Tarachandra

By FitriNurOkta

227K 29.5K 2.3K

🏅Haechan🏅Anaktunggal🏅Imyoona Melihat tumbuh kembang Tarachandra Edward Bimasena si anak tunggal kesayangan... More

Prolog
1. Malaikat kecil
2. Sepertinya Salah Paham
3. Ayah Dan Bola
4. Keluarga Nana
5. Edward Anak Baik
6. Kambuh
7. Pembullyan
8. Keluarga Bimasena
9. Tempat Pertama
10. Kesehatan Mental
11. Trauma
12. Berkat Luna
New Cast. (Bagian Kedua)
13. Setelah Penantian Panjang
14. Hari Pertama
15. Culture Shock
16. Orang Asing
17. Berapa Nomor Whatsappmu?
18. Deja Vu
19. Pembohongan Publik
20. Nongkrong? Nggak Dulu
21. Teman Lama
22. Siapa Paling Absurd?
23. Minta Izin Dulu
24. Tentang Keluarga
25. Kembali Berjumpa
26. Bandel Sih
27. Hal Yang Baru
28. Belum Cukup Umur
29. Bukan Playboy
30. Selamat Ulang Tahun
31. Bisa Dipertimbangkan
32. Menjadi Jaksa
33. Memancing Emosi
34. Senja
35. Bad Mood
36. Menagih Janji
37. Hari Terakhir
38. Tidak Bahagia
39. Tentang Hati
40. Porsi Ujian
41. Cium Dulu
42. Emang Boleh Pacaran?
43. Remaja & Asmara
44. Yakin?
45. Adik Selamanya
46. Kasmaran
47. Tentang Pewaris
48. Menunjukkan Rasa
49. Harga Diri
50. Berbicara Tentang Karir
51. Jatuh Cinta
52. Agenda Yang Tertunda
53. Deep Talk
54. Sayang Atau Tega?
55. Harusnya Usai
56. Terbebankan Oleh Ekspektasi
57. Keadaan Seakan Berbalik
58. Harus Ada Pengorbanan
59. Sekali Saja
60. Usai Sampai Di Sini
New Cast. (Bagian Ketiga)
61. Sampai Pada Impian
62. Bukan Manusia Lemah Lembut
63. Reuni Satu Bulan Sekali
64. Saudara dan Sahabat
65. Friends With Benefits
66. Sebab Akibat
67. Jawaban Dari Sebuah Penantian
69. Siap Menikah / Ingin Menikah?
70. Jika Rasa Belum Usai
71. Dia Pengecut
72. Pertaruhan
73. Cinta Menyatukan Kita

68. Selalu Selangkah Lebih Maju

978 173 19
By FitriNurOkta

Pagi ini dihari minggu, khusus Jaena mengumpulkan teman-temannya yang ada untuk pergi makan siang bersama, yang meskipun teman-teman dimaksudnya hanyalan Raynar dan Edward.

Raynar, laki-laki berdarah campuran itu tidak akan pernah menolak dengan alasan yang lain ketika temannya mengajak untuk bertemu, meneruskan usaha keluarganya ternyata sangat menguntungkan terutama dari segi waktu.

"Seriusan secepet ini, Jaena?" Tanya Raynar memastikan sekali lagi, pasalnya kabar membahagiakan yang disampaikan oleh Jaena terasa terlalu mendadak.

"Enggak, gue emang nggak mau lama-lama. Bukan acara tunangan yang mewah, cuma lamaran antara keluarga besar." Jelas Jaena setelah meminum air putih.

"Tapi terkesan kayak buru-buru nggak sih? Nanti dikira Luna hamil duluan." Ucap Raynar tanpa difilter terlebih dulu.

"Mulutmu, Gandhi." Tegur Edward dengan wajah tidak ramah.

"Enak aja lo. Gue sama Luna aja nggak ada sesi pacaran." Balas Jaena.

"Ya cepet-cepet soalnya kita juga udah sama-sama dewasa, mau cari apa lagi? Lagian gue takut nanti dia berubah pikiran." Lanjut Jaena.

"Berubah pikiran maksdu lo?" Tanya Raynar sambil mengernyitkan dahinya.

