Two Side

By fatasyaa19

628 186 76

Kematian secara misterius salah satu dosen membuat anak-anak jurnalistik tergerak untuk mencari tahu penyebab... More

Bab 1 | Ada Pembunuhan?
Bab 2 | Siapa korbannya?
Bab 3 | Korban diketahui
Bab 4 | Dibalik sikap Maria
Bab 5 | Mencurigakan
Bab 6 | Paket?
Bab 7 | Jadinya, salah siapa?
Bab 8 | Terungkap
Bab 9 | Menyusun Strategi
Bab 10 | Gara-gara Sisil
Bab 11 | Berhasil
Bab 12 | Posesif
Bab 14 | Masa Lalu Gilang Pramudi
Bab 15 | (Bukan) Penyesalan
Bab 16 | Kamu kah, itu?
Bab 17 | Lagi
Bab 18 | Cemburu buta
Bab 19 | Ayo spill
Bab 20 | Penyelidikan
Bab 21 | Diculik
Bab 22 | Mencari Revina
Bab 23 | Berlanjut
Bab 24 | Mendapatkan bantuan
Bab 25 | Menemukan jejak
Bab 26 | Orang dekat
Bab 27 | Dilema
Bab 28 | Apa dia orangnya?
Bab 29 | Praduga
Bab 30 | Petunjuk
Bab 31 | Dalang
Bab 32 | Usaha Pelarian
Bab 33 | Akhirnya...

Bab 13 | Siapa sih, kamu?

17 7 1
By fatasyaa19

Keadaan Maria sudah jauh daripada baik. Irish, Ibu Revina seakan mengerti kondisinya hingga tidak banyak bertanya tentang persoalannya. Kealpaan Revina di dalam rumah, tidak membuat Maria seperti orang asing di rumah Atmaja. Kehadirannya justru disambut hangat oleh mereka.

Meskipun baru mengenal Revina dua tahunan lalu, tetapi Maria sudah dianggap seperti bagian dari keluarga Atmaja. Hatinya seketika menghangat mengingat keramahan mereka yang tidak berhubungan darah dengannya, justru lebih manusiawi memperlakukannya. Jika harus dibandingkan dengan dia yang menyumbangkan gennya hingga mengalir dalam tiap nadi Maria.

Hubungan darah tidak menjadi tolak ukur keakraban seseorang, bukan?

Usai sarapan bersama, keluarga Atmaja sudah sibuk dengan aktivitas mereka, seperti Bu Atmaja yang mengolah kukis untuk anak-anak panti dekat perum, dan Pak Atmaja yang sudah berangkat ke kantornya sejak tiga menit silam. Menyisakan Maria yang kini sedang berada di ayunan, berada di taman belakang.

Semilir angin menjelang siang hari, meniupkan puluhan bunga dandelion yang sudah bermekaran. Cuaca pun tidak begitu menyengat dan matahari sejak tadi pun terasa bersahabat. Maria memejamkan matanya seraya menikmati keagungan Tuhan. Ia berharap kalau kedamaian yang kini ia dapatkan bukan lagi ilusi semu yang akan hancur saat dia membuka matanya.

"Tidurmu nyenyak, Mari?"

Bu Atmaja menyapanya yang sedang bersantai di taman. Maria pun menoleh. "Sangat nyenyak, Tante. Terima kasih."

Bu Atmaja memberikan kukis buatannya pada Maria. Setelah kukisnya diterima, ia membelai rambut Maria layaknya pada anak sendiri. "Gak apa kalau kamu merasa sedih. Perempuan yang bersedih, bukan berarti mereka lemah, kok. Hanya saja, terlalu banyak perkataan yang tidak melulu bisa diungkapkan. Betul, 'kan?"

