Two Side

بواسطة fatasyaa19

628 186 76

Kematian secara misterius salah satu dosen membuat anak-anak jurnalistik tergerak untuk mencari tahu penyebab... المزيد

Bab 1 | Ada Pembunuhan?
Bab 2 | Siapa korbannya?
Bab 3 | Korban diketahui
Bab 4 | Dibalik sikap Maria
Bab 5 | Mencurigakan
Bab 6 | Paket?
Bab 7 | Jadinya, salah siapa?
Bab 8 | Terungkap
Bab 9 | Menyusun Strategi
Bab 10 | Gara-gara Sisil
Bab 11 | Berhasil
Bab 12 | Posesif
Bab 13 | Siapa sih, kamu?
Bab 14 | Masa Lalu Gilang Pramudi
Bab 15 | (Bukan) Penyesalan
Bab 16 | Kamu kah, itu?
Bab 17 | Lagi
Bab 18 | Cemburu buta
Bab 19 | Ayo spill
Bab 20 | Penyelidikan
Bab 21 | Diculik
Bab 22 | Mencari Revina
Bab 23 | Berlanjut
Bab 24 | Mendapatkan bantuan
Bab 25 | Menemukan jejak
Bab 26 | Orang dekat
Bab 27 | Dilema
Bab 28 | Apa dia orangnya?
Bab 29 | Praduga
Bab 30 | Petunjuk
Bab 31 | Dalang
Bab 33 | Akhirnya...

Bab 32 | Usaha Pelarian

15 3 1
بواسطة fatasyaa19

Kain putih gading menyumpal mulut gadis yang kehilangan kesadarannya. Sementara kedua tangannya terikat di atas headboard dan kakinya menekuk dengan tali membelit kedua pergelangan kaki hingga pergerakannya jadi terbatas. Napas Revina terasa pendek-pendek terdengar. Mungkin karena sesak yang ia rasakan usai meneguk minuman yang menimbulkan sensasi terbakar pada tenggorokan.


Revina yang baru pertama kali mencicipinya, sudah kolaps duluan. Padahal niatnya, ia ingin lebih dulu mencerca Revina dengan segudang perbuatan yang membuat gadis itu jera.

Bosan. Detik demi detik telah berlalu. Ia gunakan sebagian besar untuk menunggu kesadaran Revina pulih kembali. Jika ingin melancarkan aksinya, ia membutuhkan kesadaran gadis itu agar ambisinya terpuaskan. Namun, menunggu terlalu lama juga bukan opsi terpenting karena membuatnya makin jemu.

“Sial!”

Ia menendang kursi tanpa sandaran bahu dan tangan dengan kesal. Hidungnya berkedut hingga berakhir dengan dengkus tak sabaran, lantaran orang yang dinantikannya malah nyaman terlelap.

Langkah lebarnya ia percepat. Ketika sampai di sisi tubuh Revina yang terbaring, ia menarik rambut Revina sampai-sampai gadis itu sepenuhnya menengadahkan kepala, menghadap kepadanya. “Lo tuh, gadis munafik, nyusahin, dan yang paling gue benci dari lo...,” Sebelah tangan yang lain, ia gunakan untuk membelai wajah mulus Revina yang masih terlelap. Bahkan dari jarak sejengkal ini, harus ia akui jika tubuh Revina memang mengeluarkan harum bayi yang mampu mengikat perangai asli seseorang terkuak. “Lo terlalu sempurna sebagai orang yang berdosa,” desisnya.

Sejemang kemudian, terdengar suara lenguhan dari bibir mungil itu. Ia pun menyeringai. “Bangun!” katanya, sambil menjambak rambut Revina hingga membuat gadis yang masih setengah diri mengumpulkan kesadarannya, kini merintih kesakitan.

Ketika kedua mata Revina terbuka sepenuhnya, ia mengerjap pelan. Sensasi pening yang menghantam kepalanya, disertai rasa perih yang berasal dari tarikan rambutnya, membuat mata Revina terpaksa menatap sosok laki-laki itu.