"Soalnya sebelum ini dia udah nolak gue, tapi Luna ngabarin kalau mau nerima lamaran gue."

"Bukannya itu lebih nakutin ya, takutnya dia nggak beneran tulus nerima lo. Siapa tau ada yang dia taksir sebenernya, Edward mungkin." Ucap Raynar lalu menatap kedua bersaudara di depannya tersebut.

"Gue nggak tau, yang penting sekarang dia udah nerima gue." Balas Jaena, mau bagaimanapun, dirinya sudah menyukai Luna dari dulu.

Sudah sangat lama Jaena mengimpikan moment ini, dirinya tidak mau kehilangan kesempatan hanya karena berpikiran logis.

"Lo sendiri nggak punya perasaan ke Luna kan, Ward? Jangan sampe lo nyimpen perasaan ke Istri Saudara lo sendiri?" Kali ini Raynar bertanya dengan nada yang lebih baik, memastikan jika kedua orang di depannya akan tetap baik-baik saja.

"Kita cuma temen." Jelas Edward.

"Syukur deh." Balas Raynar.

"Karena gue tau cinta lo masih di Belanda. Tapi tenang aja, pas nikahan gue atau Jaena mereka pasti balik ke sini kok, gue udah berkali-kali ngingetin Jendra." Ucap Raynar.

"Kayaknya gue duluan deh, lo lama persiapannya." Balas Jaena.

"Bukan gue yang lama, tapi lo yang kebelet kawin, nikah maksudnya." Cibir Raynar.

Rasanya Raynar telah membuat Edward trauma saat mendengar negara Belanda disebut, yang sebelumnya tidak ada masalah baginya.

"Tapi Shireen cakep banget sih, Ward sekarang. Nggak salah dulu gue pernah naksir sama dia." Raynar kembali mengompori temannya yang masih terlihat tenang tersebut.

"Dari dulu juga cantik." Balas Edward tidak munafik, siapa yang tidak mengakui kecantikan Shireen?

"Gagal move on kan lo? Makanya nanti kalau ketemu lagi, pepet terus orangnya. Balikan sama mantan nggak buruk kok."

"Tapi nggak tau Shireen sekarang masih sendiri atau udah punya gandengan bule Belanda, secara dia cantik dan agak-agak bule gitu." Lanjut Raynar.

Dan rasanya mustahil bagi perempuan semenarik itu terus menyendiri dalam waktu yang lama. Satu hal yang harus Edward ingat, jika dirinya bukan laki-laki pertama yang hadir dihidup Shireen, meskipun gadis itu adalah cinta pertamanya.

Edward benar-benar terjebak dalam kisah lama yang belum usai, dia terjebak dengan perasaannya sendiri, maka dari itu jangan terlalu menaruh perasaan terlalu dalam pada anak manusia yang bahkan tidak ada yang tahu berapa lama akan bisa terus bersama.

•••

Malam ini, keluarga besar Maitreya termasuk Ibunda dari Edward ikut pergi ke rumah Luna, untuk melanjutkan niat baik yang sudah Jaena katakan.

Juna, dirinya hanya memiliki Adik kembar yaitu Yuna sebagai keluarganya, maka dari itu tidak ada alasan untuk tidak mengajaknya kemari.

Jaena memakai kemeja batik begitupun dengan Papanya, Jordan dan juga Edward, lebih tempatnya para pria memang sepakat untuk memakai tema tersebut.

Mereka semua sudah duduk di ruang tamu kediaman Luna. Benar-benar acara yang sederhana dan kekeluargaan, dimana keluarga Luna yang terdiri dari kedua orangtua dan seorang Kakak laki-laki yang sudah menikah serta memiliki satu orang putri yang masih balita, selebihnya tidak ada yang lain.

Edward memperhatikan Luna yang terus menunjukkan senyum ramahnya di hadapan semua orang. Gadis yang memiliki kepribadian baik itu akan berjalan selangkah lebih maju dari Edward, dan sekali lagi Edward harus mengaku kalah dari Luna yang sepertinya sampai kapanpun Edward tidak akan pernah bisa melampuai gadis itu.