Maria yang mengunyah remahan kukis pada mulutnya mengangguk dua kali. Dia melengkungkan bibirnya lantas berkata, "Sekarang, aku sudah merasa lebih baikan, Tante. Banyak yang peduli padaku ternyata." Maria terkekeh pelan. "Aku kira, aku sendirian di dunia yang kejam ini, tapi ternyata? Siapa yang tahu, kalau sebenarnya banyak yang peduli pada kita. Yah, asalkan kita mau membuka hati kita kepada mereka."

"Nah, Maria. Kamu jadi anak Tante aja, bagaimana? Sifatmu lebih mirip sama Tante daripada anak Tante sendiri, lhoo."

Penawaran dari Bu Atmaja sukses mengocok perut Maria. Ia menyunggingkan senyuman. "Lalu Revi, mau Tante apakan?" gurauannya.

Bu Atmaja mengembuskan napas berat. Dia menengadahkan kepala, kemudian menghalau sinarnya dengan telapak tangan. "Revina, ya ...," Sepenggal ingatan pun kembali terkumpul hingga membuatnya terbelalak. "Astaga! Anak itu belum juga? Kebiasaan banget!"

Karena kepanikan soal Revina, Bu Atmaja pun berpamitan pada Maria sebab tidak bisa menemaninya berlama-lama. Maria pun membiarkannya berlalu dengan memberikan lengkungan bibir terbaik miliknya sebagai penutup percakapan mereka.

Semoga kelak, keluarga ini selalu bahagia.

•oOo•

Hampir genap dua hari pasca insiden yang menimpa Revina. Ia mengutuk dirinya sendiri karena gegabah dalam mengusulkan rencana. Sejak itu pula spam video dari nomor-nomor asing terus bermunculan. Revina heran, padahal dia paling anti dalam membagikan nomor yang merupakan wilayah privasinya, tetapi sekalinya ia memblok satu nomor, maka nomor lainnya bermunculan.

Jika boleh memilih, Revina lebih menginginkan kehidupan sebelum kejadian ini. Daniel benar, kalau sebaiknya Revina tidak ikut campur lebih dalam untuk kasus ini. Namun, apalah artinya jika hati dan pikirannya terus bertentangan? Pastilah hati yang senantiasa menang dalam berbagai peperangan batin.

"Orang aneh!" Revina memblok satu nomor yang memberikan spam video yang sama seperti yang dilihatnya kemarin. Namun, bukannya berhasil, notifikasi lain yang beruntun, kembali membuat kepala Revina berteriak.

"Astaga, mau apaan sih, dia ini!"

Revina melemparkan ponselnya dan menjambak rambutnya sendiri. Ia beranjak dari kasur, lalu berjalan mondar-mandir. Telunjuknya ia gigit beberapa kali karena cemas mendengarkan notifikasi yang bermunculan.

Alhasil, untuk menyingkirkan kecemasannya, ia berjalan ke dapur. Segelas air dingin rupanya belum cukup membuat hatinya tenang. Telinganya seakan berdenging dan kepalanya terngiang kembali rekam video yang pernah diputarnya kemarin. "Sialan! Seharusnya gue nggak play video laknat itu."

Revina menjelajahkan matanya. Ia baru sadar kalau Rumah Pohon terasa sepi. Keningnya berkerut. "Kemana Daniel?" Ponsel laki-laki pun sulit dihubungi.

"Niel!"

"Daniel!"

"Niel, di mana lo?"

Napas Revina sontak jadi naik-turun usai mencari ke segala tempat, tetapi keberadaan sosok Daniel tidak ditemukannya. "Niel, sumpah, ya. Nggak lucu lho!"

Namun, bukannya mendapatkan sahutan dari Daniel, jendela depan rumah tiba-tiba remuk akibat lemparan batu dari luar.

Revina segera berlari ke halaman. Ia melirik ke kanan-kiri, tetapi tidak ada satu pun makhluk yang dapat ia temukan. "Niel! Jangan bercanda lo!"

Teriakan Revina berakhir sia-sia. Gadis itu merasakan kalau kepalanya seakan jadi pecah. Belum cukup kejadian kemarin menimpanya, kejadian berikutnya pun ikut menyusul. Seakan-akan memberikan peringatan padanya untuk menjauhi kasus yang tengah ia selidiki.

