanara tertawa bersama orang di belakang barisan mereka.

Senyum Kanara pudar, "Sebelumnya hidup gue udah bahagia tanpa ada dia kan?"

"Emm, soal Dave, emangnya dia kemana?" Tanya Kanara benar-benar murni penasaran, tidak ada maksud apapun.

Devina tidak mau menjawab, ia hanya mengangkat kedua bahunya acuh. "Mungkin, baik gue ataupun elo gak bakal ketemu dia lagi."

Kanara terdiam beberapa saat, "maksud lo?"

"Ngapain lo penasaran? Bukannya lo senang? Atau lo gak mau berterimakasih sama gue karena gue udah bantu lo lepas dari dia?"

Meskipun terlihat enggan, Kanara tetap mengiyakan. "Makasih," ucapnya tak ikhlas.

****

Naresh merangkul pundak pacarnya yang kesekian kalinya dengan santai, mereka sedang berjalan-jalan pada malam Minggu seperti remaja pada umumnya. Jadwal jalan Naresh kali ini bersama Fasya, gadis cantik anak SMA sebelah yang ditemuinya saat ia tanding basket di SMA itu.

"Sayang, kamu tunggu sebentar ya? Aku mau beli minum dulu," ucap Naresh kepada Fasya.

Dua sejoli itu sedang menonton konser yang akan tampil beberapa menit lagi, Naresh dengan manisnya berinisiatif untuk membelikan minuman.

Fasya yang masih fokus pada konser yang akan dimulai itu menoleh, ia mengangguk mengiyakan.

Naresh mengacak rambut pacarnya lembut, ia pergi dari sana untuk mencari minuman.

Hari ini sudah cukup malam, sekitar pukul sebelas malam namun suasana sekitar masih ramai karena adanya konser ini. Naresh pergi mencari toko di dekat sekitar, ia tidak berminat membeli minuman tawaran abang-abang. Ia berencana memilih kopi kalengan yang mengharuskannya mencari mart terdekat.

Naresh memasuki area toko, ia memilih-milih minuman yang akan ia beli. Saat masih sibuk membeli minuman, Naresh menoleh ke sisi kanannya karena melihat seorang gadis dengan kaki yang tertusuk pecahan beling.

"Mbak, itu kakinya gak apa-apa?" Tanya Naresh agak risih dan ngeri melihat darah yang mengalir banyak.

Perempuan itu menoleh ke arah kakinya, ia terlihat kaget melihat keadaan kakinya, seperti baru sadar jika kakinya berdarah banyak. "Ah, gak apa-apa kok."

Naresh mengangguk, ia samar-samar mendengar gumaman gadis itu.

"Duh, kok bisa berdarah segini banyaknya?" Lirih perempuan itu seakan tidak merasa sakit sama sekali.

Gadis itu, Mianisha Ovyanika namanya. Ia adalah gadis yang cukup spesial, gadis itu berjongkok di depan supermarket sambil mencabuti pecahan beling yang menusuk kakinya dengan santai.

Mianisha masih fokus meneliti telapak kakinya yang masih saja mengeluarkan darah.

Gadis itu tersentak kala seseorang yang menyapanya tadi ikut duduk di sampingnya.

Naresh tiba-tiba saja menghampiri gadis itu dengan membawakan kain kasa dan Betadine yang ia beli di supermarket tadi.

"Coba, gue liat kakinya." Meskipun masih terlihat kaget, namun Mianisha mengikuti ucapan Naresh.

"Duh, banyak banget ini darahnya, kayanya dari tadi berceceran dimana-mana deh darahnya." Ucap Laki-laki itu fokus menyiramkan air kepada luka gadis itu yang masih menganga.

"Kalau sakit bilang ya," imbuh Naresh mewanti-wanti saat akan meneteskan Betadine pada luka gadis itu.

Namun Mianisha justru tidak menunjukan ekspresi apapun, ia hanya diam saja seolah tidak merasakan sakit sama sekali.

"Lo kuat banget ternyata, kalo gue jadi lo udah nangis-nangis minta ke dokter." Puji Naresh kagum sebab sedari tadi Mianisha tidak meringis sedikitpun.

Mianisha tersenyum kecil. "Gue nggak pernah ngerasain sakit, gue bahkan gak tahu rasanya gimana."

"Maksud lo?" Tanya Naresh tidak mengerti.

"Congenital insensitivity to pain with Anhydrosis atau di sebut dengan CIPA, yaitu penyakit dimana seseorang tidak dapat merasakan sakit sama sekali."

TBC

suka ga?

sorry for typo

ak usahain lebih sering up ya

vote &komen

Seee uuuuuu

Continue Reading

You'll Also Like

15K 1K 16
River Ginanza, dia adalah lelaki brandal yang merupakan ketua geng motor bernama Jupiter. Tidak ada yang tau bagaimana River sebenarnya, bahkan dia t...
1.9M 129K 87
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 🚫Banyak adegan kekerasan, perkataan kasar, bijaklah dalam membaca. Seorang gadis kelahiran Indonesia terpaksa pergi ke Ital...
163K 10.5K 26
Dipaksa jadi pacar dari seorang kriminal? Ini adalah kehidupan Vani yang mendadak berubah drastis setelah tragedi pemaksaan Deon. Semua orang menjadi...
297K 19.4K 43
Cemburuan? Awalnya biasa saja. Namun semakin hari, dia semakin manjadi saja. _______________________ "Aku bukan badut bodoh yang bisa kamu bohongin."...