Semenjak telepon satu minggu lalu, mereka tidak pernah lagi bertukar kabar, meskipun hanya sekadar melalui telepon, apalagi bertemu.

Belum menikah saja Luna sudah menjaga jarak darinya, Edward terus membatin seperti itu.

Acara dimulai, Jaena menyelesaikan kata-katanya tentang maksud tujuannya datang ke sini dengan baik, laki-laki itu memiliki tujuan untuk melangkah dengan serius.

Jaena sadar jika dirinya bukan Anak secerdas dan semembanggakan Edward, dirinya bukan Anak yang terlahir cerdas tapi Jaena tahu jika tidak ada Anak di dunia ini yang terlahir untuk bodoh, maka dari itu ia berusaha sangat keras selama ini untuk menjadi Dokter, profesi yang selalu disegani semua orang tersebut, yang juga sama seperti perempuan disukainya.

Jaena laki-laki pemberani, dan hal itulah yang tidak dimiliki Edward. Jaena berani pergi dari zona nyaman dihidupnya, sama seperti saat dirinya lebih memilih untuk menjadi Dokter forensik, alih-alih menjadi Dokter umum.

•••

Disaat yang lain masih menghabiskan waktu untuk mengobrol di meja makan, terutama dua pemeran utama malam ini bersama keluarganya, Edward memilih untuk pergi ke teras rumah dan melihat bunga-bunga yang terawat dengan rapih di area kediaman keluarga Luna.

"Chandra, kamu ngerokok?" Tanya seorang laki-laki dari arah depan rumah sambil mendekat.

"Enggak, Kak." Balas Edward.

"Aku kira tadi kamu ke luar mau ngerokok. Biasanya habis makan emang enaknya ngerokok." Ucapnya sambil menyalakan satu batang rokok dan menghisapnya.

"Kak Danu biasanya gitu?" Tanya Edward.

"Iya, asik tau." Balas Danu, Kakak dari Luna tersebut.

"Asik paru-parunya bisa berubah warna ya kan?" Sarkas Edward membuat Danu tertawa sambil meneruskan menghisap rokoknya.

"Aku tau kalau nggak baik ngomong gini, tapi aku sering kali mikir kalau Luna bakal punya marga baru sebagai Bimasena, ternyata enggak. Tapi Maitreya bagus juga ternyata." Ucap Danu sambil tersenyum.

"Persahabatan antara laki-laki dan perempuan itu mustahil kalau salah satunya atau bahkan keduanya nggak ada rasa, meskipun udah berteman dari kecilpun." Ucap Danu.

"Jadi kamu punya perasaan nggak sebenernya sama Luna? Aku rasa ini belum terlalu terlambat meskipun bakal rumit." Lanjut Danu.

Edward tersenyum lalu terkekeh pelan, merasa selalu mendapatkan pertanyaan yang sama dari banyak orang. Apa dirinya semesra itu saat bersama dengan Luna?

"Kita cuma temen, nggak lebih." Jelas Edward.

Edward bukan takut kehilangan Luna sebagai seorang wanita, ia hanya merasa takut jika setelah ini dirinya akan kehilangan sosok teman yang selalu menemaninya selama ini, dan hal itu pasti akan nyata terjadi.

"Berarti Luna yang punya perasaan sama kamu." Ucap Danu.

"Adikku menggambil keputusan besar, dan itu bagus karena kalian nggak bakal bisa bersama." Ucap Danu.

Menantikan hal yang tidak pasti, bukankah itu hanya akan membuang-buang waktu?

•••

"Kamu nggak lagi galau kan, Edward?" Tanya Jordan sambil menaruh satu cangkir kopi ke atas meja kerja Anaknya. Hal yang selalu pria itu lakukan jika ingin mengajak Edward berbicara lebih lama.

"Kerjaanku banyak, Yah." Ucap Edward dari kursi kerjanya, lalu memutar roda benda itu untuk menghadap Jordan yang duduk di atas tempat tidur.

"Ayah juga pernah seusia kamu dan menjalani rutinitas kayak kamu gini. Kita punya profesi yang sama." Ucap Jordan.