Sosoknya masih sama seperti yang terakhir kali Revina lihat, menggunakan topeng setengah wajah dengan senyuman yang tercetak pada wajahnya membuat Revina merinding. Sebab, dari tampilannya saja, ia mempunyai firasat buruk. Revina mencoba menyumpah-serapahi laki-laki yang kini  memandangnya dengan pandangan hina.

“Jangan berontak! Itu tak akan berguna.” Peringatan dari laki-laki itu begitu memuakkan bagi Revina. Apalagi dengan tidak sopannya, tangan laki-laki itu menjelajahi leher Revina.

Gadis itu berontak, hingga menggerakkan kakinya supaya terlepas dari jeratan tali. Ia memalingkan muka saat sosoknya berusaha menyentuh wajahnya. Revina bersumpah dalam hati, bahwa ketika selesai dengan kasus ini, ia akan menuntut pada perilaku bejat laki-laki itu.

Namun, bukannya merasa tersinggung dengan penolakan Revina, ia malah makin menikmati raut muka gadis yang kini tengah gelisah. Badannya ia condongkan hingga hampir berhimpitan dengan Revina. Senyumannya makin melebar tatkala ia mendapati sosok Revina yang sudah menitihkan air matanya.

“Sayang sekali. Ini terakhir kalinya lo bisa lolos Revi,” ungkapnya.

Revina merasa jika ikatan pada kakinya mulai mengendur, tetapi ia juga merasakan perih akibat gesekan tali dengan kulitnya. Namun, bukan itu yang menjadi penyebab tangisnya pecah. Melainkan pada perilaku laki-laki itu yang mulai melucuti pakaian Revina.

Dasar iblis! Terkutuk lo! geram Revina dalam hatinya. Jika saja mulutnya tidak disumpal, sudah pasti Revina akan meludahinya saat itu juga.

Sekuat apa pun ia mengelak, tangan laki-laki itu lebih cekatan darinya yang tidak bisa bergerak bebas. Linangan air mata serta ketakutan yang menyelimutinya makin menjadi-jadi saat sosok itu mulai menyisakan underwear-nya.

Kaki Revina yang tidak bisa diam sedari tadi, lantas diapit oleh sosoknya yang sudah hampir menindih separuh tubuhnya. Revina makin tegang. Beberapa kali ia menggeleng dan berusaha melepaskan diri.

“Lepwash swalwan!”

“Ck, ck, keras kepala!” Ia menoyor kepala Revina hingga membentur tembok. Lalu menyentil jidat Revina beberapa kali hingga Revina merasa kalau kepalanya tambah pening.

Lalu, tangis Revina pecah. Laki-laki itu dengan sekenanya memberikan kissmark pada lehernya dan beberapa tempat terlarang. Revina betul-betul ingin menenggelamkan diri saja. Ia merasa malu sekaligus jijik dengan dirinya sendiri. Bagaikan wanita yang tidak bermoral, yang membiarkan laki-laki lain menyentuhnya.

Tidaaak! Ini semua gara-gara laki-laki itu!

Namun, kepuasan laki-laki itu tidak sampai menyiksa Revina dengan perasaan hina seperti sekarang ini saja, melainkan jauh dengan perbuatan yang lebih menjijikkan lainnya.

Tak lama setelah laki-laki itu melucuti pakaiannya sendiri, mata Revina terbelalak. Ia menggeleng keras. Kepalanya mulai membayangkan skenario paling buruk. Tangisnya makin pecah dan tawa menyebalkan dari laki-laki itu, mendominasi ruangan yang kini sudah berceceran pakaian dua orang tersebut.

“Kali ini tidak akan ada ampun, Revi.”

Tepat ketika laki-laki itu mulai melancarkan aksinya untuk menyerang tubuh Revina, dering telepon yang tidak berhenti menghubungi ponselnya membuat laki-laki itu berdecak. Ia berniat mematikan panggilan tersebut, tetapi saat matanya melihat id call, ia mengumpat. Lalu memakai pakaian secara asal.