Revina berbalik dan berjalan ke arah ruang tengah. Tampak pecahan beling di mana-mana. Ia pun berhati-hati ketika berusaha mengambil batu yang diikat bersama segulungan kertas kotor.

Namun, karena tidak terlihat oleh kedua matanya, serpihan kaca itu mengenai jempol kaki Revina. Ia meringis, seraya berjongkok dan mencoba mencabut serpihan tersebut. Rasa nyeri disertai darah yang mengalir dari ibu jari kakinya, membuat Revina mengerutkan hidung akibat bau anyir.

Serpihan itu berhasil tercabut, tetapi jari telunjuk dan ibu jari tangannya tergores akibat mengeluarkan serpihan pada kaki. "Arch!" Tetesan merah segar yang mengalir dan memberikan sengatan ngilu itu, berhasil membuat Revina merintih kesakitan. Belum lagi bercak darahnya mengenai pada batu yang ditutupi oleh secarik kertas.

Karena penasaran, akhirnya Revina mengabaikan rasa sakit yang mulai merambat hingga ke siku dan tempurung lutut ketika kakinya tertekuk lagi.

Kertas yang bernoda kuning karena telah termakan oleh jamur, terkena noda darahnya. Gesekan antara ujung kertas dan jemari yang menimbulkan kesan ngilu pun, Revina abaikan. Ia penasaran dengan isi pesan tersebut. Hingga akhirnya, Revina mengumpat sambil meremas kembali kertas tersebut setelah membacanya.

"Sebenernya siapa, sih, dia!" amuk Revina. Kesabarannya seakan makin diuji untuk menemukan identitas dari orang yang selama ini memberikan peringatan padanya. Pesan yang berada dalam paket misterius kala itu kembali terngiang dalam benaknya.

Manusia seringkali lupa, kalau rasa penasaran seringkali menimbulkan luka.

Kalau tidak menjauh, lebih baik bersiaplah untuk menderita lebih jauh.

Berhentilah mencoba menemukan keberadaan dibalik kasus yang kamu selidiki, sebelum kenyataan itu menamparmu. Bahkan bisa membahayakan nyawamu.

Seolah belum puas dengan pesan yang dikirimkan kala itu, pengirim itu mengirimkan pesan lain yang isinya jauh lebih konyol. Revina tertawa miris mengingat isi pesan itu.

Berhenti memikirkannya.
Berhenti mengkhawatirkannya.
Berhenti berharap padanya, dan ... berhenti mencintainya.

Mencintanya hanya akan membuatmu terluka. Kamu akan hancur jika mempunyai perasaan seperti itu padanya.

Jangan terluka. Karena aku tidak ingin kamu menjadi orang yang kulukai.

"Orang sinting mana, sih, yang ngasih peringatan kayak gini!" Amukan Revina tidak hanya sampai di sana saja. Ketika ekor matanya melihat sosok berhoodie hitam yang tak jauh bersembunyi di balik tembok yang memisahkan Rumah Pohon dengan rumah penduduk di sana, tanpa buang waktu, ia pun mengambil langkah lebar.

"Hei! Tunggu!!"

Continue Reading

You'll Also Like

MY LITTLE SECRET By Anonim

Mystery / Thriller

12.4K 531 74
Peringatan!.Cerita ini mengandung adegan dewasa,kekerasan dan kata kata kasar.Mohon bijak dalam membaca atau.. KURANGI RASA INGIN TAHUMU JIKA KAU MA...
87.2K 7.4K 51
【 On Going 】 GIRLS Series #1 - - - Blurb: Dia Alexiore, seorang gadis dengan kedinginan melebihi rata-rata tiba-tiba menghembuskan nafas terakhirnya...
212K 19.4K 35
"Peperangan diantara para belalang adalah pesta bagi kelompok burung gagak." Kematian anggota klub renang bernama Danu yang dinyatakan polisi sebagai...