"Bedanya, Ayah seusia kamu udah punya Istri. Kalau lagi pusing masalah kerjaan, Ayah punya tempat nyaman yang jauh lebih baik dari tempat tidur, karena bisa diajak cerita." Lanjut Jordan.

"Ayah nikah umur duapuluh lima tahun, terus punya Anak umur tigapuluh tahun. Setelah nikah dikasih waktu lima tahun sama Tuhan buat pacaran secara halal sama Bunda. Ayah bahagia hidup di dunia setelah ada kalian berdua, meskipun Ayah selalu ngelunjak sama Tuhan supaya bisa dikasih Anak lebih dari satu. Kamu bayangin aja, punya Anak satu aja seneng banget, apalagi kalau banyak Anak ya kan?" Jordan bercerita.

"Kamu nggak apa-apa kalau masih belum mau serius untuk menikah sekarang Edward, tapi jangan pernah berpikir buat nggak mau menikah sampai kapanpun. Hidup bertiga gini aja rasanya masih sepi waktu salah satunya lagi nggak ada, apalagi hidup sendirian. Mungkin sekarang kamu masih punya Ayah sama Bunda, tapi berapa lama sih umur kita? Pada akhirnya kamu juga harus punya keluarga sendiri Edward, dan kamu yang akan jadi pemimpinnya." Ucap Jordan, mencoba menasehati dengan baik.

Jordan hanya takut jika Edward tidak memiliki tujuan hidup dan hanya terfokus kepada keluarganya saat ini. Bukankah hidup akan terus berjalan?

Sesuatu akan tumbuh dan lainnya akan pergi, bukankah seperti itu fase kehidupan? Dan mempersiapkan segala hal dengan matang adalah sesuatu paling bijak.

"Apa Ayah mau aku cepet-cepet nikah? Bunda juga gitu?" Tanya Edward.

"Bunda selalu dukung apapun keputusan kamu, tapi dia juga selalu berpikir sama kayak Ayah." Balas Jordan.

"Ayah cuma takut kamu terlarut sama kehidupan kamu sekarang." Lanjut Jordan.

"Ayah bener, aku sering berpikir kalau udah nggak ada yang harus aku capai lagi, setelah semua hal udah aku rasain, bahkan cita-citaku pun udah aku dapat." Ucap Edward.

"Tapi ternyata aku salah, aku belum cukup membahagiakan kalian, padahal cuma aku harapan kalian." Edward merapatkan bibirnya, lalu membuang nafasnya dengan cukup dalam.

Punggung Anak tunggal selalu terasa berat, semua pihak akan selalu menumpuhkan harapan kepadanya, tanpa memberi celah sang pemilik hidup untuk hidup dengan caranya sendiri.

Tapi Edward selalu sadar jika apa yang dipikirkan dan harapkan oleh Jordan serta Yuna adalah hal yang baik, kedua orangtuanya tersebut selalu memikirkan hal indah untuk hidup Anak ini.

Maka dari itu jika Jordan dan Yuna ingin melihat Edward menikah, laki-laki itu akan mewujudkannya, lagipula umurnya sudah cukup untuk menjadi kepala keluarga, membangun keluarganya sendiri dengan indah.

Edward bukan lagi Anak umur sepuluh tahun yang akan terus bergantung pada orangtuanya, sekarang dirinya sudah dewasa, dia akan membuat kisahnya sendiri.

~~~

Gimana sama chapter ini?

Seneng liat respon kalian, tapi bisa dong komen ceritanya juga hehehe, dan makasih atas dukungannya, bikin aku nggak sabar buat update.

Nunggu libur kalau nulis, itupun kalau ada inspirasi, jadi sabar ya 🥲

Mau nasehatin Edward nggak?

Pesan buat Jaena?

Kata-kata buat Bu Dokter?

Kak Danu, Papa muda

Continue Reading

You'll Also Like

154K 24.3K 44
- apakah semakin bertambah umur, akhlak Rafan akan semakin bertambah baik atau malah semakin menipis saja? saksikan kesengsaraan bapak Rafansyah Ali...
700K 25.5K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

684K 32.8K 51
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.2K 783 10
" Kemarilah, dunia terlalu mengerikan untukmu putraku "