Setelah memberikan peringatan pada Revina untuk tidak senang dahulu, ia pun keluar dari kamar sambil membantingkan pintu. Takut-takut Revina mendengarkan percakapannya jika ia tetap berada di tempat tersebut. Namun, yang tidak ia ketahui adalah bahwa tali-temali yang mengikat kaki serta tangan Revina kian mengendur karena gerakan berontak yang dilakukan oleh Revina.

•oOo•

Silau mentari makin menyengat. Hal itu membuat keringatnya keluar banyak, menimbulkan sensasi perih dan ngilu pada bekas-bekas luka di beberapa bagian tubuhnya. Pakaian kebesaran yang ia ambil secara sembarangan dari lemari di ruangan terkutuk itu, setidaknya dapat menutupi bercak pada bagian tubuhnya.

Ia mulai pesimis dengan arah rute larinya. Namun, saat ia mendapati jika tempatnya dikurung selama ini, adalah tempat yang tidak asing lagi baginya, muncul setitik harapan bahwa ia bisa keluar dari tempat ini. Revina akhirnya menampar pipinya sendiri, setelah ia menyeka wajahnya yang tiada berhenti menangis sepanjang perjalanan.

“Lo kuat! Jangan kalah sama mereka!”

Ia menengok ke belakang, waspada jika ada yang mengikutinya. Namun, meski ia familiar dengan tempatnya ini, ia tidak dapat menebak siapa sosok menjijikkan itu. Tanpa menunda waktu untuk berpikir, ia kembali memacu langkah kakinya yang terseok menuju tanah lapang.

Napasnya tersenggal. Sesekali terdengar rintihan dari mulutnya akibat luka yang bersentuhan dengan daun-daun ilalang--setinggi setengah badan--yang menutupi jalannya. Ia menghalangi pantulan mentari dengan punggung tangan saat ia berada di hadapan tanah lapang yang luas. Di penghujung mata, ia dapat melihat atap-atap rumah warga yang tidak sama tinggi.

Rasa lega menyusup hingga ke dada. Ia tersenyum haru. Namun, kesenangan itu tidak berlangsung lama, sebab manik matanya dapat melihat beberapa sosok berpakaian serba hitam dengan tato pada leher hingga lengan, membuat ia yakin jika salah satu dari sosok itu adalah orang yang berinteraksi dengannya ketika di ruangan terkutuk itu.

Revina berjongkok seketika. Jantungnya kian berdebar saat mendengar langkah kaki mendekat. Ia memang bersyukur karena dapat melihat pemukiman warga, itu artinya ia bisa meminta pertolongan. Namun, ia tidak yakin jika langkah kakinya mampu sampai ke pemukiman itu dengan selamat, terlebih dengan kondisi kakinya yang luka seperti sekarang. Belum lagi, dua orang bertubuh kekar itu sudah pasti lihai dalam menangkap tubuhnya yang lemah ini.

Ia memejamkan mata. Seketika Revina benar-benar ingin mempercayai adanya keajaiban karena berdoa pada Tuhan. Namun, sayangnya doa yang ia panjatkan sepertinya tidak sampai pada Tuhan, ia dapat merasakan jika derap langkah itu makin mendekatinya. Ia makin kalut dan bingung.

“Gue mohon, jangan....”

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

181K 5.2K 48
[Wajib Follow Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertingg...
17.3K 1.4K 21
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...
1.6M 207K 39
[ FOLLOW DULU SEBELUM BACA ] BELUM DI REVISI!! SEBAGIAN PART SENGAJA DI HAPUS!!🙏🙏 PLEASE YANG BACA CERITA INI KALAU UDAH TAU ENDINGNYA JANGAN SPOIL...
142K 17.6K 15
Book 2 Sekuel I'm not Stupid! "KAMI ADA DAN BERLIPAT GANDA!" __Basis New Generation. 3 tahun sudah kasus tenggelamnya Anarkali di danau Magnesium Hig...